Koran Sulindo – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tak perlu melakukan audit ulang laporan keuangan Kementerian Desa PDTT yang mendapat opini wajar tanpa pengecualian (WTP) menyusul adanya operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jumat (26/5) lalu. Alasannya, opini auditor itu diberikan setiap dilakukan pemeriksaan. Dan pemeriksaan itu berkala (misalnya, per semester atau per tahun anggaran yang dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan/LHP). Artinya koreksi itu dilakukan berkala, dan auditor pasti akan melakukan audit lagi pada tahun atau periode berikutnya.
“Hanya saja pada pemeriksaan yang akan datang, auditor harus benar-benar melakukan audit atau pemeriksaan, bukan karena pesanan,” kata Hifdzil Alim, peneliti dari Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) UGM, saat berbincang-bincang dengan Koran Sulindo, Senin (29/5).
Pernyataan Hifdzil senada dengan salah satu anggota BPK Agung Firman Sampurna.
“Enggak ada audit ulang, karena saya katakan tadi audit di BPK itu sistem, jadi tidak bergantung dengan seorang tortama (auditor utama), tidak bergantung dengan kepala auditorat bahkan tidak bergantung dengan pimpinan BPK,” kata Agung, di Pusdiklat BPK, Kalibata, Jakarta Selatan, Senin (29/5), sebagaimana dikutip Detik.com.
Dalam penjelasannya kepada wartawan, Agung menyebut audit laporan keuangan Kementerian Desa tahun anggaran 2016 dilakukan sesuai prosedur. Mulai dari tahap perencanaan, pengumpulan bukti, pengujian, klarifikasi hingga penyusunan LHP dan action plan. Semua itu juga dilakukan quality assurance dan quality control. Sampai dengan saat ini,, tutur Agung, pihaknya punya keyakinan seluruh opini yang diberikan baik kementerian, lembaga, maupun pemerintah daerah khususnya laporan keuangan pemerintah pusat sudah melewati sistem tersebut, dan sistem tersebut teruji.
Saat ini, terkait dugaan suap untuk pemberian predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) BPK terhadap laporan keuangan Kemendes PDTT, KPK menetapkan 4 orang tersangka yakni Rochmadi Saptogiri (auditor utama BPK), Ali Sadli (auditor BPK), Jarot Budi Prabowo (pejabat Eselon III Kemendes PDTT), dan Sugito (Irjen Kemendes PDTT).
Pada OTT yang dilakukan KPK pada Jumat 26 Mei lalu, KPK menyita uang sejumlah Rp 40 juta dari ruangan Ali Sadli, serta uang USD 3000 dan Rp 1,145 miliar yang diamankan dari ruangan Rochmadi. [YUK]