Koran Sulindo – Badan Narkotika Nasional (BNN) kembali menangkap sindikat narkotika yang memiliki aset lintas wilayah dan negara. Itu sebabnya, setelah penangkapan ini, BNN juga akan menyidik dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terhadap para tersangka.
“Ada 5 tersangka yang ditahan yaitu AW (pengusaha), AR (narapidana), AAS (narapidana), TSB (wanita pengusaha), dan LB (exchange),” tutur Deputi Pemberantasan BNN Arman Depari lewat pesan WhatsApp pada Selasa (31/7).
Ia menuturkan, modus operandi yang digunakan tersangka adalah uang hasil penjualan narkotika ditransger dan disimpan dalam rekening. Sebagian kemudian dikirim ke luar negeri, ditukar dengan valuta asing dan dibelikan rumah, mobil, tanah serta perhiasan.
Aset-aset ini tersebar di berbagai wilayah meliputi Jakarta, Surabaya, Cilacap, Tangerang dan juga di Taiwan. Adapun barang bukti yang disita BNN, kata Arman, berupa uang dan sejumlah aset yang mencapai Rp 25 miliar.
Untuk penjelasan resminya, menurut Arman, Kepala BNN Heru Winarko akan mengadakan jumpa pers di Surabaya pada siang ini.
BNN juga pernah mengungkap TPPU yang berasal dari bisnis narkotika pada Februari 2018. Ketika itu, BNN bersama Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia memberikan keterangan tentang TPPU senilai Rp 6,4 triliun yang berasal dari kasus narkotika.
Mewakili BNN, Arman mengatakan, penyelidikan dan penyidikan kejahatan TPPU yang merupakan jaringan Togiman dan Haryanto Candra sudah berlangsung lama. Itu berdasarkan aset-aset yang disita. Pengungkapan TPPU ini merupakan hasil dari peredaran narkotika yang sudah berjalan sejak 2014.
Adapun tersangka dalam kasus ini adalah Devy Yiliana, Hendi Romli dan Frendi Heronusa. Ketiganya ditangkap di Jakarta. Otak dari ketiga tersangka itu adalah DY. Modus operandinya seolah-olah menjadi importir sejumlah barang dari luar negeri dan mereka memasukkan nota tagihan pembayaran di luar negeri.
Ketiga tersangka ini disebut Arman menjadi bagian dari jaringan Togiman dan Freddy Budiman. Dari hasil pemeriksaan terhadap DY diketahui ia setidaknya memiliki 6 perusahaan fiktif yang digunakan untuk transaksi keuangan dari beberapa bandar narkotika. Ia menggunakan beberapa rekening atas nama karyawannya yang dibuat di bank dalam dan luar negeri.
Salah satu perusahaan fiktif DY itu adalah PT PSS. Dalam periode 2014 hingga 2016, perusahaan ini mengirimkan dana ke luar negeri sekitar Rp 6,4 triliun dengan sekitar 2.136 nota tagihan fiktif. Pengiriman dana tersebut dilakukan melalui sejumlah bank.
BNN juga berhasil menyita sejumlah barang bukti seperti 3 unit apartemen, 5 unit ruko, 1 unit rumah, 3 unit mobil, 2 unit toko dan sebidang tanah di Jakarta Selatan. [KRG]