Ilustrasi/meikarta.com

Koran Sulindo – PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk menghentikan permintaan kredit baru untuk pembelian apartemen Meikarta karena kasus suap yang membelit proyek milik konglomerasi Grup Lippo tersebut. Sedangkan kredit apartemen Meikarta yang sudah disetujui BNI akan dikaji mengenai risikonya dan keberlanjutannya.

“Kami memang mengkaji risikonya bagi yang sudah masuk, meskipun dari Lippo ada jaminan buyback (pembelian kembali),” kata Direktur Manajemen Risiko BNI, Bob T Ananta, di Jakarta, Kamis (18/10/2018), seperti dikutip antaranews.com.

Saat ini, BNI menyalurkan kredit pemilikan apartemen (KPA) untuk proyek Meikarta kepada 200 debitur senilai Rp50 miliar.

“Porsi kredit untuk Meikarta masih sangat kecil dibanding kredit pemilikan hunian di BNI yang mencapai Rp32 triliun. Persentase kredit Meikarta di KPR BNI hanya 0,00001 persen,” katanya.

Menurut BNI, kasus yang membelit Meikarta tidak akan berisiko dan tidak berdampak signifikan terhadap kinerja maupun kualitas kredit BNI.

Proyek apartemen Meikarta yang dibangun grup properti raksasa Lippo sedang diusut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga menyuap pejabat Pemerintah Kabupaten Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, untuk mendapatkan izin pembangunannnya.

KPK telah menetapkan sejumlah tersangka termasuk Direktur Operasional Grup Lippo Billy Sindoro dan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin.

Geledah Lippo Cikarang

Sementara itu hingga sore ini KPK telah menggeledah 12 lokasi dalam penyidikan kasus suap pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi itu.

KPK juga menginformasikan baru saja menggeledah kantor Lippo Cikarang di Bekasi, Jawa Barat.

“Dilakukan juga penggeledahan di kantor Lippo Cikarang di Bekasi sehingga sampai sore ini telah dilakukan penggeledahan di 12 tempat,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Kamis (18/10/2018), seperti dikutip antaranews.com.

KPK juga menggeledah Hotel Antero di Cikarang, Kabupaten Bekasi terkait suap pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi.

“Sejak siang ini dilakukan penggeledahan di Hotel Antero Cikarang terkait dengan PT MSU,” kata Febri.

PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) merupakan anak usaha PT Lippo Cikarang Tbk.

Adapun 11 lokasi lain yang juga digeledah KPK sejak Rabu (17/10) antara lain kantor Bupati Bekasi, rumah pribadi Bupati Bekasi, kantor Lippo Group di gedung Matahari Tower Tangerang, rumah tersangka Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro, dan kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bekasi. Selanjutnya apartemen Trivium Terrace, rumah petinggi Lippo Group James Riady, kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Bekasi, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi, Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Bekasi, dan Hotel Antero di Cikarang.

Sejauh ini disita dokumen terkait perizinan oleh Lippo ke Pemkab Bekasi, catatan keuangan, dan barang bukti elektronik seperti komputer dan lain-lain.

Selain itu dalam penggeledahan di rumah Bupati Bekasi, KPK juga menemukan uang dalam bentuk rupiah dan yuan China dengan jumlah total sekitar Rp100 juta.

KPK total telah menetapkan 9 orang tersangka dalam kasus itu, yaitu konsultan Lippo Group masing-masing Taryudi (T) dan Fitra Djaja Purnama (FDP), pegawai Lippo Group Henry Jasmen (HJ). Selanjutnya, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin (J), Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahor (SMN), dan Kepala Dinas Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati (DT), Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro (BS), Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin (NNY), dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi (NR).

Diduga Bupati Bekasi dan kawan-kawan menerima hadiah atau janji dari pengusaha terkait pengurusan Perizinan Proyek Pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi.

Diduga, pemberian terkait dengan izin-izin yang sedang diurus oleh pemilik proyek seluas total 774 hektare yang dibagi ke dalam tiga fase/tahap, yaitu fase pertama 84,6 hektare, fase kedua 252,6 hektare, dan fase ketiga 101,5 hektare.

KPK menduga realisasi pemberiaan sampai saat ini adalah sekitar Rp7 miliar melalui beberapa kepala dinas, yaitu pemberian pada  April, Mei, dan Juni 2018. [DAS]