Gedung KPK
Gedung KPK di Jalan H.R. Rasuna Said, Jakarta Selatan

Koran Sulindo – KPK berencana bakal memberi perhatian khusus terkait pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Saat ini, KPK tengah merumuskan bentuk pencegahan agar tak ada lagi orang yang memanfaatkan proses-proses penganggaran.

“KPK dengan Pemerintah duduk bersama merumuskan bagaimana strategi pencegahan dan mengawal sejak awal agar proses penganggaran ini tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu,”  kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di Kuningan, Jakarta, Rabu (9/5).

Lebih lanjut Febri menuturkan pembahasan akan mengkaji apakah dimungkinkan dimasukkan upaya pencegahan itu masuk menjadi bagian dari stategi nasional pemberantasan korupsi pemerintah.

Menurut  Febri sudah lama melakukan kajian proses penganggaran di DPR. Misalnya pembahasan dana optimalisasi kemudian proses penganggaran di DPRD dan juga kajian-kajian di sektor politik lainnya.

“Ini memang akan menjadi PR bersama, apakah pihak-pihak yang dituju tersebut sepenuh hati melakukan rekomendasi?” kata Febri.

Menanggapi rencana KPK itu, anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Nasdem Johnny G Plate menilai proses pembahasan perencanaan APBN harus dilakukan lebih transparan agar tidak terjadi lagi praktik-praktik korupsi yang melibatkan anggita DPR.

Johnny menyebut dengan pembahasan yang transparan akan meminimalisir praktik korupsi seperti yang terjadi baru-baru ini pada anggota dewan Amin Santono.

Menurutnya, dugaan korupsi yang dilakukan rekan sesama anggota Komisi XI DPR tidak ada hubungannya dengan tupoksi komisi keuangan tersebut.

“Etika moral perorangan tetapi tata kelola anggarannya di DPR RI. Karenanya, bagaimana kita mampu mencegah dan itu harus lebih terbuka dan transparan,” kata Johnny.

Johnny yang juga Sekretaris Jenderal Partai NasDem itu melanjutkan, pembahasan belanja negara memang dilakukan oleh berbagai komisi dan badan di DPR RI. Karenanya, setiap ada pembahasan anggaran di setiap komisi DPR RI dilakukan secara terbuka agar publik mengetahui.

“Pembahasan di Badan Anggaran kita harus koreksi total, kalau ingin mencegah, rapatnya harus lebih terbuka, tidak saja di rapat kerja tetapi rapat-rapat panjanya harus lebih terbuka, kalau perlu melibatkan instrumen-instrumen negara lainnya, untuk mencegahnya,” terangnya.

Johnny juga meyakini jika praktik korupsi bukan hanya satu orang saja tetapi dilakukan secara berjamaah. Utamanya, anggota legislatif tidak bisa melakukan korupsi jika pihak eksekutif tidak terlibat.

“Korupsi DPR RI ini tidak akan pernah terjadi kalau pejabat pejabat eksekutif tidak mau ikut memberikan atau melaksanakan itu. Diam saja dan bilang singkat enggak mau,” kata Jhonny.

Seperti diketahui, dalam kasus ini KPK sendiri telah menetapkan empat tersangka ‎kasus dugaan suap terkait usulan Dana Perimbangan Keuangan Daerah pada RAPBN-P tahun anggaran 2018. Keempatnya yani, Anggota Komisi XI DPR RI, Amin Santono, PNS Kemenkeu, Yaya Purnomo, perantara suap, Eka Kamaluddin, serta pihak swasta, Ahmad Ghiast.

Amin Santono diduga telah menerima uang suap ‎sebesar Rp500 juta dari dua proyek di Kabupaten Sumedang dengan nilai total proyek sekira Rp25 miliar. uang Rp500 juta tersebut diduga bagian dari total komitmen fee sebesar Rp1,7 miliar.

Uang tersebut diberikan kepada Amin Santono dari seorang kontraktor di lingkungan Pemkab Sumedang, Ahmad Ghiast. Uang Rp500 juta diberikan kepada Amin dalam dua tahapan.

Pada tahapan pertama, Ahmad Ghiast mentransfer uang Rp100 juta melalui seorang perantara suap Eka Kamaluddin. Kemudian, tahapan kedua, Ahmad Ghiast menyerahkan secara langung di sebuah restoran di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur.

‎Yaya Purnama juga berperan bersama-sama serta membantu Amin Santono meloloskan dua proyek di Pemkab Sumedang. Dua proyek tersebut yakni, proyek pada Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman dan Pertanahan di Kabupaten Sumedang dan proye di Dinas PUPR Sumedang.

Akibat perbuatannya, pihak penerima suap, Amin, Eka, dan Yaya disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebagai pihak pemberi suap, Ghiast disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (CHA/TGU).