Koran Sulindo – Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan tsunami yang terjadi di Selat Sunda pada Sabtu (22/12/2018) lalu karena longsoran dari reruntuhan lereng Gunung Anak Krakatau.
“Dari pantauan citra satelit terjadi deformasi Gunung Anak Krakatau yang menunjukkan luas 64 hektare, terutama pada lereng barat daya,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, di Jakarta, Senin (24/12/2018), melalui rilis media.
Kondisi saat itu diperparah dengan cuaca ekstrem yaitu gelombang tinggi dan curah hujan yang tinggi.
“Fenomena ini diperkuat dengan analisis model empat tide gauge yang memperlihatkan bahwa sumber energi tsunami itu berasal dari Selatan Gunung Anak Krakatau,” kata Dwikorita.
Tsunami menerjang Banten dan Lampung pada Sabtu (22/12/2018) malam lalu tanpa didahului gempa bumi seperti biasanya.
Sementara itu data sementara Posko BNPB hingga Senin (24/12) pukul 07.00 WIB, tercatat 281 orang meninggal dunia, 1.016 orang luka-luka, 57 orang hilang dan 11.687 orang mengungsi. Kerusakan fisik meliputi 611 unit rumah rusak, 69 unit hotel-vila rusak, 60 warung-toko rusak, dan 420 perahu-kapal rusak.
BNPB
Sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan kombinasi antara longsor bawah laut akibat aktivitas Gunung Anak Krakatau dengan pasang laut akibat bulan purnama ditengarai menjadi pemicu terjadinya tsunami di Selat Sunda tersebut.
“Itu masih dugaan dan untuk kepastiannya, sejumlah pihak terkait seperti BMKG, PVMBG, BPPT, KKP serta pihak lain masih terus melakukan analisa dan kajian mengenai penyebab pastinya,” kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, di Yogyakarta, Minggu (23/12/2018).
Pada saat terjadi tsunami, aktivitas Gunung Anak Krakatau yang sudah meletus sejak Mei tersebut tidak terlalu besar.
“Bahkan, kami memperoleh data bahwa Gunung Anak Krakatau sempat mengalami letusan yang lebih besar beberapa bulan lalu namun tidak menyebabkan tsunami. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisa lebih jauh terkait kejadian ini. Kami pun masih menunggu hasilnya,” katanya.
Tak lama setelah tsunami itu BNPB sempat menyatakan bahwa kejadian di Selat Sunda tersebut hanya berupa hempasan gelombang pasang sesuai informasi dari BMKG, karena pada saat kejadian sedang bulan purnama.
Namun, BMKG kemudian meralat informasi tersebut pada Minggu (23/12/2018) sekitar pukul 01.30 WIB. BMKG menyatakan kejadian di pantai barat Banten dan Lampung selatan tersebut disebabkan tsunami.
“Kami pun harus melakukan koreksi dari pernyataan yang sudah kami sampaikan. Namun, tsunami di Selat Sunda ini adalah tsunami lokal dan tidak akan meluas ke wilayah lain,” kata Sutopo. [DAS]