Dakwaan Suap Reklamasi Ungkap Peran Pimpinan DPRD DKI

Anggota DPRD DKI Jakarta, M Sanusi

Koran Sulindo – Dakwaan terhadap terdakwa Ariesman Widjaja yang merupakan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land mengungkap peran aktif pimpinan DPRD DKI Jakarta termasuk Mohamad Taufik. Peran itu terkait dengan dugaan suap pembahasan rancangan peraturan daerah tentang reklamasi di Pantai Utara, Jakarta.

Dakwaan yang dibacakan jaksa dalam sidang perdana yang digelar pada Kamis [23/6] kemarin mengisahkan bagaimana Taufik aktif bertemu dengan pihak pengembang dan ikut mengubah pasal dalam draf perda. Aturan inilah yang akan dipakai sebagai dasar hukum untuk mendirikan bangunan di tanah reklamasi.

Untuk mempercepat pembahasan Rancangan Perda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta, pemilik Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma atau Aguan bersama Ariesman pernah mengumpulkan sejumlah pimpinan dan anggota DPRD DKI. Itu terjadi pada Desember 2015, setelah Badan Legislasi DPRD DKI bersama Pemprov DKI mulai membahas Raperda tersebut.

Tempat pertemuan dilakukan di Taman Golf Timur Pantai Indah Kapuk, Jakarta. Hadir dalam pertemuan itu adalah Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi, Taufik, anggota Baleg DPRD DKI Mohamad Sanusi dan Mohamad Sangaji atau Ongen. Ketua Fraksi PKS Selamat Nurdin juga ikut dalam pertemuan tersebut.

Sanusi yang merupakan Ketua Komisi D DPRD DKI pada 4 Maret 2016 melaporkan bahwa pihak pengembang mengajukan keberatan dalam proyek reklamasi kepada Taufik. Pasalnya, Taufik merupakan Ketua Baleg DPRD DKI Jakarta. Keberatan itu adalah soal tambahan kontribusi bagi pengembang 15% dari nilai NJOP total lahan yang dapat dijual.

Tambahan kontribusi ini sebelumnya telah disepakati DPRD DKI bersama dengan Pemprov DKI dan akan diatur melalui peraturan gubernur. Pengembang merasa kontribusi tambahan itu terlalu besar dan khawatir gubernur DKI tidak akan konsisten terhadap besaran kontribusi tambahan yang nantinya disepakati dalam pergub.

Ariesman kepada Sanusi menjanjikan uang Rp 2,5 miliar jika kontribusi tambahan tersebut dapat dimasukkan ke dalam pasal penjelasan dengan mengubah konversi. Sanusi bersedia. Lalu mengubah isi pasal kontribusi tambahan yang akan diatur lewat perjanjian kerja sama antara gubernur dan pengembang.

Perubahan inilah ditolak Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan menyampaikan catatan “Gila” karena berpotensi pidana korupsi. Raperda itu hingga saat ini belum disahkan hingga ditangkapnya Sanusi oleh penyidik KPK setelah menerima Rp 2 miliar secara bertahap dari Ariesman. [Kristian Ginting]