Cederai Akal Sehat, Klaim AS Kalahkan ISIS

Tentara Suriah yang dibantu Rusia, milisi Hizbullah dan Iran yang berhasil membenamkan kepapa pejuang ISIS di pasir-pasir gurun Suriah.

Koran Sulindo –  Sebelum amnesia kolektif benar-benar menelan habis kesadaran kita, sebaiknya kita mengingat kembali penampilan ISIS pertama kali. Sebuah seragam hitam dengan sepatu Nike yang berkilau dan pick up Toyota dengan senapan mesin, ISIS benar-benar maujud seperti yang dibayangkan CIA oleh Hollywood.

Segera setelah ISIS muncul di Suriah dengan ‘pesta’ kekejaman yang menjijikkan, Amerika dan segala pejabatnya termasuk bekas Menteri Luar Negeri John Kerry segera mengumandangkan lonceng alarm yang menyebut mereka bakal menyerang AS dan menakut-nakuti publik bahwa mereka akan “membunuh kita semua”.

Seperti biasa, kampanye busuk itu ditelan media mainstream sekaligus mengaburkan fakta utamanya yakni mendongkel kekuasaan Presiden Suriah Bashar al-Assad.

Bagaimana AS menciptakan ISIS sebenarnya bisa kembali ditelusuri tahun 2004 pada sosok Abu Musab al-Zarqawi. Setelah invasi AS ke Irak, Zarqawi mengumandangkan baiat pada Osama Bin Laden dan membentuk al-Qaeda cabang Irak. Jadi bisa dipastikan, Al-Qaeda tak pernah eksis hingga invasi AS oleh Presiden George Bush.

Invasi ke Irak didasarkan pada ide bohong bahwa Saddam Hussein memiliki senjata pemusnah massal. Penampilan Al-Qaeda di Irak mudah diprediksi karena rakyat Irak jelas menentang invasi ilegal itu. Al-Qaeda tercipta dari halusinasi Bush.

Ketika tentara AS di Irak bersekutu dengan orang-orang Sunni untuk mengalahkan sisa pengikut partai Baath yang pro Saddam, dengan sadar mereka sebenarnya menyimpan bom waktu untuk masa depan. Dukungan sinis serupa dengan kesepakatan munafik Inggris baik dengan Sunni atau Syiah untuk mendongkel Kekaisaran Ottoman.

Sebelumnya, proyek sejenis telah diwujudkan Presiden Jimmy Carter pada tahun 1980 ketika mendukung mujahidin radikal Islam di Afghanistan untuk mengusir tentara Uni Soviet dari negeri itu.

Menggandeng monarkhi absolut di Arab Saudi untuk membiayai orang-orang Sunni, Riyadh benar-benar bertingkah bak pion AS untuk mendorong perubahan rezim di negara-negara Arab sekuler.

Dalam perang saudara di Suriah, dibantu Washington Saudi terus mendorong, melatih dan membayar tentara bayaran dari seluruh Asia Barat Daya untuk menggulingkan Assad yang emoh menyokong peran sebagai AS polisi global. Assad justru menggunakan kekayaan Suriah untuk kepentingan rakyat Suriah, persis seperti yang dilakukan Saddam Hussein di Irak dan Muammar Gaddafi di Libya.

“Assad harus pergi,” lantas menjadi mantra bagi Obama, Clinton, Kerry dan golongan Wahhabi di Saudi. Bagi orang-orang model ini, tak penting berapa banyak orang Syria, Libya atau Irak yang mati.

Jadi mutlak, ISIS dan segala sampah-sampah radikal di Timur Tengah adalah ciptaan AS dan sekutunya.

Cerita busuk

Mereka merekrut muslim dari seluruh dunia dan bahkan secara formal jelas-jelas mendukung kekuatan militer mereka dengan sayap udara mereka yang superior. Kampanye ini segera didukung oleh histeria media Barat yang menyebut dalam headline mereka sebagai “kaum Islamis moderat.”

Mereka inilah corong utama ide perang para hawkis, persis seperti alasan invasi ke Irak yang penuh kebohongan itu.

Lucunya, dengan dentang lonceng Tahun Baru 2018 AS justru menepuk dada mengklaim telah mengalahkan ISIS tahun 2017. Klaim itu jelas bertentangan dengan fakta sesungguhnya. Penumpasan ISIS jelas diinisasi oleh Assad, Rusia serta Hizbullah dan Iran.

Presiden AS Donald Trump dengan jumawa mengklaim dalam setahun pemerintahannya ia berhasil melakukan apa yang 8 tahun gagal dilakukan Obama. Trump menyebut setahun terakhir ia mendengar lebih banyak, “ISIS menarik ribuan pejuang asing ke tujuan anti-Barat dan merencanakan serangan teror yang menghancurkan di seluruh dunia akhirnya menyerah secara massal. Akibat kampanye pengeboman yang dipimpin AS dan pasukan koalisi.”

Klain itu jelas merupakan mimpi di siang bolong dan mencederai akal sehat.

Bagi mereka yang mengidap amnesia jelas melupakan bagaimana Rusia berupaya tanpa henti menghancurkan konvoi truk tangki ISIS yang berbaris membawa minyak curian ke Turki. Serangan itu jelas, digunakan untuk mendanai mereka sekaligus memperkaya mekelar gelap minyak binaan Recep Tayyip Erdogan.

Aneh, dengan seluruh teknologi yang diklaim sebagai paling maju di dunia dan ribuan misi pengeboman bagaimana bisa AS tak bisa melihat iring-iringan konvoi itu. Mereka juga mengaku tidak bisa menemukan ribuan petarung ISIS yang bahkan dilengkapi tank. AS justru dengan jitu malah membom tentara Suriah. AS hanya melihat apa yang ingin dilihat, membom apa yang ingin dibom, dan itu jelas bukan ISIS.

Media Barat mainstream jelas enggan mengakui bahwa justru Rusia dan bukan AS yang membenamkan kepala para pengecut ISIS itu di pasir gurun. Mereka merendahkan konstribusi Rusia  dan justru menampilkan AS dan 67 sekutunya dari seluruh dunia ketika “melatih, mendukung dan memberikan dukungan udara” kepada orang-orang pemberontak moderat Suriah.

Satu hal yang mereka lupakan, ‘pemberontak moderat’ itu adalah hasil militan Kurdi atau faksi-faksi re-branding Al-Qaeda dan kelompok radikal lainnya. Kota-kota dan desa-desa yang dihancurkan atas nama ISIS, gagal membasmi kelompok itu selain menciptakan korban sipil dan ratusan ribu pengungsi Suriah. Di Raqqa yang menjadi ibu kota kekhalifahan, AS dan sekutu Kurdi-nya justru membebaskan ribuan pejuang ISIS agar mereka bisa bertempur kembali melawan tentara Suriah.

Media Barat, selain mengejek peran Rusia di Suriah mereka melupakan bahwa mereka diundang pemerintah yang sah di Damaskus. Fakta itu sekaligus mengabaikan bahwa operasi AS dan sekutunya di Suriah adalah pelanggaran kedaulatan sebuah negara yang menjadi anggota PBB.

Jadi, bagaimanapun narasi ‘kehebatan’ AS memberantas kelompok-kelompok radikal sebenarnya tak lebih dari isapan jempol. Sebuah cerita militer paling  kuat di dunia dengan senjata tercanggih dan anggaran militer tahunan sebesar US$ 1 triliun mengalahkan kelompok yang justru mereka ciptakan sendiri adalah cerita busuk. [TGU]