Boentaran Martoatmodjo: Menteri Kesehatan Pertama dan Tokoh Kesehatan Nasional

Menteri Kesehatan Pertama RI, Boentaran Martoatmodjo. (1896 - 1979)

Koran Sulindo – Boentaran Martoatmodjo adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah kesehatan dan politik Indonesia, terutama pada masa-masa awal kemerdekaan.

Sebagai Menteri Kesehatan pertama di Kabinet Presidensial, ia memiliki peran signifikan dalam pembangunan sistem kesehatan nasional serta pendirian Palang Merah Indonesia (PMI).

Masa Muda dan Pendidikan
Boentaran Martoatmodjo lahir di Desa Loano, Purworejo, Jawa Tengah, pada 11 Januari 1896. Sebagai keturunan bangsawan Jawa, ia mendapat kesempatan untuk mengenyam pendidikan yang baik sejak dini.

Setelah menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah di Jawa Tengah, Boentaran melanjutkan ke Sekolah Dokter untuk Bumiputera (STOVIA) di Batavia (Jakarta). Pada tahun 1918, ia berhasil lulus sebagai dokter pada usia 22 tahun dan memulai kariernya di Semarang.

Setelah satu tahun bertugas di Semarang, ia dipindahkan ke Banjarmasin untuk membantu memberantas penyakit kolera yang tengah mewabah di Kalimantan. Sepuluh tahun kemudian, pada 1928, Boentaran mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan studi di Universitas Leiden, Belanda.

Selain aktif dalam pendidikan, ia juga bergabung dengan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI), sebuah organisasi mahasiswa yang berperan penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Boentaran menyelesaikan studinya di Belanda pada 1931 dengan meraih gelar Doctor in de Geneeskundig. Setelah kembali ke Indonesia, ia melanjutkan kariernya di Rumah Sakit Umum Pusat Jakarta dan kemudian terlibat dalam berbagai proyek kesehatan di berbagai daerah, termasuk dalam upaya memberantas penyakit lepra di Semarang dan Jakarta.

Karier Politik dan Keterlibatan dalam Proklamasi
Selain berkarier sebagai dokter, Boentaran juga terjun ke dunia politik. Pada akhir masa pendudukan Jepang, ia terlibat dalam beberapa organisasi seperti Chuo Sangi-in (Dewan Pertimbangan Pusat), Syuu Hookookai (Kebaktian Rakyat), dan Suishintai (Barisan Pelopor).

Ia juga menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), yang merumuskan dasar negara dan UUD 1945.

Boentaran pernah terlibat dalam debat bersama Soepomo mengenai rumusan kalimat di pasal 32 UUD 1945. Ia mengusulkan agar kalimat “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara” diubah menjadi “Kesehatan rakyat seluruhnya dipelihara oleh negara.”

Usulan ini mencerminkan keprihatinannya yang mendalam terhadap masalah kesehatan rakyat pribumi.

Menjelang proklamasi kemerdekaan, Boentaran juga hadir dalam pertemuan di rumah Laksamana Maeda bersama tokoh-tokoh penting seperti Sayuti Melik dan Iwa Koesoemasoemantri, membahas persiapan proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Menteri Kesehatan Pertama dan Pendirian Palang Merah Indonesia
Setelah proklamasi kemerdekaan, Boentaran diangkat oleh Presiden Soekarno sebagai *Menteri Kesehatan Pertama Indonesia* dalam Kabinet Presidensial yang berlangsung dari 19 Agustus hingga 14 November 1945.

Dalam masa baktinya, ia turut memprakarsai pembentukan Palang Merah Indonesia (PMI) bersama beberapa tokoh lain seperti R. Mochtar dan dr. Bahder Djohan. PMI resmi berdiri pada 17 September 1945, di mana Boentaran menjabat sebagai wakil ketua, sementara ketuanya adalah Wakil Presiden Mohammad Hatta.

Peran di Bidang Sosial dan Penghargaan
Selain aktif dalam bidang kesehatan, Boentaran juga terlibat dalam berbagai organisasi sosial. Salah satunya adalah sebagai anggota Seksi Kemasyarakatan Bappenas pada tahun 1959. Ia terus menunjukkan dedikasinya terhadap upaya perbaikan kesejahteraan masyarakat, khususnya dalam bidang kesehatan.

Setelah mengabdikan diri selama bertahun-tahun di berbagai bidang, Boentaran tutup usia pada 4 Oktober 1979. Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya, pemerintah menganugerahkan Bintang Mahaputera Adi Pradana melalui Keputusan Presiden No. 048/TK/TH 1992, pada tanggal 12 Agustus 1992.

Boentaran Martoatmodjo dikenang sebagai tokoh yang tidak hanya berkontribusi dalam dunia kesehatan, tetapi juga dalam perjuangan kemerdekaan dan pembangunan bangsa.

Warisan perjuangannya di bidang kesehatan terus hidup melalui berbagai institusi dan sistem yang ia rintis, termasuk Palang Merah Indonesia yang hingga kini masih berperan aktif dalam misi kemanusiaan. [UN]