Boleh Pakai Cantrang, Nelayan Menang!

Menteri KKP Susi Pudjiastuti/kkp.go.id

Koran Sulindo – Pemerintah akhirnya mengalah dan memenuhi tuntutan nelayan untuk menunda pelarangan penggunaan cantrang sampai batas waktu yang tidak ditentukan.

Keputusan itu diumumkan langsung Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dihadapan nelayan yang berdemo di Istana Merdeka, Jakarta.

“Keputusan ini tolong dihormati. Saya tidak mau ada kapal cantrang ilegal, tidak punya ukuran, ukuran mark down masih melaut. Kemudian tidak boleh ada kapal tambahan lagi,” kata Susi di depan pengunjuk rasa, Rabu (17/01).

Namun juga Susi juga mendesak agar ada niat nelayan menggunakan alat tangkap selain cantrang. Ia juga berjanji akan membantu penyelesaian kredit macet nelayan asal mereka tak berbohong soal ukuran kapal.

“Setuju? Harus! Kalau enggak setuju tak cabut lagi. Kalau masih ada yang bohong tahun depan ditenggelamkan,” kata Susi yang disambut sorak sorai massa.

Keputusan itu diumumkan Susi setelah mendampingi Presiden Joko Widodo menerima lima orang perwakilan nelayan yang menolak pelarangan cantrang. Mereka adalah perwakilan nelayan yang berada di beberapa kabupaten di Jawa Tengah seperti Batang, Pati, Rembang, dan Tegal. Usai pertemuan itulah Susi keluar istana dan menemui para demonstran.

Cantrang termasuk sebagai salah satu alat tangkap yang dilarang dalam Peraturan Menteri Kelautan No. 2/2015 yang diberlakukan sejak 8 Januari 2015. Belied sempat tiga kali mengali penundaan karena penolakan dan protes keras nelayan. Penundaan pelarangan menggunakan cantrang berakhir tahun 2017 dan mulai berlaku per 1 Januari 2018. Tak hanya cantrang, KKP juga melarang penggunaan penangkap ikan model pukat hela dan tarik.

Nelayan menganggap cantrang berbeda dengan trawl yang memang merusak lingkungan. Protes bahkan berkali-kali disampaikan langsung kepada Presiden Joko Widodo di Istana Negara.

Tarik ulur antara pemerintah dan nelayan itu tak urung membuat Jokowi gerah. Dalam suatu kesempatan ia mendesak agar para nelayan di Indonesia dibantu untuk menggunakan cara baru dalam menangkap ikan.

Ia menegaskan nelayan jangan terus diajak bekerja dengan cara-cara dan pola lama. Ketika Indonesia sibuk memperdebatkan alat tangkap nelayan berupa cantrang, negara lain sudah sibuk melakukan riset dan inovasi di bidang kemaritiman.

“Kita harus berani kita loncatkan. Sudah berapa lama kita urusan cantrang setiap tahun, urusan cantrang enggak ada habis-habisnya,” kata Jokowi. “Norwegia atau Taiwan saat ini sedang membicarakan offshore aquaculture. Ajari nelayan kita untuk mengetahui barang apa ini, nilai tambahnya bisa puluhan kali daripada yang kita lakukan sekarang ini.”

Dibanding regulasi lain yang dirilis KKP seperti moratorium perizinan usaha perikanan tangkap atau penenggelaman kapal pencuri ikan, larangan cantrang adalah belied yang paling menguras perhatian pemerintah.

Tentu saja karena sasarannya adalah nelayan secara besar hingga dan nelayan tradisional. Bagi Jokowi ini bisa memiliki implikasi politis.

“Saya akan melihat dulu kondisi lapangannya seperti apa. Akan tetapi, saya belum berbicara dengan Menteri Kelautan dan Perikanan. Kalau sudah berbicara dengan Menteri, nanti saya akan sampaikan kebijakan terkait cantrang itu,” kata Presiden.

Sebelumnya, Susi mengklaim pelarangan cantrang dilakukan semata-mata untuk melindungi mata pencaharian para nelayan.  “Pemerintah saat ini memperhatikan dan memastikan perlindungan kepada nelayan. Kita harus memastikan bahwa laut itu ada banyak ikannya terus menerus untuk masa depan, tidak hanya untuk sekarang,” kata Susi.

Ia menyebut pelarangan cantrang merupakan upaya pemerintah membuat laut menjadi masa depan bangsa sekaligus menjaga kelestarian sumber daya ikan.

Pemerintah merekomendasikan 10 jenis alat tangkap dengan 89 spesifikasi seperti jaring insang atau gill net, rawai, bubu, jaring kantong atau trammel net, pancing tonda, pancing ulur atau hand line, dan huhate atau pole and line.

Menurut Susi pemerintah juga tak serta merta mewajibkan nelayan mengganti alat tangkap ikan begitu saja, namun memberikan alat tangkap pengganti dengan cuma-cuma untuk nelayan pemilik kapal berukuran di bawah 10 gros ton (GT).

Tak hanya melarang, KKP juga mengaku telah menyerahkan bantuan paket alat penangkapan ikan ramah lingkungan kepada nelayan yang memiliki kapal berukuran di bawah 10 gross ton sebanyak 30 persen atau 2.000 paket dari total 7.255 nelayan.

Cantrang dianggap merusak lingkungan karena tak cuma ikan bernilai ekonomis saja yang tertangkap, tapi juga biota laut yang dianggap sebagao tangkapan sampingan juga terangkut.  Cantrang telah digunakan oleh nelayan tradisional Indonesia sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu. Bisa dibilang, sejarah menganggap cantrang sebagai alat tangkap ikan ‘kerakyatan’.

Alat tangkap cantrang merupakan salah satu alat tangkap ikan yang dianggap produktif sehingga banyak digunakan oleh para nelayan. Selain itu, harga jaring cantrang lebih terjangkau dibanding pukat cincin yang harganya bisa mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah.

Alat ini banyak di operasikan di perairan utara Jawa dengan cara menarik jaring menggunakan kapal yang yang sedang bergerak, apapun yang berada didasar perairan dan berada di depan mulut jaring akan masuk dengan mata jaring berukuran rata-rata 1,5 inci. Dari aspek teknis, alat tangkap ini mirip dengan trawl atau umum disebut sebagai Pukat Harimau.

Di Jawa Tengah, tempat di mana populasi nelayan cantrang terbanyak masih terdapat sekitar 70 persen nelayan yang belum beralih alat tangkap dari yang tidak ramah lingkungan ke ramah lingkungan.

Di Tegal saja, sedikitnya 12 ribu orang nelayan terancam kehilangan pekerjaan menyusul pelarangan resmi penggunaan cantrang sejak awal tahun lalu. Selain itu, 36 ribu anggota keluarga nelayan yang terancam tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari hari.[TGU]