Sulindomedia – Dunia heboh. Ribuan bayi di Brasil lahir dengan kepala yang lebih kecil dari semestinya. Penyebabnya ternyata virus zika.
Banyak kasus infeksi menyebar dengan cepat, terutama di Amerika Selatan. Virus ini diduga berpotensi menyebabkan kerusakan otak serius pada bayi yang baru lahir.
Yang gawat, menurut tim dari lembaga penelitian Eijkman Institute for Molecular Biology, pihaknya sudah mendeteksi adanya kasus virus zika di Indonesia sejak tahun lalu. Kasusnya menimpa seorang pria 27-tahun yang tinggal di Provinsi Jambi. Padahal, pria tersebut diketahui belum pernah berpergian ke luar negeri..
Ketika itu, tim dari Eijkman itu sedang menyelidiki penyebaran demam berdarah di Provinsi Jambi. Lebih dari 100 sampel yang dinyatakan negatif kemudian diteliti lebih lanjut. “Dari 103 spesimen yang kami periksa, kami menemukan satu kasus positif zika,” kata Wakil Direktur Institut Eijkman, Herawati Sudoyo, kepada kantor berita AFP, Ahad lalu (31/01/2016).
Namun, belum diketahui bagaimana dan kapan pria Jambi yang belum pernah berpergian ke luar negeri itu bisa terinfeksi virus zika. Herawati Sudoyo mengatakan, spesimen yang diteliti diambil selama wabah demam berdarah di Jambi antara Desember 2014 dan April 2015. “Kami menyimpulkan, virus telah beredar di Indonesia untuk sementara waktu,” kata Herawati. Gejala penyakit yang disebabkan virus zika mirip dengan demam berdarah.
Ditularkannya pun oleh nyamuk aedes aegypti. Gejala penyakitnya antara lain flu, demam ringan, sakit kepala, dan nyeri sendi.
Virus ini berbahaya bagi ibu hamil, karena bisa menyebabkan anak yang lahir mengalami deformasi otak dan tengkorak kepala.
Namun, menurut Peneliti Utama Eliminate Dengue Project (EDP) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Riris Andono Ahmad dan juga Ketua Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Dokter Tri Wibawa PhD, dampak penularan demam berdarah dengue (DBD) lebih parah dibandingkan penyebaran virus zika. “Secara klinis, dampak dari DBD lebih parah karena dapat mengakibatkan kematian,” kata Riris, Jumat (5/2/2016).
Riris mengatakan, perlu dikaji dulu apakah virus zika yang ada di Indonesia sama atau tidak dengan virus yang ada di Amerika Latin. Selain itu perlu dikonfirmasi lagi, apakah kejadian mikrosefalus di Kolombia memang disebabkan virus zika.
Ditambahkan Tri Wibawa, di Indonesia justruyang berbahaya adalah serangan demam berdarah.
Sejauh ini, di kota Yogya belum ada laporan masuk terkait dengan berjangkitnya virus zika. Sementara itu, kasus DBD yang terjadi di Kota Yogya hingga Kamis kemarin (4/2/2016) tercatat sebanyak 68 kasus. Dari 68 kasus itu, satu orang meninggal.
Kendati belum ada laporan kasus virus zika, baik Riris maupun Tri Wibawa mengimbau masyarakat untuk tetap mewaspadai keberadaan virus zika, mengingat Indonesia merupakan negara yang berpotensi terhadap serangan virus zika. “Virus zika dibawa nyamuk aides aegypti yang banyak berkembang di wilayah tropis, termasuk Indonesia, karenanya kita juga perlu waspada,” ungkap Tri Wibawa.
Keduanya pun mengimbau masyarakat agar menjaga kebersihan lingkungan agar penyebaran DBD dan virus zika bisa dibasmi. Caranya antara lain dengan melakukan gerakan 3M untuk pemberantasan sarang nyamuk. “Hindari nyamuk aides aegypti berkembang dalam jumlah banyak, yang akan menyebabkan kerugian pada masyarakat,” kata Tri Wibawa.
Terkait virus zika, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan, dalam sepekan terakhir virus zika “menyebar secara eksplosif” di Amerika. Tahun ini saja diperkirakan akan ada 3 sampai 4 juta kasus infeksi. [YUK/PUR]