Koran Sulindo – Buni Yani, terdakwa kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) akan menerima vonis dalam sidang pengadilan di Gedung Perpustakaan dan Arsip Kota Bandung, hari ini.
Jaksa dalam sidang 4 Oktober lalu menuntut Buni dijatuhi hukuman penjara dua tahun dan denda Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan karena melanggar undang-undang ITE dengan mengedit video pidato Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) pada 27 September 2016 di Kepulauan Seribu.
“Perbuatan Saudara secara sah dan meyakinkan telah memenuhi unsur pidana ITE berupa melakukan dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum menambah, mengurangi, menghilangkan terhadap informasi elektronik atau dokumen elektronik milik orang lain atau milik publik,” kata jaksa Andi M. Taufik, saat itu, seperti dikutip Antaranews.com.
Buni didakwa dengan pasal 32 ayat 1 jo pasal 48 ayat 1 tentang orang yang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan atau dokumen elektronik milik orang lain atau milik publik.
Video pidato Ahok itu yang antara lain menyebut ada pihak yang pakai Alquran Surah Al Maidah 51 untuk kepentingan tertentu. Pidato itu kemudian dipotong kata “pakai”-nya oleh Buni, di-upload ke akun Facebook-nya, lalu digoreng media sosial, dan memicu protes dan aksi massa besar.
Ahok dinyatakan bersalah melakukan tindakan penodaan agama dan dihukum dua tahun penjara, dan langsung dieksekusi hari itu juga.
Sebelumnya, Jaksa Agung HM Prasetyo menjelaskan alasan jaksa penuntut umum menjatuhkan tuntutan pidana dua tahun penjara untuk Buni karena melihat vonis untuk Ahok.
“Untuk kasus Buni Yani ini JPU telah mengajukan tuntutan pidana selama dua tahun penjara dan segera masuk. Kenapa demikian, untuk keseimbangan,” kata Prasetyo, dalam rapat kerja dengan Komisi III di Gedung DPR, Jakarta, 11 Oktober lalu.
Kejaksaan menggunakan teori adequat untuk membuat tuntutan terhadap Buni. Teori itu menyebut sebuah kejadian tidak akan terjadi jika tidak ada kejadian sebelumnya.
Kasus dugaan pidana yang dilakukan oleh Buni telah menyebabkan pidana lain, yakni kasus penistaan yang dilakukan Ahok, karena itu Buni harus mendapat hukuman yang sama dengan apa yang dilakukan Ahok. [DAS]