Masyarakat diminta mewaspadai penyebaran virus cacar monyet atau monkeypox yang kini sedang mewabah di Eropa. Menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkapkan cacar monyet yang disebabkan oleh virus Human Monkeypox (MPVX) berpotensi dapat menular lewat percikan pernapasan alias droplet.
Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril mengatakan cacar monyet paling banyak menular melalui kontak erat dan sentuhan langsung, baik dengan manusia yang sedang sakit cacar monyet, atau dengan hewan monyet yang terpapar virus tersebut.
“Penularan pertama bisa darah air liur maupun cairan tubuh. Yang kedua lesi di kulit, kan cacar ini seperti ada cairannya, maka itu kalau pecah bisa memberikan penularan. Kemudian juga ada dugaan droplet di pernapasan,” kata Syahril dalam konferensi pers, Selasa (24/5).
Syahril kemudian membeberkan gejala dan tanda penyakit cacar monyet ini. Ia menyebut, masa inkubasi penyakit ini biasanya 6-16 hari namun dapat mencapai 21 hari. Selama 1-3 hari gejala awal, seseorang yang terpapar akan merasakan sejumlah gejala.
Di antaranya demam tinggi, sakit kepala hebat, pembengkakan kelenjar getah bening atau limfadenopati. Kemudian nyeri punggung dan nyeri otot serta lemas.
“Ruam atau lesi pada kulit biasanya dimulai dari wajah kemudian menyebar ke bagian tubuh lainnya secara bertahap,” ujarnya.
Belum terdeteksi di Indonesia
Syahril menegaskan bahwa cacar monyet belum terdeteksi di Indonesia. Namun, ia memastikan hingga pemerintah terus memantau kasus secara global dan meningkatkan kewaspadaan di pintu masuk Indonesia.
“Indonesia belum ada laporan kasus cacar monyet ini, artinya seluruh fasilitas kesehatan, puskesmas, rumah sakit dan dinas kesehatan belum ada laporannya itu,” kata Syahril.
Syhril melanjutkan, penyakit cacar monyet ini telah menjadi penyakit endemi di 12 negara di antaranya yakni Benin, Sudan Selatan, Ghana, Kamerun, Republik Afrika Tengah, Republik Demokratik Kongo, Gabon, Pantai Gading, Liberia, Nigeria, Republik Kongo dan Sierra Leone.
Ia sekaligus menjelaskan bahwa virus ini biasanya tidak menyebar dengan mudah di antara orang-orang, tetapi dapat ditularkan melalui kontak orang-ke-orang yang dekat atau kontak dengan barang-barang yang digunakan oleh orang yang menderita cacar monyet, seperti pakaian, tempat tidur, atau peralatan makan.
Kemenkes telah menyiapkan Surat Edaran (SE) untuk meningkatkan kewaspadaan baik di wilayah dan Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP).
Selain itu, Kemenkes juga akan melakukan revisi pedoman pencegahan dan pengendalian cacar monyet dengan menyesuaikan situasi dan perkembangan dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang berisi tatalaksana klinis, komunikasi risiko dan pengelolaan laboratorium.
Tentang monkeypox
Monkeypox pertama kali ditemukan pada tahun 1958 ketika sejenis penyakit cacar dideteksi pada koloni monyet dalam penangkaran untuk riset. Kasus monkeypox pada manusia kemudian ditemukan pada tahun 1970 di negara Republik Demokrati Kongo dan kemudian menyebar di kawasan afrika tengah.
Virus cacar monyet termasuk dalam genus Orthopoxvirus dalam famili Poxviridae. Genus Orthopoxvirus juga termasuk virus variola (penyebab cacar), virus vaccinia (digunakan dalam vaksin cacar), dan virus cacar sapi.
Kasus cacar monyet pada manusia telah terjadi di luar Afrika terkait dengan perjalanan internasional atau hewan impor, termasuk kasus di Amerika Serikat, serta Israel, Singapura, dan Inggris.
Reservoir alami cacar monyet masih belum diketahui. Namun, hewan pengerat Afrika dan primata non-manusia (seperti monyet) dapat menampung virus dan menginfeksi manusia.
Virus ini dapat menyebar ketika seseorang melakukan kontak dekat dengan orang yang terinfeksi. Virus dapat masuk ke dalam tubuh melalui kulit yang luka, atau melalui mata, hidung atau mulut.
Gejala awal yang ditimbulkan hampir menyerupai penyakit cacar biasa, dapat berupa demam, sakit kepala, bengkak, nyeri punggung juga nyeri otot.
Setelah mengalami demam, ruam dapat berkembang, seringkali dimulai pada wajah, kemudian menyebar ke bagian tubuh lainnya, paling sering pada telapak tangan dan telapak kaki.
Ruam, yang bisa sangat gatal atau nyeri, berubah dan melewati tahap yang berbeda sebelum akhirnya membentuk keropeng, yang kemudian rontok. Lesi dapat menyebabkan jaringan parut. Infeksi biasanya hilang dengan sendirinya dan berlangsung antara 14 dan 21 hari.