Koran Sulindo – Isu kriminalisasi menjelang Pilkada serentak 2018 membuat Kapolri Jenderal Tito Karnavian kembali berpedoman pada Peraturan Kapolri Nomor SE/7/VI/2014.
Surat edaran dibuat pada masa kepemimpinan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti berisi untuk menunda sementara laporan yang menyangkut calon kepala daerah hingga Pilkada usai.
Tito juga membantah tudingan jika Polri melakukan kriminalisasi kepada kader Partai Demokrat, Syaharie Jaang yang maju sebagai calon gubernur dalam ajang Pilgub Kaltim.
Menurutnya tidak ada larangan kepada penegak hukum termasuk Polri untuk melakukan proses hukum baik saksi maupun tersangka.
“Namun untuk menghindari proses hukum yang nanti bisa berdampak terhadap kontestasi politik, saya selaku Kapolri, mengajak, menghimbau, dan berusaha mengajak para penegak hukum lain, kejaksaan, KPK, koordinasi Bawaslu, untuk menunda bila ada pemeriksaan yang terkait pasangan calon,” kata Tito di Mabes Polri, Jumat (5/1).
Tito menambahkan, penundaan pemeriksaan itu dilakukan saat KPU sudah resmi menetapkan pasangan calon yakni pada 12 Februari mendatang. “Jangan ada lagi pemanggilan kepada mereka, proses hukum nanti dilanjutkan setelah Pilkada selesai itu baru fair,” tandasnya.
Pemanggilan oleh polisi menjadi tidak fair karena nanti bisa memengaruhi opini publik. Padahal politik sangat dipengaruhi oleh opini publik. “Dalam kaitannya itu dulu pernah dilaksanakan saya selaku Kapolri kemarin sudah memerintahkan Kabareskrim untuk berkoordinasi dengan Bawaslu, Kejaksaan dan KPK kita membuat MoU,” kata Tito.
Kendati demikian ada pengecualian, yakni bagi mereka paslon yang tertangkap tangan menerima suap. “Kecuali kalau ada OTT. Misalnya dugaan suap oleh paslon kepada siapa gitu.”
Dalam Pilkada Serentak 2015 lalu, Polri memang menunda sementara proses penyidikan kepada calon kepala daerah yang dilaporkan atau tersangkut kasus pidana tertentu.
Namun Perkap yang dibuat di masa Badrodin ini dikesampingkan Tito saat konstentasi Pilkada DKI tahun lalu. Saat itu, supaya adil, setiap paslon yang dilaporkan polisi tetap ditangani. Contohnya, seperti kasus Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dan Sylviana Murni.(YMA/TGU)