Copernicus dan Heliosentrisme: Apa yang Tidak Tertulis dalam Buku Sejarah

Ternyata Gereja Katolik bukan yang pertama kali menolak heliosentrisme. (Sumber: Sulindo/Benedict Pietersz)

Masyarakat kuno percaya bahwa Tuhan telah menempatkan manusia di pusat Alam Semesta. Seorang astronom bernama Eudoxus menciptakan model pertama sekitar tahun 380 SM, yang menerangkan bahwa serangkaian bola kosmik berisi bintang, matahari, dan bulan bergerak mengelilingi Bumi. Teori ini disebut geosentrisme.

Aristoteles kemudian mengemukakan model geosentrisme yang lebih rinci. Menurutnya, Bumi yang berbentuk bulat merupakan pusat alam semesta dan semua benda langit lainnya berputar mengelilingi Bumi dalam 47-55 orbit transparan.

Ptolemeus memperbaiki model geosentrisme Aristoteles dengan menerapkan trigonometri. Dengan cara ini, dia menyatakan bahwa matahari dan planet-planet berputar mengelilingi Bumi dalam episiklus, yaitu orbit kecil yang dimiliki oleh orbit yang lebih besar.

Model geosentrisme dipegang selama hampir 1.500 tahun dan dianggap sesuai dengan penjelasan agama. Akan tetapi pada tahun 1543, seorang pendeta Polandia bernama Nicolaus Copernicus menolak model geosentrisme dan mengusulkan bahwa Bumi dan planet lain berputar mengelilingi matahari, yang merupakan pusat Alam Semesta. Teori baru ini disebut heliosentrisme.

Copernicus memasukkan gagasan mengenai heliosentrisme dalam bukunya yang berjudul De Revolutionibus Orbium Coelestium (On the Revolutions of the Heavenly Bodies) di tahun yang sama, tak lama sebelum kematiannya.

Penolakan terhadap Heliosentrisme

Sebuah studi berjudul The Copernican myths yang diterbitkan oleh Mano Singham di Physics Today pada tahun 2007 menyatakan bahwa pada awalnya, Gereja Katolik menerima heliosentrisme yang diusulkan oleh Copernicus.

Ini karena Copernicus merupakan rohaniawan dan astronomer Renaisans yang sangat dihormati. Dia mendedikasikan bukunya untuk Paus Paulus III. Seorang kardinal dan seorang uskup bahkan mendesaknya untuk menerbitkan bukunya.

Penolakan terhadap heliosentrisme justru timbul dari kelompok Protestan dan bukan dari Gereja Katolik. Penyebabnya adalah Martin Luther (1483-1546) dan para pemimpin Reformasi lainnya menekankan Alkitab sebagai sumber utama pengetahuan dan otoritas Kristen.

Martin Luther menentang heliosentrisme dengan mengatakan bahwa gagasan itu bertentangan dengan kisah dalam Kitab Yosua. Wakilnya, Philipp Melanchthon, mendukung alasan itu dengan menemukan ayat-ayat Alkitab lain yang menggambarkan Bumi sebagai benda langit yang tidak bergerak.

Seiring berjalannya waktu, gagasan-gagasan Copernicus dianggap sangat mengganggu agama Kristen, sehingga harus dilawan. Para penganut Protestan dan Katolik lantas bersatu pada abad ke-17. Orang-orang Kristen mulai menyebut para pendukung Copernicus sebagai orang kafir dan ateis serta mendesak agar mereka dihukum.

Galileo Galilei adalah astronom lainnya yang banyak dikecam karena mendukung model heliosentris Copernicus. Galileo menemukan tiga satelit Jupiter pada 7 Januari 1610 dan mengamati fase-fase Venus. Temuan-temuan ini membuktikan bahwa planet-planet benar mengorbit Matahari.

Akan tetapi, gereja-gereja Protestan tidak memiliki kewenangan untuk menegakkan hukum seperti yang dimiliki Gereja Katolik. Ancaman Protestantisme yang berkembang pesat diduga menyebabkan Gereja Katolik beralih menentang teori Copernicus pada tahun 1616, lalu melarang bukunya.

Ayat-ayat Alkitab yang dianggap membuktikan kebenaran geosentrisme terus digaungkan, contohnya Mazmur 19:5, Mazmur 93, Mazmur 104:5, Yesaya 40:22, dan Pengkhotbah 1:5.

Gagasan bahwa model Copernicus merupakan penurunan derajat umat manusia berkembang sekitar tahun 1650, setelah masyarakat saintifik telah menerima heliosentrisme. Gagasan ini mungkin diperkenalkan sebagai bagian dari upaya untuk mengajak orang-orang relijius nonilmiah ikut menentang teori Copernicus.

Penerimaan

Gereja-gereja Protestan menghentikan perlawanan mereka terhadap Copernicus setelah terkumpul bukti kuat yang mendukung heliosentrisme.

Sementara itu, Gereja Katolik tetap berpegang teguh pada penolakannya untuk waktu yang lama. Ini dikarenakan Gereja Katolik merupakan lembaga yang jauh lebih besar dan lebih terikat tradisi serta birokratis.

Larangan terhadap Copernicus dan heliosentrisme tetap berlaku hingga tahun 1822. De Revolutionibus Orbium Coelestium pun tetap berada dalam daftar buku terlarang hingga tahun 1835. Barulah pada tahun 1822, Paus Pius VII menyetujui sebuah dekrit untuk mengizinkan pencetakan buku-buku tentang heliosentrisme di Roma. Kemudian Paus Yohanes Paulus II secara resmi mengakui heliosentrisme pada tanggal 15 Februari 1990. [BP]