Koran Sulindo — Sikap Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan kukuh menolak impor beras. Hal itu bukan tanpa alasan. Terlebih sejak setahun lalu, PDI Perjuangan telah memelopori gerakan menanam tanaman pendamping beras yang dilakukan oleh struktural Partai, eksekutif dan legislatif Partai. Tanaman tersebut mencakup sagu, ketela, umbi-umbian, jagung, pisang, talas, porang, sukun dan lainnya.
“Nusantara begitu kaya dengan aneka rupa makanan, kekayaan hortikultura, yang harusnya membuat menteri perdagangan M. Lutfhi percaya bahwa impor beras tidak perlu dilakukan,” ujar Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dalam keterangannya, Senin (22/3).
Menurut Hasto, keputusan Mendag M. Lutfhi selain melupakan basis politik Presiden dan PDI Perjuangan dari PT Pertani (Persero) juga sangat tidak tepat mengingat perekonomin nasional sedang tertekan akibat pandemi Covid-19).
“Mendag Lutfhi hanya menghambur-hamburkan devisa negara, untuk satu produksi pangan yang sebenarnya bangsa Indonesia bisa memroduksi pangan tersebut. Dalam situasi kontraksi ekonomi seperti saat ini penting untuk hemat devisa negara,” sindir Hasto.
Selain mendorong diversifikasi pangan, PDI Perjuangan juga mengajak seluruh simpatisan, anggota, dan kader partai untuk meningkatkan kedaulatan pangan nasional secara swadaya masyarakat. Dijelaskan, kader partai diberi tugas untuk memberi teladan serta mengajak simpatisan dan masyarakat luas untuk secara sadar mengurangi ketergantungan terhadap konsumsi beras sehingga konsumsi beras yang digantikan oleh makanan lain sekitar 5 persen.
“Jumlah tersebut kelihatan sepele, tapi itu akan mengurangi kebutuhan nasional setara dengan 1,5 juta ton. Kalau ini terjadi maka, Indonesia memiliki peluang untuk menjadi eksportir beras,” ucap politikus asal Yogyakarta itu.
“Cara ini jauh lebih terhormat dan akan mampu meningkatkan martabat bangsa. Terkadang kita dijajah oleh cara berpikir yang terlalu pragmatis sehingga melanggengkan ketergantungan terhadap impor,” imbuhnya.
Hasto menuturkan, perlu cara berpikir baru yang disertai langkah strategis dan konsisten agar kita bisa membalik keadaan: dari importir menjadi eksportir beras.
PDI Perjuangan mengingatkan agar menteri sebagai pembantu presiden jangan menjadi beban presiden. “Memaksakan impor beras secara sepihak, tidak hanya bertentangan dengan politik pangan Presiden Jokowi, namun mencoreng muka Presiden Jokowi yang belum lama mengampanyekan gerakan cinta produksi dalam negeri,” tutup Hasto. [CHA]