Cerita Dibalik Kue Lebaran ‘Kaastengels’ dan ‘Ananastaartjes’

TENTU SAJA ketika mendekati lebaran para ibu akan sibuk memanggang kedua jenis kue yang menjadi kegemaran sejuta umat ini. Yang tidak sempat membuat sendiri atau tidak bisa tentu jauh-jauh hari sudah sibuk memesan pada teman atau kerabat. Lebaran tanpa kastengel dan nastar rasanya bukan Lebaran!

Menjadi menarik karena nastar dan kastengel menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari budaya bangsa Indonesia pada saat Lebaran. Padahal kedua panganan ini adalah asli dari Belanda.

Belanda memang memiliki kekuatan besar selama era kolonial dan salah satu koloninya yang paling berharga adalah Indonesia, yang disebut Hindia Belanda. Orang Belanda pertama datang ke Nusantara pada akhir abad XVI hingga Indonesia mencapai kemerdekaannya pada tahun 1949.

Seperti dalam semua proses koloni, kebudayaan termasuk masakan tradisional saling mempengaruhi satu sama lain. Saat ini, beberapa hidangan Belanda yang dapat disebut datang langsung dari tradisi Indonesia adalah seperti loempias (lumpia), satè, dan seperti yang masih dinikmati di Belanda tetapi tidak di Indonesia yaitu rijsttafel, yang menghilang di Indonesia karena masyarakat mengaitkannya dengan kolonialisme.

Para penjajah membawa bahan makanan seperti keju, mentega atau pancake, dan beberapa resep lain yang tetap ada di dalam daftar masak memasak di Indonesia hingga saat ini.

Kastengel

Kastengel adalah kue gurih yang populer di seluruh Belanda dan Indonesia. Terdiri dari tepung terigu, margarin, kuning telur, dan keju Belanda seperti Edam atau Gouda. Krim, susu bubuk, atau tepung maizena terkadang ditambahkan ke dalam kombinasi untuk mengembangkan tekstur yang lebih kaya dan lebih renyah.

Dahulu kastengel sering digunakan sebagai pendamping sup atau salad, namun saat ini kastengel lebih banyak dikonsumsi sebagai camilan, terutama saat Ramadhan di Indonesia dan saat Natal di Belanda.

Kaasstengels, Kastengel atau kue keju adalah kue keju Indonesia-Belanda dalam bentuk stik, biasa ditemukan di Belanda dan Indonesia. Namanya menggambarkan bahan, bentuk dan asal; kaas adalah kata Belanda untuk “keju”, sedangkan stengels juga kata Belanda untuk “tongkat”. Tidak seperti kebanyakan kue, kaasstengels rasanya gurih dan asin, bukan manis.

Kaastengels di sisi lain, mengacu pada hapjes (makanan ringan) Belanda dari “cheese-fingers”, berasal dari kaas Belanda (keju) dan tengels (jari). Ini adalah lumpia kecil atau krep seperti loempia seukuran jari, diisi dengan keju gouda atau edam, yang telah digoreng dan disajikan dengan semangkuk kecil saus cabai pedas.

Walaupun pada akhirnya kastengel yang kita kenal sekarang di Indonesia sudah merupakan hasil penyesuaian.

Nastar

Nastar juga berasal dari bahasa Belanda yaitu “Ananas/nanas” dan “Taart/tart/pie” yang artinya kue tar nanas.

Ketika Belanda datang ke nusantara dan ingin membuat pie dengan sari buah-buahan ranum seperti yang biasa dibuat, mereka kesusahan dalam mencari blueberry, stroberi dan apel yang tekstur kematangannya seperti buah yang ada di tanah Belanda.

Karena di Indonesia, blueberry dan apel sangat sulit ditemukan maka nanas dipilih sebagai buah penggantinya. Nastar khas Indonesia sendiri bentuknya lebih kecil dibanding pai atau tar Eropa pada umumnya.

Awal masuk ke Indonesia, nastar hanya hadir dalam perayaan-perayaan besar atau penting saja. Bahkan hanya lidah-lidah bangsawan atau priyayi saja yang bisa mencecap sajian istimewa ini.

Nastar sebenarnya tak hanya lekat dengan Idul Fitri saja. Menurut Chef Andreas, nastar juga sering diolah oleh warga Tionghoa mendekati Imlek. Hal ini lantaran nastar dianggap sebagai lambang datangnya keberuntungan bagi siapapun yang mengonsumsinya.  Dalam bahasa Hokian, nastar disebut juga Ong Lai atau buah pir emas. Warna kuning keemasan dari adonan yang matang sempurna serta isinya yang bercitarasa manis legit, adalah lambang rezeki yang manis dan berlimpah. [S21]