Koran Sulindo – Ibu Pertiwi dilanda kecemasan. Suhu politik yang terus memanas sejak setidaknya dua tahun lalu membuat negeri ini menjadi gaduh. Kegaduhan semakin meninggi dalam beberapa bulan terakhir ini menjelang akan diadakannya Pemilihan Kepala Daerah Serentak Tahun 2017. Karena, dalam pesta demokrasi tahun depan itu akan ada pula pemilihan kepala daerah DKI Jakarta, ibu kota Republik Indonesia.

Dalam kegaduhan, hal-hal yang destruktif memang lebih mudah terjadi tinimbang dalam situasi dan kondisi yang tenang. Itu sebabnya, sekelompok orang kemudian menggagas diadakannya Parade Kebhinnekaan. Acaranya diadakan di Jakarta, di seputaran Patung Kuda Arjuna Wijaya, Jalan Medan Merdeka Barat, 19 November lalu. Yang hadir kurang-lebih 1.200 orang.

Namun, banyak yang menuding parade tersebut tak lebih dari pembelaan terselubung terhadap calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, yang ditetapkan sebagai tersangka penistaan agama. Itu artinya juga, menurut para penuding, acara tersebut adalah kampanye terselubung untuk Ahok.

Salah seorang penggagas parade itu, Nong Darol Mahmada, membantah hal tersebut. “Lihat saja, tidak ada bendera atau poster pro-Ahok. Juga tidak ada spanduk yang menyerang pihak lain. Saya punya pilihan dalam Pilgub DKI, tapi parade ini murni merupakan ungkapan keprihatinan pada maraknya sikap radikal dan pemaksaan kehendak berdasarkan sentimen agama. Juga manipulasi umat untuk kepentingan politik. Silakan beda pandangan, beda pilihan politik, tapi jangan korbankan kebhinnekaan kita, karena kebhinnekaan itu pilar yang menjaga kehidupan kebangsaan kita,” kata Nong.

Toh, namanya massa, di lapangan ada saja yang membagikan pin bergambar Ahok. Juga ada sekelompok orang yang mengacungkan dua jarinya, sebagai dukungan terhadap pasangan Ahok-Djarot yang mendapat nomor urut dua dari tiga pasang kandidat yang akan berlaga di ajang Pilkada DKI Jakarta 2017.

Ada pula yang menilai, parade itu adalah upaya menandingi aksi damai yang dilakukan lebih dari 2 juta orang di Jakarta, yang sebagian besar adalah umat Islam dari berbagai penjuru Tanah Air.Mereka menuntut hukum ditegakkan terhadap Ahok, yang mereka nilai telah menista Alquran.

Pihak Parade Parade Kebhinnekaan sudah membantah tudingan tersebut. Namun, kesan sebagai aksi tandingan memang tidak dapat dielakkan, mengingat aksi damai yang disebut sebagai Aksi Bela Islam Jilid 2 dilakukan pada 4 November 2016—dankemudian direncanakan akan kembali digelar aksi serupa pada 25 November 2016. Rencana aksi susulan tanggal 25 November digagas karena Ahok yang telah menjadi tersangka tidak ditahan dan diproses cepat. Padahal, sebelumnya, banyak terduga pelaku penistaan agama yang diproses cepat dan kemudian dijebloskan ke penjara, setelah melalui proses persidangan di pengadilan yang juga cepat.

Meski ada kericuhan setelah aksi usai, malam hari—diduga karena memang sudah ada yang merencanakan untuk mediskreditkan peserta aksi damai—banyak pihak justru mengapresiasi Aksi Bela Islam Jilid 2. Karena, meski diikuti jutaan massa, aksi tersebut berjalan aman, tertib, dan terkendali sampai magrib tiba.

“Muhammadiyah mengapresiasi tinggi atas demo damai umat Islam itu, sekaligus  menghargai pihak kepolisian  dan TNI  yang melakukan  tugas pengamanan  dengan  baik,”kata Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dr. Haedar Nashir,8 November 2016. Menurut Haedar, aksi tersebut mewakili seluruh aspirasi umat Islam yang merasa tersinggung misi dakwah dan kitab sucinya direndahkan, dilecehkan, dan dinista akibat pernyataan Ahok di  Kepulauan  Seribu.

Apresiasi juga diberikan oleh Panglima TNI Jendral Gatot Nurmantyo. Karena, Aksi Bela Islam Jilid 2 berjalan damai, meskipun pada malamnya terjadi kericuhan. Menurut Gatot, yang membuat kericuhan bukan peserta aksi, tapi pihak lain yang ingin membuat petugas keamanan marah dan bertindak diluar kepatutan.

“Saya selaku Panglima TNI sangat mengapresiasi peran serta para ulama dalam membimbing dan menyejukkan umat agar tidak berbuat anarkistis pada aksi damai, 4 November 2016,” kata Jenderal Gatot di hadapan para ulama di Jakarta, 5 November 2016.

Namun, ketika diwawancarai sebuat media Australia, Ahok malah mengatakan, menurut berita yang ia terima, peserta aksi 4 November 2016 itu dibayar Rp 500 ribu per orang. Video rekaman itu menjadi viral di media sosial Internet. Karena pernyataan itu dianggap fitnah, Ahok pun oleh sejumlah pihak pun kemudian dilaporkan ke polisi lagi.

Dalam perkembangan terakhir, rencana aksi tanggal 25 November 2016 batal dilakukan. Rencananya, aksi akan digelar tanggal 2 Desember 2016, yang disebut sebagai Aksi Superdamai Bela Islam Jilid 3. Dalam aksi itu nanti, peserta aksi yang beragama Islam akan melakukan ibadah solat Jumat, mulai dari Jembatan Semanggi sampai Istana Merdeka, Jakarta. Semoga aksi ini benar-benar menyejukkan dan suhu politik di Tanah Air mereda. [Purwadi Sadim]