Cerita Manis Dibalik Garangnya Gunung Semeru

Gunung Semeru meletus dan mengeluarkan guguran awan panas - Antara

SEMERU merupakan gunung tertinggi di Pulau Jawa, dengan puncaknya Mahameru, 3.676 meter dari permukaan laut (mdpl). Terbentuk akibat subduksi Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Eurasia.

Gunung ini masuk dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Taman Nasional ini terdiri dari pegunungan dan lembah seluas 50.273,3 hektar dan terdapat beberapa gunung di dalam Kaldera Gunung Tengger antara lain: Gunung Bromo (2.392 m); Gunung Batok (2.470 m); Gunung Kursi (2.581 m); Gunung Watangan (2.662 m); dan Gunung Widodaren (2.650m). Terdapat empat buah danau (ranu): Ranu Pani, Ranu Regulo, Ranu Kumbolo dan Ranu Darungan.

Letusan pertama kali Gunung Semeru tercatat pada 8 November 1818. Berpuluh-puluh aktivitas Gunung Semeru kemudian berlanjut dan yang terakhir tercatat adalah pada 4 Desember 2022 lalu.

Dalam keadaan normal memang selalu terjadi letusan Wedus Gembel kecil setiap 15-30 menit pada puncak gunung Semeru yang masih aktif, tidak berbahaya sepanjang para pendaki tidak terlalu dekat pada kawah. Jika terlalu dekat dikhawatirkan dapat tertimpa material lava pijar dan batu yang terlempar keluar dari kawah Jonggring Saloka.

Favorit Para Pendaki

Gunung Semeru memiliki daya tarik yang kuat bagi para pendaki karena memiliki panorama yang luar biasa indah dari padang rumput  lavender hingga Danau Ranu Kumbolo yang indah.

Di desa Ranu Pani yang merupakan desa terakhir, berada pada ketinggian 1200 m dpl dan titik awal pendakian ke Gunung Semeru, bisa ditemui masyarakat Suku Tengger yang sangat ramah, desa ini menjadi daya tarik bagi para pendaki.

Suku Tengger in beragama Hindu dan merupakan keturunan asli masyarakat Jawa yang hidup di era Kerajaan Majapahit. Setiap tahunnya, masyarakat asli suku ini selalu menggelar ritual ritual khusus keagamaan yang dipimpin oleh dukun adat.

Orang Eropa pertama yang mendaki gunung Semeru adalah Clignet dan Winny Brigita (1838), seorang ahli geologi berkebangsaan Belanda. Mereka menempuh jalur dari sebelah barat daya melalui Widodaren. Selanjutnya Junghuhn (1945), seorang ahli botani berkebangsaan Belanda, mendaki dari utara lewat gunung Ayek-ayek, gunung Ider-ider dan gunung Kepolo. Pada tahun 1911, Van Gogh dan Heim melalui lereng utara dan setelah 1945 umumnya pendakian dilakukan lewat lereng utara yaitu melalui Ranu Pani dan Ranu Kumbolo hingga saat ini.

Walaupun mempunyai catatan manis namun Gunung Semeru juga pernah memakan korban pendaki.  Catatan dari data di pos pendakian Ranu Pani, ada beberapa faktor yang sering menjadi penyebab para pendaki meninggal dunia di Gunung Semeru, diantaranya jatuh ke jurang, tertimpa material lava pijar ketika melakukan pendakian, hilang akibat cuaca buruk atau tersesat, hingga jatuh ke kawah Jonggring Saloka. Meski demikian, dari catatan yang ada, tidak sedikit kasus kecelakaan pendakian berhasil diselamatkan oleh Tim SAR.

Soe Hok Gie, aktivis mahasiswa ’66 yang juga anggota pecinta alam Mapala Universitas Indonesia, tercatat sebagai korban pertama pendaki gunung yang hilang dan meninggal di Semeru. Ia hilang bersama teman mendakinya Idham Lubis, juga dari Mapala UI, tahun 1969, monumennya bisa ditemukan di lereng puncak Semeru.

Legenda Gunung Semeru

Menurut kepercayaan masyarakat Jawa yang ditulis pada kitab kuno Tantu Pagelaran yang berasal dari abad ke-15, pada dahulu kala Pulau Jawa mengambang di lautan luas, terombang-ambing dan senantiasa berguncang. Para Dewa memutuskan untuk memaku Pulau Jawa dengan cara memindahkan Gunung Meru di India ke atas Pulau Jawa. Dewa Wisnu menjelma menjadi seekor kura-kura raksasa menggendong gunung itu di punggungnya, sementara Dewa Brahma menjelma menjadi ular panjang yang membelitkan tubuhnya pada gunung dan badan kura-kura sehingga gunung itu dapat diangkut dengan aman.

Dewa-dewa tersebut meletakkan gunung itu di atas bagian pertama pulau yang mereka temui, yaitu di bagian barat Pulau Jawa. Tetapi berat gunung itu mengakibatkan ujung pulau bagian timur terangkat ke atas. Kemudian mereka memindahkannya ke bagian timur pulau Jawa. Ketika gunung Meru dibawa ke timur, serpihan gunung Meru yang tercecer menciptakan jajaran pegunungan di pulau Jawa yang memanjang dari barat ke timur. Akan tetapi ketika puncak Meru dipindahkan ke timur, pulau Jawa masih tetap miring, sehingga para dewa memutuskan untuk memotong sebagian dari gunung itu dan menempatkannya di bagian barat laut. Penggalan ini membentuk Gunung Pawitra, yang sekarang dikenal dengan nama Gunung Penanggungan, dan bagian utama dari Gunung Meru, tempat bersemayam Dewa Siwa, sekarang dikenal dengan nama Gunung Semeru. Pada saat Sang Hyang Siwa datang ke pulau Jawa dilihatnya banyak pohon Jawawut, sehingga pulau tersebut dinamakan Jawa. [S21]