Para penikmat sejarah Kekaisaran Romawi Kuno mungkin sudah tidak asing dengan film bertajuk Gladiator yang disutradarai oleh Ridley Scott. Di tahun 2024, Paramount Pictures International meluncurkan sekuel dari film ini, yaitu Gladiator 2.
Masih disutradarai oleh Scott, Gladiator 2 menghadirkan dua aktor baru, yaitu Paul Mescal dan Pedro Pascal. Connie Nielsen kembali tampil sebagai Lucilla, anak dari Marcus Aurelius. Film ini juga menampilkan aktor kawakan Denzel Washington.
Berbeda dengan Gladiator yang mengangkat Kaisar Commodus sebagai antagonis, Gladiator 2 memiliki dua antagonis utama, yaitu Kaisar Caracalla (Fred Hechinger) dan Kaisar Geta (Joseph Quinn).
Dalam film Gladiator 2, Kaisar Caracalla dan Kaisar Geta adalah saudara kembar yang memimpin Kekaisaran Romawi Kuno bersama. Keduanya terkenal tiran dan megaloman. Alasan mengapa ada dua kaisar dalam film tersebut adalah menyesuaikan dengan fakta sesungguhnya dalam sejarah Kekaisaran Romawi Kuno.
Kehidupan Awal
Melansir dari beberapa sumber, Caracalla lahir pada 4 April 188 di Lyon dengan nama Septimius Bassianus. Nama ‘Caracalla’ sebenarnya adalah julukan merendahkan yang merujuk pada sejenis jubah tebal berkerudung yang biasa dia kenakan, dan banyak digunakan di pelosok-pelosok kekaisaran. Adiknya, Publius Septimius Geta, lahir setahun kemudian. Tidak seperti di film Gladiator 2, mereka berdua bukan saudara kembar.
Ayah mereka, Septimius Severus, merupakan gubernur provinsi yang melayani Kaisar Commodus pada masa itu. Severus lahir di Leptis Magna (sekarang Al-Khums, Libya) di provinsi Romawi Afrika. Ibu mereka, Julia Domna, lahir di Emesa, provinsi Romawi Suriah dari keluarga Arab. Dengan demikian Caracalla dan Geta memiliki darah Punic dari pihak ayah dan darah Arab dari pihak ibu.
Pada tahun 193, Severus menjadi kaisar Romawi yang baru. Seiring dengan meningkatnya kekuatan politiknya, dia membawa stabilitas sosial dalam waktu singkat setelah pertikaian selama bertahun-tahun setelah kematian Commodus.
Dua atau tiga tahun kemudian, Severus memberi Caracalla pangkat kekaisaran Caesar. Lalu untuk mengamankan warisan keluarganya, Severus menunjuk Caracalla sebagai wakilnya sekaligus kaisar penuh pada tahun 198 M, saat dia baru berusia 10 tahun. Caracalla juga memperoleh gelar imam besar pontifex maximus.
Sementara itu di hari yang sama, Geta mendapat pangkat nobilissimus caesar, dan mendapat wewenang menangani tugas administratif dan birokrasi Kekaisaran Romawi Kuno.
Pada akhir tahun 199, pada usia 11 tahun, Caracalla mendapat gelar kehormatan pater patriae, yang bahasa Latin berarti “bapak negara” atau “bapak tanah air”. Kemudian pada tahun 202, dia menjadi konsul Romawi.
Pada tahun 205, di usia 16 tahun, Caracalla menjadi konsul Romawi untuk kedua kalinya, sementara Geta memperoleh gelar yang sama untuk pertama kalinya. Tiga tahun kemudian, Caracalla kembali menjadi konsul Romawi dan Geta menjalani periode konsul kedua.
Meski menjalankan pemerintahan bersama ayah mereka, dengan bantuan ibu mereka di balik layar, kedua bersaudara itu sulit akur. Severus sendiri memperlakukan Caracalla sebagai “ahli waris,” sementara Geta lebih sebagai “cadangan”. Dalam kampanye melawan Inggris, Severus menyuruh Caracalla memimpin pasukan, sementara Geta mendapat wewenang sipil.
Pada tahun 209 M, Severus resmi menyatakan Caracalla dan Geta sebagai kaisar Romawi Kuno, saat mereka baru berusia 20-an. Dengan demikian Romawi Kuno berada di bawah kepemimpinan 3 kaisar sekaligus. Sayangnya, keputusan ini hanya membawa kembali ketidakstabilan sosial yang menjadi ciri pemerintahan para pendahulunya, sebab Caracalla dan Geta terus bersaing.
Geta digambarkan sebagai seorang intelektual yang tertarik pada administrasi sipil, sedangkan Caracalla berhasrat meraih kemenangan dalam pertempuran dan tidak sabar untuk menjadi kaisar.
Saat menemani Severus dalam kampanye militernya ke Inggris bagian utara pada awal abad ke 3 Masehi, dia diduga mencoba meracuni ayahnya yang sedang sakit untuk mempercepat kenaikan takhtanya. Meskipun percobaan pembunuhan itu gagal, Severus meninggal karena sakit pada bulan 4 Februari 211 M di Eboracum. Saat itu Caracalla berusia 22 tahun, Geta 21 tahun.
Memerintah Bersama
Saat menjadi kaisar bersama, Caracalla dan Geta dengan tergesa-gesa mengakhiri kampanye di Inggris dan kembali ke Roma. Dalam perjalanan kembali dari Inggris ke Roma, mereka terus berdebat, memperparah hubungan mereka.
Mereka mempertimbangkan untuk membagi Kekaisaran Romawi Kuno menjadi dua di sepanjang Bosphorus untuk membuat pemerintahan bersama mereka tidak terlalu bermusuhan. Rencananya, Caracalla akan memerintah di barat, sementara Geta memerintah di timur. Ibu mereka, Julia Domna, melarang gagasan ini.
Beberapa bulan berikutnya diwarnai oleh permusuhan, kecurigaan, dan persekongkolan terus-menerus. Caracalla ingin Geta bersikap patuh kepadanya, terutama dalam urusan politik, tetapi Geta menganggap wewenangnya setara dengan saudaranya.
Sebagian besar permusuhan mereka disebabkan oleh Caracalla, yang beberapa kali mencoba membunuh Geta. Ketegangan di antara keduanya sangat mencemaskan sehingga mereka menolak berada di ruangan yang sama tanpa kehadiran ibu dan pengawal mereka masing-masing karena takut akan upaya pembunuhan. Caracalla dan Geta bahkan membagi istana kekaisaran menjadi dua dan membangun faksi pendukung mereka masing-masing dengan tujuan menggulingkan satu sama lain.
Pemerintahan bersama itu hanya bertahan lama karena mediasi ibu mereka. Selama bertahun-tahun, Julia Domna berhasil membuktikan dirinya sebagai operator yang cerdik sekaligus penasihat pemerintahan. Memiliki sifat yang ambisius, dia memainkan peran publik yang menonjol, menerima gelar kehormatan, dan membantu mengelola kekaisaran dari belakang layar.
Upaya Pembunuhan Geta
Ketidaksabaran Caracalla mencapai puncaknya, dan dia memutuskan untuk membunuh Geta. Pada 26 Desember 211, Julia Domna mengadakan sebuah pertemuan di apartemen pribadinya untuk tujuan rekonsiliasi.
Caracalla berpura-pura menyetujui perundingan damai itu dan memancing Geta untuk datang tanpa pengawalnya. Begitu Geta datang, Caracalla memerintahkan salah satu Centurion-nya untuk menikam Geta. Terluka dan berdarah, Geta berlari ke ibunya dan memeluknya erat-erat, lalu meregang nyawa.
Pembunuhan ini ditunjukkan dalam Gladiator 2, namun tidak sedramatis kisah aslinya. Caracalla tidak membunuh Geta dalam pertemuan rekonsiliasi yang diatur oleh ibu mereka. Julia Domna bahkan tidak mendapat tempat di film ini.
Setelah upaya pembunuhan itu, Caracalla menerapkan damnatio memoriae, yaitu kebijakan mengutuk kenangan akan Geta. Dia memerintahkan penghapusan gambar Geta dari semua lukisan, peleburan koin-koin, penghancuran patung-patung, dan penghilangan namanya dari catatan papirus. Menyebut atau menulis nama Geta bahkan menjadi sebuah pelanggaran.
Pembunuhan tersebut menimbulkan pembantaian besar-besaran terhadap para pendukung dan simpatisan Geta, dan para prajurit dibiarkan membuat kekacauan terhadap penduduk Roma. Penjarahan dan pertumpahan darah berlangsung setidaknya selama dua minggu, menewaskan 20.000 orang.
Kematian Geta juga menyebabkan tanggung jawab Julia Domna meningkat, karena Caracalla tidak menyukai tugas administratif. Namun, otoritas tertinggi dalam masalah hukum tetap berada di tangan Caracalla, sebab Kaisar mengisi semua peran dalam sistem hukum sebagai hakim, legislator, dan administrator.
Caracalla memerintah Kekaisaran Romawi Kuno selama enam tahun lagi. Dia menjadi terkenal karena kekejamannya dan keputusannya untuk mengeksekusi lawan politiknya. Selama kunjungannya ke Alexandria di Mesir, misalnya, dia memerintahkan pembantaian sebagai balasan atas lelucon yang dibuat terhadapnya. Karena sadis dan sulit ditebak, Caracalla dibenci oleh kaum elit Roma, terutama Senat.
Meski kejam, Caracalla mencapai setidaknya dua hal besar dalam masa kepemimpinannya. Yang pertama adalah Konstitusi Antoninus, yang juga dikenal sebagai Dekret Caracalla. Diterbitkan pada tahun 212 M, konstitusi ini memberikan kewarganegaraan Romawi kepada semua penduduk di Kekaisaran Romawi Kuno.
Pencapaian keduanya adalah pembangunan kompleks Pemandian Caracalla yang megah dan terbesar di Roma pada masa itu. Kompleks itu mampu menampung 1.600 orang, memiliki pemandian dan kolam yang luas, langit-langit berkubah, perpustakaan, pusat kebugaran, aula, dan taman, serta berhiaskan marmer, mosaik, dan patung yang indah. Pembangunan pemandian tersebut sebenarnya telah dimulai pada masa pemerintahan Severus.
Satu-satunya hal yang Caracalla pedulikan adalah kejayaan militer. Dia dicintai oleh para prajurit karena menaikkan gaji mereka hingga 50 persen. Di sisi lain, dia terobsesi menjadi Alexander Agung yang baru. Dia mencoba meniru Alexander Agung dalam segala hal, termasuk pakaiannya, strategi militernya, dan menggambarkan dirinya sebagai raja dewa yang agung. Caracalla secara pribadi melakukan kampanye melawan suku-suku Jerman, mencapai kemenangan, dan mempersiapkan kampanye kedua melawan kekaisaran Parthia.
Kematian Caracalla
Pada tanggal 8 April 217, Caracalla yang baru berusia 29 tahun, sedang melakukan perjalanan untuk mengunjungi sebuah kuil di dekat Carrhae (sekarang Harran di Turki selatan). Setelah berhenti sebentar untuk buang air kecil, seorang prajurit bernama Justin Martialis mendekati Caracalla dan menikamnya sampai mati.
Pembunuhan ini merupakan plot yang disusun oleh Macrinus, seorang pengacara dan birokrat terampil yang menjabat sebagai prefek praetorian. Macrinus tahu bahwa jika dia tidak menyerang lebih dulu, Caracalla hampir pasti akan datang untuknya. Martialis sendiri memiliki kekecewaan pribadi karena Caracalla menolak untuk memberinya posisi perwira (Centurion). Dalam beberapa menit, Martialis dibunuh oleh pengikutnya Caracalla.
Dalam film Gladiator 2, Macrinus tidak memerintahkan seorang prajurit untuk menghabisi Caracalla. Dia menghabisi sang kaisar muda dengan tangannya sendiri di istana kekaisaran.
Ketika Caracalla dibunuh, Julia Domna sedang berada di Antiokhia untuk memilah-milah surat dan menyingkirkan pesan-pesan yang tidak penting sehingga ketika Caracalla kembali, dia tidak akan dibebani oleh tugas-tugas. Tiga hari kemudian, Macrinus mendeklarasikan dirinya sebagai kaisar dengan dukungan tentara Romawi. [BP]