OPINI-Perkembangan zaman yang terus menerus bertransformasi membuat kita memiliki pandangan yang jauh lebih luas dari biasanya. Hadirnya teknologi yang canggih dan kemampuan untuk melakukan segala sesuatu secara daring telah mengubah cara kita bersosialisasi dengan lingkungan nyata. Mulai dari belanja, belajar, bekerja, berjualan bahkan seminar atau workshop.
Banyak orang kini lebih senang berkomunikasi melalui media sosial dibandingkan berinteraksi langsung di dunia nyata. Fenomena ini juga tampak pada anak-anak yang kini jarang bermain di luar rumah bersama teman sebaya mereka.
Jika pun mereka bermain bersama, seringkali mereka terlihat sibuk dengan gadget masing-masing. Maraknya game online telah membuat anak-anak usia dini menghabiskan waktu mereka di dunia maya. Ini adalah bukti nyata bahwa game online menjadi salah satu penyebab utama kurangnya sosialisasi di kalangan anak-anak.
Di era modern ini, sulit sekali menemukan anak-anak yang asyik bermain bersama teman-temannya di luar rumah. Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, permainan tradisional kini lambat laun ditinggalkan karena dianggap ketinggalan zaman dan kurang modern.
Dahulu, anak-anak bermain hingga sore hari; anak laki-laki bermain sepak bola, sementara anak perempuan bermain lompat tali, bola bekel, atau masak-masakan. Saat ini, semua permainan tradisional tersebut tergeser oleh berbagai macam game online yang sangat mudah diakses asalkan memiliki gadget dan koneksi internet.
Tanpa harus keluar rumah dan bersusah payah mengumpulkan teman untuk bermain, anak-anak kini cukup membuka ponsel mereka dan sudah tersedia berbagai pilihan game online yang menarik dan lebih modern.
Game online memiliki pengaruh besar terhadap perilaku anak-anak, terutama ketika mereka bermain secara berlebihan. Beberapa anak bahkan mengalami masalah kecemasan atau gangguan mental lainnya.
Anak-anak usia dini yang masih labil dan mudah terpengaruh oleh apa yang mereka dengar atau lihat bisa terpapar dampak buruk dari game online. Salah satu dampak negatifnya adalah anak bisa terdorong untuk menjadi agresif karena sering bermain game tembak-tembakan, hingga dalam dunia nyata ia ingin meniru perilaku tersebut.
Selain itu, anak-anak juga bisa terbiasa menggunakan kata-kata kasar yang mereka dengar dalam permainan, seperti “anjay,” “anjir,” “anjing,” “goblok,” dan kata-kata vulgar serta kasar lainnya yang tidak pantas diucapkan oleh anak di bawah umur.
Tanpa disadari, mereka akan terbiasa mengucapkan kata-kata tersebut dalam berbagai situasi, tidak peduli dengan siapa mereka berbicara. Hal ini juga mempengaruhi attitude anak yang seharusnya usia dini ditanamkan good attitude yang baik namun malah mendapatkan bad attitude yang di dapat dari dunia maya.
Dampak lainnya adalah boros dalam penggunaan uang. Anak-anak rela tidak jajan hanya untuk membeli akun game online atau top up diamond game. Lebih ekstremnya lagi, ada anak yang berani mencuri uang hanya untuk bermain game online.
Mereka tidak takut melakukan hal yang salah karena sudah terdoktrin dan kecanduan game online, hingga menganggap game online sebagai kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi dengan segala cara.
Masih banyak dampak buruk lain dari kecanduan game online yang bisa merusak mental anak-anak. Sudah selayaknya sebagai orang tua untuk selalu mengawasi kegiatan anaknya dalam menggunakan media sosial.
Orang tua juga harus bijak dalam memanajemen waktu anak dengan memberikan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat seperti belajar alat musik, berolahraga, belajar ilmu agama, bela diri, membaca, atau mengikuti les yang lebih bermanfaat dan hal-hal positif lainnya.
Meskipun sekarang tersedia E-Sport untuk mewadahi anak anak maupun dewasa untuk bermain game dan berkompetisi namun sebaiknya di awasi dan di batasi bagi anak di bawah umur.
Tujuan dari diawasi dan di batasi agar anak merasa mendapatkan pengawasan dan perhatian dari orang tua, sehingga kondisi mental anak tetap terjaga dari pengaruh media sosial ataupun game online yang lebih banyak dampak negatifnya daripada positifnya.
Sebagai contoh dari dampak negatif bermain game online, pada April 2024, seorang anak meregang nyawa diduga karena Game Mobile Legend. Anak tersebut dibunuh oleh temannya yang berusia 13 tahun karena kekesalan pelaku terhadap korban yang tidak membayar utang jasa joki dalam permainan Mobile Legend sebesar Rp 200.000.
Kasus lain terjadi pada Juni 2020, dimana MI (18) tega membunuh teman kerjanya RD (22) karena sakit hati sering dihina ketika kalah main game online. Kebetulan, MI dan RD tinggal bersama di tempatnya bekerja sebagai cleaning service, yakni di bengkel AC Jalan Letjen S Parman, Nomor 101, Kelurahan Purwantoro, Kecamatan Blimbing, Kota Malang.
Karena tinggal bersama, keduanya kerap main bareng game online dan sering bercanda mengumpat dan mencela saat bermain game. Keduanya juga berasal dari daerah yang sama, yakni Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang. Kedua kasus ini menunjukkan bahwa bahaya game online tidak mengenal usia, baik anak di bawah umur maupun dewasa.
Informasi terbaru menyebutkan bahwa pemerintah berencana memblokir game yang mengandung kekerasan sesuai dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Klasifikasi Game. Game yang tidak sesuai dengan klasifikasi ini akan diblokir, terutama yang mengandung konten kekerasan, perilaku seksual menyimpang, dan judi online.
“Bisa saja ada pemblokiran jika tidak sesuai dengan klasifikasi permenkominfo tersebut. Terutama untuk konten-konten yang mengandung kekerasan, perilaku seksual yang menyimpang, bahkan judi online,” ujar Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Nahar dalam keterangan yang diterima, Senin (22/4/2024). dikutip dari detik.com.
Langkah ini diambil untuk melindungi anak-anak dari dampak negatif yang ditimbulkan oleh game online. Mari awasi anak kita dari bahaya game online sebelum hal hal buruk menimpa anak kita terlalu jauh demi kesehatan mental dan masa depan yang lebih baik. [UN]