Salah satu mobil yang sering dipakai Bung Karno untuk melakukan perjalanan incognito adalah sebuah Volkswagen Beetle atau yang lebih dikenal dengan sebutan VW Kodok. Di hari yang genting sesudah terbunuhnya Mayor Jenderal Suwondo Parman, Letnan Jenderal Ahmad Yani, dan beberapa jenderal lainnya, Presiden Soekarno juga naik mobil ini.
Pada malam 30 September 1965 Soekarno datang ke rumah Ratna Sari Dewi di Wisma Yaso (kini Museum Satria Mandala) di selatan Jakarta. Paginya, 1 Oktober 1965, dia bergerak ke rumah istrinya yang lain, Haryatie di kawasan Grogol. Karena kondisi keamanan yang kisruh, Sukarno kemudian pergi secara diam-diam ke Pangkalan Udara Halim Perdanakusumah. “Mobil Bapak yang semula Chrysler hitam bernomor B 4747 diganti dengan mobil VW bernomor B 75177 berwarna biru laut. Sopirnya tetap sopir kepercayaan,” aku Hariyatie, salah satu istri Soekarno, dalam Hariyatie Soekarno: The Hidden Story (2001: 42).
Sopir kepercayaan dimaksud tak lain adalah Letkol Soeparto, Kepala Teknik Kendaraan Istana Negara yang juga orang kepercayaan Bung Karno. Mobil VW bernomor B 75177 tersebut juga sehari-harinya berada di rumah Letkol Soeparto. “Saya tak tahu persis apakah VW itu milik pribadi bapak, atau kendaraan operasional dinas milik pemerintah. Tapi, setiap hari selalu ada di rumah saya,” kata Supartono, putra Letkol Soeparto.
Dalam perjalanan rahasia itu, Letnan Kolonel Soeparto pula yang menyupiri mobil VW Kodok tersebut. “Sopir mobil Bung Karno dalam perjalanan incognito (rahasia) dulunya Anwar Ilyas, kemudian Soeparto yang juga menjabat kepala kendaraan Istana dengan wakil, Soenarko dari anggota DKP,” sebut Mangil Martowidjojo dalam Kesaksian tentang Bung Karno, 1945-1967 (1999: 489).
Situasi nasional setelah 30 September 1965 sangatlah kacau dan tak menentu. Jangankan nasib rakyat yang tak pernah dikawal, nasib kepala negara yang dikawal ratusan prajurit pilihan saja tidak jelas. “Agar tidak menyolok, maka perjalanan Presiden Sukarno ke Halim menggunakan mobil Volkswagen (VW) Beetle, yang di Indonesia populer dengan sebutan VW Kodok,” tulis James Luhulima dalam Kisah Istimewa Bung Karno (2010: 234). VW Kodok itu tidak sendiri, ada jeep yang mengawal di belakangnya. Sementara Chrysler ditinggal di rumah Hariyatie. Sekitar pukul 08.30 pada 1 Oktober, rombongan presiden dengan VW Kodok dan jeep itu memasuki halaman depan Markas Komando Operasi di Pangkalan Udara Halim Perdanakusumah.
Setelah Kolonel Maulwi Saelan dan AKBP Mangil turun dari jeep, maka Sukarno pun turun dari mobil. Kala itu, seperti dicatat Benedicta Soerodjo dan J.M.V. Soeparno dalam biografi Omar Dani, Tuhan, Pergunakanlah Hati, Pikiran dan Tanganku (2001: 69), “sesuai standard operating procedure (SOP) Resimen (pengawal presiden) Tjakrabirawa, salah satu cara untuk menyelamatkan kepala negara jika terjadi sesuatu dan situasi keamanan sangat mendesak adalah membawa ke Pangkalan Angkatan Udara Halim Perdanakusumah.”
Di Bandara Halim, Presiden Sukarno berada di rumah Komodor Soesanto, Direktur Operasi AURI. Sukarno dianggap aman di tempat yang kemudian membuatnya dianggap bersalah dalam tragedi 1965. Dia pergi dari Halim sekitar pukul 23.00 ke arah Istana Bogor, juga dengan mengendarai VW Kodok. Yang mengemudikan juga Letkol Soeparto, dan dikawal langsung oleh Kombes Mangil yang duduk di sebelah Bung Karno.
Di hari-hari terakhirnya di istana negara, VW kodok lagi-lagi jadi saksi kemalangan Sukarno, yang dilengserkan dan dipojokkan setelah 1965. Bung Karno meninggalkan Istana Merdeka sebelum tanggal 1967, tenggat waktu yang ditetapkan rezim Orde Baru. Kala itu Sukarno memakai celana piyama warna krem serta kaus oblong cap Lombok. Sementara bajunya disampirkan ke pundak dan di kakinya memakai sandal Bata yang sudah usang. Dalam kondisi tersebut, Sukarno keluar dari istana dan menuju mobil. “Bung Karno berjalan di depan saya. Sesampainya di mobil merek VW model kodok milik pribadinya, saya bukakan pintu dan duduk di belakang,” kata Sogol Djauhari yang mengawal Bung Karno saat itu.
Mobil VW Kodok itu masih dikemudikan Soeparto. Setelah pintu untuk presiden tertutup, Sogol masuk mobil VW kodok itu dan duduk di samping Letkol Soeparto. Setelah itu Sukarno tak pernah menginjak istana lagi hingga dirinya meninggal dunia.
Kebesarannya sebagai negarawan tak dia tampilkan ketika keluar dari istana. Letkol Soeparto menjadi saksi bahwa Sukarno keluar istana dengan pakaian ala rakyat yang bersahaja dan dengan mobil yang memang dirancang sebagai mobil rakyat. Sayang sekali, mobil VW Kodok yang bersejarah itu tak ada lagi jejak keberadaannya.
“Ketika bapak ditahan, semua barang-barang di rumah kami disita, termasuk VW Kodok itu. Sejak itu, mobil tersebut tak ketahuan lagi dimana keberadaannya,” kata Supartono. [Imran H]
* Tulisan ini pertama dimuat pada 2018