Soekarno dan John F Kennedy/LIFE

Koran Sulindo – Presiden Amerika Serikat John F Kennedy pada 1963 menerima undangan dari Presiden Soekarno untuk mengunjungi Indonesia. Pada 20 November 1963, JFK mengumumkan akan melawat negeri baru di Asia Tenggara itu sekitar April atau Mei 1964. Namun kunjungan itu tak pernah terjadi. Jumat, 22 November 1963 ia tewas ditembak saat berkunjung ke Dallas dengan iringan mobil terbuka.

Kunjungan balasan JFK itu, Bung Karno 2 tahun sebelumnya sekitar 16 hari mengelilingi AS, sebenarnya akan membahas program ekonomi untuk membantu rakyat Papua. Bung Karno dan JFK sepakat Belanda harus menyerahkan Papua Barat ke Indonesia. JFK dan Bung Karno ingin menjalankan program pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat setelah Papua Barat menjadi wilayah Indonesia.

Tanpa setahu JFK dan Bung Karno, Direktur dinas rahasia AS (CIA) saat itu, Allen Dulles tak mau kedua orang itu bersekutu. Setelah JFK ditumpas, Dulles mulai mengincar Bung Karno, membuat peristiwa-peristiwa politik yang membuat Soekarno tak bisa mengkonsolidasikan kekuasaan dan mengurus ekonomi dengan baik. Dulles menggunakan berbagai upaya untuk menggulingkan Sukarno.

“Kenapa Sukarno harus disingkirkan? Jawabnya, jika Sukarno tetap berkuasa, amat sulit bagi Dulles untuk mendapatkan atau menguasai gunung emas di Papua, yang sudah menjadi milik Indonesia. Karena Sukarno seorang nasionalis yang tidak mau tunduk pada imperialisme baru Amerika Serikat,” tulis Ikrar Nusa Bhakti dalam pengantar buku Bayang-bayang Intervensi, Perang Siasat John F Kennedy dan Allen Dulles atas Sukarno (2017).

Buku karya Indonesianis dari Sunshine Coast University, Brisbane, Australia, Greg Poulgrain, aslinya diterbitkan pada 2015, terjemahan bahasa Indonesianya dilaunching di LIPI Jakarta dan Universitas Atmajaya Yogyakarta pekan lalu.

Pembunuhan JFK, penyingkiran Soekarno, naiknya Soeharto, dan pencaplokan gunung emas Grensberg Papua beberapa tahun kemudian ada hubungan saling mengkait.

Dulles tahu jika Bung Karno tetap berkuasa, impiannya menguasai tambang emas di Papua gagal.

Dua tahun setelah JFK ditewaskan, terjadi peristiwa G30S, yang menjadi titik awal tumbangnya kekuasaan Soekarno. Jalan Dulles menguasai tambang emas di Papua pun lancar. Dulles menggangsir gunung emas di Papua itu lewat Freeport.

“Sejak awal berdirinya Freeport sudah sarat kontroversi. Ekspansi bisnis perusahaan asal Amerika Serikat itu masuk saat peralihan rezim Sukarno ke Soeharto. Sehingga praktis, Freeport menginjakan kaki di tanah Papua sewaktu Sukarno tak lagi punya kuasa dan kedigdayaan berada di tangan Soeharto,” kata Greg, saat launching buku yang diterbitkan Galangpress itu di Ruang Pasca Sarjana Gedung Bonaventura UAJY, Yogyakarta, pekan lalu.

Selama 30 tahun, Greg Poulgrain membongkar fakta-fakta yang menguatkan dugaannya itu lewat sumber primer maupun sekunder bahkan mewawancarai langsung tokoh-tokoh kuncinya.

“Allen Dulles berusaha menggulingkan Sukarno karena lama ia mengincar kekayaan alam Indonesia bahkan sebelum John F. Kennedy memimpin Amerika Serikat,” katanya.

Sebenarnya, sebelum buku Poulgrain itu, penelitian yang menghubungkan antara jatuhnya kekuasaan Soekarno pada 1965 dengan tambang tembaga dan emas di Papua itu sudah dilakukan Lisa Pease, lewat tulisan yang diterbitkan di majalah Probe (JFK, Indonesia, CIA and Freeport Sulphur; Edisi Mei/Juni 1996). Poulgrain mengaku tidak membaca tulisan itu sewaktu menulis buku ini.

Freeport

Tambang emas di Papua yang kini dieksplorasi PT Freeport McMoRan awalnya ditemukan tiga geolog asal Belanda, Jean Jacques Dozy, AH Colijn, dan Franz Wissel, yang bekerja untuk Netherland New Guinea Petroleum Company, yang bermarkas di Babo, Papua Barat.

Pada 1936, ketiganya menemukan ‘gunung emas’ di Ertsberg saat melakukan perjalanan ke puncak Cartensz di Papua. Dozy menuangkan temuan tersebut dalam sebuah laporan yang kemudian disimpan di salah satu perpustakaan di Belanda.

Laporan itu tetap tersimpan hingga 1959. Belanda kala itu sadar, jika laporan tersebut dibuka ke publik, hal itu akan berdampak pada situasi politik yang akan mengubah masa depan Papua. Tapi sebenarnya informasi soal penemuan gunung emas di Papua juga sudah diketahui Allen Dulles.

Allen adalah adik kandung Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Foster Dulles. Keluarga Dulles memiliki hubungan yang erat dengan pengusaha raksasa minyak Amerika Serikat berdarah Yahudi, Rockefeller.

Dulles, yang juga pengacara itu sering membantu perusahaan minyak Belanda dan Amerika yang memiliki masalah investasi di wilayah Indonesia, sejak beberapa tahun setelah Indonesia merdeka.

Operasi Dulles menguasai tambang di Papua mulai dilakukannya di masa kepresidenan JFK. Kennedy, pada awal menjabat, melantik Allen Dulles sebagai Direktur CIA.

“Allen Dulles tak memberikan informasi tentang emas kepada Presiden Kennedy,” kata Poulgrain.

Pada saat bersamaan, Dulles juga terus merancang strategi untuk menyingkirkan Sukarno dari kursi presiden. Dulles, yang sudah meniti karier panjang di bidang intelijen, bahkan sejak Presiden Kennedy baru lahir, dengan piawai merancang strategi untuk membuat pemerintahan Soekarno tidak stabil.

Sejak 1950-an, Soekarno sudah mengalami beberapa kali percobaan pembunuhan namun selalu gagal. Pada 1957, sekali lagi nyawa Bung Karno selamat. Ia menyalahkan Belanda, dan menggunakan kejadian itu sebagai dalih untuk menguasai perusahaan-perusahaan Belanda, termasuk maskapai pelayaran dan penerbangan. Soekarno bersumpah akan mengusir Belanda dari Irian Barat. Sebelumnya Soekarno telah mencoba menyelesaikan perselisihan teritori itu melalui PBB, namun hasil pemungutan suara kurang dari 2/3 mayoritas yang diperlukan untuk membentuk suatu komisi yang dapat memaksa Belanda berunding dengan Indonesia.

Kemenangan komunis pada Pemilu 1955, pertikaian internal di AD, dan nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda pada 1957, membuat CIA khawatir atas kepentingan bisnis AS di Indonesia. CIA segera mencetuskan pemberontakan di pulau-pulau di luar Jawa yang kaya sumber daya alam.

Dua perusahaan minyak besar asal Amerika yang beroperasi di Indonesia pada saat itu adalah Standard Oil milik keluarga Rockefeller; Stanvac (patungan Standard Oil of New Jersey dan Socony Mobil); dan Caltex (patungan Standard Oil of California dan Texaco). Dewan direksi Freeport Sulphur banyak diduduki anggota keluarga dan sekutu Rockefeller.

Pada 1958, CIA menjalankan operasi di Indonesia yang dinamai Operation Hike, yaitu mempersenjatai dan melatih puluhan ribu orang Indonesia dan “tentara bayaran” untuk melancarkan serangan-serangan menjatuhkan Soekarno.

Ketika Dubes untuk Indonesia menyurati Washington mengeluhkan perbedaan pendapat tentang cara CIA menangani situasi, Allen Dulles meminta saudaranya John Foster untuk mengganti Dubes itu dengan orang yang mau menerima kegiatan-kegiatan CIA.

Pada waktu-waktu  inilah Freeport (waktu itu masih Freeport Sulphur) memasuki ke Indonesia. Eksplorasi awal pada 1960 ternyata sulit secara teknis, karena harus menggunakan helikopter yang baru dikembangkan dan bor intan. Apalagi perang antara Belanda – yang masih menguasai Irian Barat – dan kekuatan Indonesia yang mendarat di Irian Barat untuk merebut tanah milik Indonesia di depan mata. Beberapa pertempuran bahkan meletus di dekat jalan akses ke lokasi Freeport.

Menjelang pertengahan 1961, para insinyur Freeport berkeras untuk melanjutkan proyek ini. Namun pada saat itu, John F Kennedy menjadi Presiden. Dan ia mengambil arah yang sangat berbeda dari pemerintahan sebelumnya.

Sebelumnya, bantuan yang banyak ditawarkan kepada Indonesia dari Amerika Serikat berbentuk bantuan militer. Setelah Bung Karno mengunjunginya pada 1961 di AS, Kennedy menunjuk tim ahli ekonomi untuk mempelajari bagaimana bantuan ekonomi dapat membantu pembangunan Indonesia secara konstruktif. Kennedy memahami bahwa Soekarno menerima bantuan dan senjata dari Soviet karena ia memerlukan bantuan, bukan karena ia ingin jatuh ke dalam kekuasaan komunis. Bantuan AS akan mencegah Soekarno tergantung pada pasokan komunis. Dan Soekarno pernah menumpas pemberontakan komunis pada 1948. Bahkan Deplu AS mengakui Soekarno lebih seorang nasionalis daripada komunis.

Singkat kata perang RI vs Belanda memperebutkan Papua bisa dihentikan berkat mediasi JFK.

Melalui pemungutan suara, PPB menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia, dengan ketentuan bahwa sebelum 1969, rakyat Irian Barat akan diberi kesempatan untuk memilih apakah akan tetap menjadi bagian Indonesia atau memisahkan diri.

Tak lama setelah itu, JFK memberikan konferensi pers berniat membantu Indonesia dalam membangun Papua, dalam bentuk tindakan sipil yaitu merehabilitasi saluran irigasi, mengeringkan rawa untuk mencetak sawah baru, membangun jembatan dan jalan, dan seterusnya.

JFK juga menyetujui paket bantuan khusus pada 19 November 1963 untuk Indonesia, selain khusus untuk Papua tadi. Namun 3 hari kemudian semua bantuan dan harapan besar hubungan RI-AS sebagai dua negara sahabat yang berdaulat itu lenyap ditelan kebrutalan. JFK ditembak mati. Soekarno kehilangan sekutu terbaiknya.

Soekarno terguncang mendengar kematian JFK.

“Ia memahami saya. Saya merancang dan membangun paviliun khusus di Istana untuk John F. Kennedy, yang telah berjanji akan datang ke sini dan menjadi Presiden AS pertama yang melakukan kunjungan kenegaraan ke negara ini. Sekarang ia tidak akan pernah datang,” kata Soekarno pada penulis biografinya, Cindy Adams,”Katakan pada saya, kenapa mereka membunuh Kennedy?”

Pada hari JFK dibunuh, Kepala Pasukan Pengawal Presiden RI (Cakrabirawa) sedang di Washington mempelajari cara melindungi presiden. [Didit Sidarta]