Ernest Douwes Dekker atau dikenal juga dengan nama Danudirja Setiabudi.
Ernest Douwes Dekker atau dikenal juga dengan nama Danudirja Setiabudi.

LAIN EDUARD LAIN ERNEST, walaupun sama-sama Douwes Dekker. Yang satu adalah Eduard Douwes Dekker alias Multatuli, penulis buku Max Havelaar yang lahir di Amsterdam, pada 2 Maret 1820 dan meninggal dunia di Ingelheim, Jerman, tanggal 19 Februari 1887. Eduard datang ke Indonesia untuk bekerja pada pemerintah Hindia Belanda.

Eduard mempunyai adik bernama Jan, yang mempunyai anak yaitu Auguste Henri Edoeard Douwes Dekker. Auguste Henri bekerja sebagai agen di sebuah bank ternama yang bernama Nederlandsch Indisch Escomptobank kemudian menikah dengan perempuan Belanda yang memiliki darah keturunan Indonesia, Louisa Neumann. Keduanya mempunyai 4 orang anak, salah satunya bernama Ernest François Eugène Douwes Dekker.

Lebih terkenal dengan nama Ernest Douwes Dekker atau Danudirja Setiabudi. Ia lahir di Pasuruan (Jawa Timur) pada 8 Oktober 1879 dan meninggal dunia tanggal 28 Agustus 1950.

Kisah Hidup Danudirja Setiabudi atau Ernest Douwes Dekker

Ernest terlahir sebagai anak ke-3 dari 4 bersaudara, dalam sebuah keluarga yang sering berpindah-pindah. Saudaranya perempuannya Adeline (1876) dan saudara laki-lakinya Julius (1878) lahir sewaktu keluarga Dekker berada di Surabaya, sedangkan adik laki-lakinya lahir di Meester Cornelis, Batavia (sekarang Jatinegara), pada tahun 1883. Dari sana, keluarga Dekker kemudian berpindah lagi ke Pegangsaan, Jakarta Pusat.

Ernest menikah dengan Clara Charlotte Deije (1885-1968), pada tahun 1903, dan mendapat lima anak, yang bertahan hidup hanya tiga orang semuanya perempuan. Perkawinan ini kandas pada tahun 1919 dan keduanya bercerai.

Kemudian Ernest menikah lagi dengan Johanna Petronella Mossel (1905-1978), seorang Indo keturunan Yahudi, pada tahun 1927. Dari perkawinan ini mereka tidak dikaruniai anak. Di saat Ernest dibuang ke Suriname pada tahun 1941 pasangan ini harus berpisah, dan kemudian Johanna menikah dengan Djafar Kartodiredjo, yang juga merupakan seorang Indo (sebelumnya dikenal sebagai Arthur Kolmus), tanpa perceraian resmi terlebih dahulu. 

Sewaktu Ernest “kabur” dari Suriname dan menetap sebentar di Belanda (1946), ia menjadi dekat dengan perawat yang mengasuhnya, Nelly Alberta Geertzema née Kruimel, seorang Indo yang berstatus janda beranak satu. Nelly kemudian menemani Ernest dengan menggunakan nama samaran pulang ke Indonesia agar tidak ditangkap intelijen Belanda. 

Mengetahui bahwa Johanna telah menikah dengan Djafar, Ernest tidak lama kemudian menikahi Nelly, pada tahun 1947. Ernest kemudian menggunakan nama Danoedirdja Setiabuddhi dan Nelly menggunakan nama Haroemi Wanasita, nama-nama itu diusulkan oleh Sukarno. 

Jasa Ernest Douwes Dekker Untuk Indonesia Yang Dicintainya

Lebih dikenal sebagai Danudirja Setiabudi, Ernest pernah menjadi tentara sukarela Belanda dalam Perang Boer (1899–1902). Dia pun sempat menjadi tawanan perang Inggris di Ceylon (kini Sri Lanka). Pada 1903, dia kembali ke Jawa dan mulai berkarier di ranah persuratkabaran. Ernest tercatat pernah bergabung dalam beberapa media, di antaranya Soerabaia Asch Handelsblad, De Locomotief, dan Bataviaasch Nieuwsblad.

Menjadi inklusif adalah jawaban dari Ernest untuk keluar dari jebakan kultural-ekonomi ia pun terjun ke politik. Sekitar 1910, Ernest bergabung dalam Indische Bond yang memperjuangkan kepentingan kaum Indo-Eropa. Dia lantas mengusulkan kepada pengurus organisasi untuk membuka keanggotaan bagi siapa saja yang tinggal di Hindia, tanpa memandang latar etnisnya.

Untuk mempropagandakan ide-ide politiknya, Ernest mendirikan jurnal Het Tijdschrif pada September 1911. Dalam edisi Mei 1912, ia mencetuskan ide pembentukan partai berasas “pengalaman pahit bersama”. Pemikiran untuk mendirikan sebuah kekuatan politik macam itu adalah cetusan yang paling perdana di Hindia. 

Pada tanggal 25 Desember 1912, bersama Suwardi Suryaningrat dan dr. Cipto Mangunkusumo, Ernest kemudian mendirikan sebuah partai politik yang berhaluan nasionalis pertama yang bernama Indische Partij dan dalam waktu yang tidak terlalu lama, partai ini dapat menghimpun anggota hingga mencapai 5000 orang dan sangat populer di kalangan pribumi Indonesia. Ketiganya kemudian dikenal sebagai Tiga Serangkai pelopor nasionalisme Indonesia.

Berkembang pesatnya Indische Partij sebagai partai politik nasional pertama membuat pemerintah Belanda kemudian mencurigai gerak gerik partai ini, ada yang menuduh partai ini anti-kolonial dan mempunyai tujuan agar Indonesia merdeka. Sehingga pada tahun 1913, Partai Indische Partij dibubarkan oleh pemerintah kolonial Belanda.

Ernest kemudian diasingkan ke Eropa. Selama di Eropa ia tinggal bersama keluarganya dan melanjutkan pendidikan mengambil program doktor di Universitas Zurich, Swiss dalam bidang ekonomi. 

Pada 28 Agustus 1950 Ernest Douwes Dekker atau Danudirja Setiabudi wafat di Bandung. Dia wafat setelah menyaksikan kedaulatan tanah airnya diakui oleh Belanda. [S21]