Ilustrasi yang menunjukkan bulan dikelilingi cincin. (Sumber: Live Science)
Ilustrasi yang menunjukkan bulan dikelilingi cincin. (Sumber: Live Science)

Di sistem Tata Surya, terdapat empat planet yang memiliki cincin, yaitu Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus. Cincin-cincin ini tersusun dari partikel-partikel batu, es, dan debu yang ukurannya bervariasi mulai dari seukuran mikroskopis hingga sebesar rumah.

Semua satelit alami yang mengelilingi planet-planet dalam Tata Surya saat ini tidak memiliki cincin. Akan tetapi, sebuah studi terbaru yang dilaporkan oleh Live Science mengklaim bahwa bulan, Bumi, dan Mars dulunya mungkin memiliki cincin.

Matthew Tiscareno, seorang ilmuwan planet di SETI Institute di Mountain View, California mengatakan bahwa sebuah cincin dapat terbentuk di sekitar sebuah objek, seperti planet dan bulannya, ketika puing-puing mulai mengorbitnya.

Puing-puing ini dapat terlempar dari permukaan benda angkasa tersebut setelah tabrakan asteroid atau komet, atau dapat berupa gumpalan es yang dikeluarkan oleh kriovolkano (cryovolcanoes) yang kuat. Seiring berjalannya waktu, gaya gravitasi di sepanjang tonjolan ekuator planet atau bulan tersebut akan meratakan puing-puing itu menjadi sebuah cincin.

Kriovolkano adalah sejenis gunung berapi yang memuntahkan gas dan material yang mudah berubah menjadi uap, seperti air, amonia, dan hidrokarbon. Karena jenis materialnya, letusan kriovolkano disebut sebagai vulkanisme dingin.

Jika cincin-cincin masih ada di sekeliling suatu planet dan bulan, mereka dapat tetap stabil selama satu juta tahun bahkan ketika ditarik oleh gravitasi objek tata surya lainnya. Mario Sucerquia, seorang astrofisikawan di Universitas Grenoble Alpes, Prancis, dan rekan-rekannya berupaya menyelidiki apakah cincin bulan bisa stabil.

Simulasi Bulan

Sebuah studi tahun 2022 yang ditulis bersama Sucerquia menemukan bahwa secara teoritis, bulan-bulan yang terisolasi dapat memiliki cincin yang stabil di sekelilingnya. Namun penelitian itu tidak mempertimbangkan efek gravitasi bulan dan planet lain.

Untuk menyelidiki hal ini, Sucerquia dan rekan-rekannya mengadakan studi baru, dan menerbitkannya pada 30 Oktober 2024 di jurnal Astronomy and Astrophysics. Dalam penelitian itu, mereka memilih lima set bulan berbentuk bulat dan planet-planet di sekitarnya. Bumi dan bulan masuk dalam set ini.

Untuk setiap set, mereka menambahkan cincin ke semua satelit, lalu mensimulasikan bagaimana cincin-cincin itu akan berperilaku selama satu juta tahun selagi ditarik oleh gravitasi. Mereka juga menghitung bagaimana partikel-partikelnya bergerak selama satu milenium untuk menentukan kestabilan cincin-cincin itu.

Model itu menunjukkan bahwa cincin-cincin pada sebagian besar bulan bersifat stabil, khususnya Iapetus milik Jupiter. Simulasi itu juga menunjukkan bulan milik Bumi memiliki peluang 95% untuk mendukung sistem cincin yang stabil.

Sucerquia mengatakan lingkungan yang tidak bersahabat di sekitar planet tidak akan menghancurkan cincin, melainkan memberi keindahan luar biasa dengan menciptakan struktur seperti celah dan gelombang, mirip dengan cincin Saturnus.

Bagaimana Cincin Bulan Menghilang?

Jika benar bulan pernah punya cincin seperti Saturnus, maka yang menjadi pertanyaannya adalah bagaimana cincin itu menghilang?

Sucerquia dan koleganya berpendapat bahwa faktor non-gravitasi, termasuk radiasi matahari dan partikel bermuatan dari medan magnet sebuah planet, dapat menghancurkan cincin bulan.

Tidak semua orang setuju dengan dugaan itu. Tiscareno, yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut, berpendapat bahwa dalam jangka panjang, cincin yang mengelilingi bulan-bulan itu kemungkinan besar hancur akibat tarikan gravitasi yang berlangsung dalam rentang waktu panjang. Material dan partikelnya lalu menghantam permukaan bulan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jika bulan kita pernah memiliki cincin, cincin itu pasti telah hancur dan jatuh ke permukaan bulan sejak lama. [BP]