Choel Mallarangeng

Koran Sulindo – Andi Zulkarnaen Anwar Mallarangeng (Choel) divonis 3,5 tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan dalam pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (6/7). Choel dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi proyek Pembangunan Pusat Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang.

“Menyatakan terdakwa Andi Zulkarnaen Mallarangeng terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” kata ketua majelis hakim Baslin Sinaga, hari ini, seperti dikutip antaranews.com.

Vonis itu lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang sebesar 5 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan. Dalam tuntutan itu, Choel dituduh melakukan korupsi sehingga memperkaya abangnya, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alifian Mallarangeng sebanyak Rp2 miliar dan 550 ribu dolar AS dari proyek Hambalang itu.

Choel terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dakwaan kedua dari pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 65 ayat (1) KUHP.

“Choel menerima dari Wafid Muharram dan Deddy Kusdinar sebesar 550 ribu dolar AS atau sama dengan Rp5 miliar dan Rp2 miliar dari Herman Prananto selaku Komisaris PT Global Daya Manunggal dan Neny Meilena Rusli selaku Dirut PT Globay Daya Manunggal dan dikembalikan ke KPK sebesar 550 ribu dolar AS dan Rp2 miliar melalui Herman dan Neny dan selanjutkan dikembalikan ke KPK karena uang sudah dikembalikan maka terdakwa tidak lagi dibebankan uang pengganti sebagaimana pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor,” kata Baslin.

Hakim juga tidak meluluskan permohonan penasihat hukum agar mengusut mantan Sekretaris Kemenpora Wafid Muharram.

Latar Belakang

Awal keterlibatan Choel dalam proyek P3SON Hambalang ketika ia diperkenalkan kepada Sekretaris Kemenpora Wafid Muharam dan Kepala Biro Perencanaan Kemenpora Deddy Kusdinar oleh Andi Mallareng. Andi mengatakan kalau adiknya yang akan banyak membantu urusan Kemenpora sehingga jika ada yang perlu dikonsultasikan maka Wafid dipersilakan langsung menghubungi Choel

Asisten pribadi Andi Mallarangeng, Muhammad Fakhruddin lalu meminta fee untuk Andi Mallarangeng yang akan diberikan melalui Choel. Uang itu berasal dari Permai Grup yaitu dari Mindo Rosalina Manulang sebesar 550 ribu dolar AS atau Rp 5 miliar yang awalnya juga berniat untuk ikut membangun proyek Hambalang, namun atas perintah mantan Ketua Partai Demokrat Anas Urbaningrum akhirnya perusahaan milik mantan bendahara umum Partai Demokrat M Nazaruddin tersebut tidak jadi ikut dalam proyek Hambalang.

Uang diberikan pada September 2010 dengan cara Andi memerintahkan Deddy Kusdinar dan M Fakhruddin menyerahkan uang fee kepada Choel di tempat tinggalnya di Jalan Yusuf Adiwinata No 29 Menteng, Jakarta Pusat.

Setelah uang itu diterima, Choel kemudian menyimpan uang tersebut di brankas yang ada di tempat tinggalnya.

Dalam proyek P3SON Hambalang, Choel bersama M Fakhruddin juga merekomendasikan PT Global Daya Manunggal kepada KSO Adhi-Wika untuk mendapat pekerjaan sebagai subkontraktor. Atas rekomendasi tersebut Herman Prananto selaku komisaris dan Meilena Rusli selaku Direktur Utama PT Global Daya Manunggal memberikan uang kepada Choel secara bertahap.

Pemberian uang itu adalah sebesar Rp2 miliar diterima oleh Choel di kantor PT Fox Indonesia.

Atas perbuatannya tersebut, negara mengalami kerugian sebesar Rp464,391 miliar dari total anggaran tahun jamak sebesar Rp2,5 triliun.

“Penyelengaraan pembangunan P3SON Hambalang tidak sesuai dengan best practices, tidak sempurna, dan kualitas bangunan jadi rendah dan menjadi kegagalan bangunan sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar yang telah dibayarkan tidak bisa dimanfaatkan apa-apa sehingga tidak bisa digunakan dan merugikan keuangan negara Rp464,391 miliar,” kata hakim.

Perkara ini merupakan pengembangan korupsi pembangunan proyek P3SON Hambalang yang sudah menjerat mantan Menpora Andi Mallarangeng selaku Pengguna Anggaran; mantan Kabiro Perencanaan Kemenpora Deddy Kusdinar selaku Pejabat Pembuat Komitmen saat proyek Hambalang dilaksanakan, Direktur PT Dutasari Citra Laras yaitu perusahaan subkontraktor proyek Hambalang Mahfud Suroso dan mantan Direktur Operasional 1 PT Adhi Karya (persero) Teuku Bagus Mukhamad Noor serta mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.

Choel langsung menerima putusan.

“Yang mulia terima kasih majelis yang terhormat saya menerima putusan yang telah ditetapkan dan saya ikhlas siap menjalani hukuman atas kekhilafan yang telah saya lakukan,” kata Choel.

Andi Mallarangeng dalam perkara ini sudah divonis 4 tahun ditambah denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan. Ia sudah bebas pada 21 April 2017 lalu.

Kronologi

Kasus Choel ini kasus lama. Sejak 2012 namanya sudah masuk radar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), namun ia baru ditahan pada Februari lalu.

“Masa yang sudah saya tunggu sekian lama. Lima tahun terkatung-katung,” kata Choel, saat itu, usai diperiksa KPK.

Seperti dua saudaranya yang lain, Andi dan Rizal Mallarangeng, Choel juga terjun di ranah politik. Ia dikenal sebagai konsultan politik pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Budiono dalam Pemilu 2009 lalu.

Putra mantan Walikota Pare-Pare menjadi salah satu pemegang peranan penting sebagai trisula sekaligus tameng bagi pasangan SBY-Budiono melaju di pemilihan pemimpin negara. Mallarangeng termuda ini menggawangi Fox Indonesia, konsultan politik untuk korporasi, pemilihan kepala daerah dan pemilihan presiden, yang berdiri sejak 14 Februari 2008. Jasanya meliputi pembiayaan, perencanaan strategis, relasi, dan peliputan media. Fox bertugas membangun pencitraan SBY-Budiono.

Awalnya, Fox mulai naik daun ketika membawa Alex Noerdin menjadi Gubernur Sumatera Selatan tahun 2008. Kesuksesan itu lantas menjaring klien lain seperti Sutrisno Bachir dengan nilai kontrak Rp120 miliar. Sayangnya, saat baru menerima Rp40 miliar, Sutrisno merasa ditipu karena iklan Rizal Mallarangeng – yang saat itu menyatakan akan maju sebagai kandidat Presiden dari calin independent pada Juli 2008 dengan motto ‘If There is a Will, There is a Way’ mematahkan semboyan Sutrisno yang memasang ‘Hidup adalah Perbuatan’.

Namun setelah itu, Fox malah dilirik pasangan SBY-Budiono dari Partai Demokrat. 13 Februari 2009, Choel selaku direktur eksekutif lantas membangun pusat komando pencitraan Partai Demokrat dan SBY di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Selatan, dengan nama Bravo Media Center.

Selain itu juga, Fox dipercaya menjadi konsultan politik putra bungsu SBY, Edhie Baskoro, yang terpilih menjadi anggota DPR RI dari partai yang sama. Biaya untuk Edhie sendiri disebut-sebut tidak begitu mahal, yakni Rp10 miliar saja.

November 2009, Choel tersandung gosip miring. Ia dikabarkan berselingkuh dengan ketua Walubi, Hartati Murdaya. Atas nama Umat Buddha, Ketua Dewan Pembina Generasi Muda Buddha Indonesia Lieus Sungkharisma lantas melaporkan penyebar isu ini ke Polda Metro Jaya. Bukan hanya media, tapi juga narasumber dirasa bertanggung jawab atas kabar yang meresahkan Umat Buddha.

Pada 2011, nama Choel disebut sebagai salah satu penerima suap wisma atlet SEA Games, Lampung, yang menyeret terdakwa utama anggota DPR RI Muhammad Nazaruddin ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Mindo Rosalina Manulang, salah satu terpidana yang juga mantan anak buah Nazaruddin bersaksi bahwa Choel juga menerima jatah dari total Rp20 miliar yang dikeluarkan Permai Group milik Nazaruddin untuk menggolkan anggaran proyek wisma atlet dan pembangunan pusat olahraga Hambalang.

Rosa mengaku mendengar adanya aliran uang ke Choel ini dari pernyataan Nazaruddin dalam rapat yang berlangsung di kantor Permai Group yang membahas pengeluaran perusahaan untuk mendapatkan dua proyek Kementerian Pemuda dan Olahraga itu. Uang tersebut, termasuk untuk mengurus sengketa lahan proyek Hambalang, ke Choel, dan membayar ke DPR. Choel membantah pernyataan Mindo.

Justice Collaborator

Sebelumnya, KPK menolak permintaan Choel menjadi justice collaborator (JC) dalam perkara korupsi proyek Hambalang itu.

Juru bicara KPK, Febri Diansyah, menuturkan penolakan itu bisa menjadi pelajaran bagi tersangka lain. “Ini pelajaran bagi tersangka lain yang mengajukan JC agar berangkat dari kesadaran,” katanya di KPK, Kamis, 8 Juni 2017.

KPK menolak karena Choel dinilai tidak bersedia membuka keterangan secara menyeluruh. KPK meyakini ada informasi krusial dalam kasus korupsi proyek Hambalang yang disembunyikan Choel. [DAS]