Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) berencana mengenakan biaya akses data Nomor Induk Kependudukan sebesar 1.000 rupiah setiap kali akses data. Alasan penarikan pungutan ini karena ada kebutuhan dana untuk bisa beli server dan melakukan peremajaan perangkat.
Kemendagri mengaku sedang menyusun regulasi tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) layanan pemanfaatan data Adminduk oleh user yang saat ini sudah memasuki tahap paraf koordinasi antar kementerian dan lembaga.
“Dari PNBP ini diharapkan dapat membantu Ditjen Dukcapil dalam melakukan pemeliharaan dan pengembangan sistem dalam jangka panjang,” kata Dirjen Dukcapil Zudan Arif Fakrulloh dalam keterangannya, Rabu (13/4/2022).
Zudan menjelaskan bahwa nantinya kementerian dan lembaga akan dikenakan biaya untuk mengakses verifikasi data Adminduk. Sistem itu akan mulai diberlakukan tahun ini atau 2022.
“Untuk kami bisa beli server dan peremajaan perangkat lainnya,” kata Zudan.
Sebelumnya, Zudan mengungkap server data kependudukan tak pernah diperbarui karena tak ada anggaran. Kemendagri sudah empat kali mengajukan anggaran, tetapi selalu ditolak Kementerian Keuangan.
Zudan menjelaskan penyusunan draf RPP PNBP, kementerian dan lembaga juga turut andil di dalamnya. Mendagri Tito Karnavian pun sudah menyetujui dan memaraf draf RPP PNBP.
“Dukcapil Kemdagri sudah menggratiskan selama 8 tahun ditanggung APBN. Saatnya semua lembaga yang memungut profit untuk berbagi beban dengan Dukcapil. Selama ini bebannya ada di pundak Dukcapil semuanya,” jelas Zudan.
Ada beberapa skema pembayaran yang akan disepakati antara Kemendagri dengan kementerian dan lembaga terkait.
“Ada banyak skemanya. Ada akses NIK, foto wajah, pemadanan data. Dan sudah disosialisasikan juga ke berbagai lembaga sesuai rapat terdahulu untuk akses NIK Rp1.000 per akses NIK,” ungkap Zudan.
Zudan mengatakan perangkat keras tersebut rerata usianya sudah melebihi 10 tahun. Selain itu, sudah habis masa garansi. Spare part perangkat itu pun sudah tidak diproduksi lagi (end off support/end off life).
Kebijakan itu dibuat karena pengajuan anggaran untuk pemeliharaan dan perbaikan server data kependudukan tak pernah direstui Kementerian Keuangan. Padahal, server data kependudukan belum pernah dimutakhirkan sejak 2011.
Sejalan dengan itu, lanjut Zudan, Kemendagri sedang mengajukan alternatif pendanaan melalui Bappenas dan World Bank. [DES]