Bir Jawa dan Bir Pletok Sebagai Asimilasi Bir Beralkohol

Bir Pletok minuman khas Betawi (foto: goodnewsfronindonesia.com)

Suluh Indonesia – Bir ternyata bukan semata-mata minuman impor dari luar negeri. Di tanah air kita juga memiliki bir lokal yang merupakan hasil dari asimilasi dengan budaya kolonial.

Bir Jawa misalnya yang merupakan minuman khas keluarga Keraton Yogyakarta. Muncul pada masa Sultan Hamengkubuwono VIII.  Kala itu, sultan minum bir Jawa untuk menemani orang Belanda yang merupakan tamunya minum bir beralkohol. Sultan tidak minum alkohol, sehingga terciptalah bir Jawa yang tampilannya seperti bir orang Belanda.

Dilihat dari rupanya, sekilas bir Jawa mirip seperti bir beralkohol. Terlihat dari warnanya yang kuning transparan, ditambah adanya buih-buih udara pada permukaan minuman. Walaupun bernama bir, tetapi minuman ini tidak mengandung alkohol, sehingga tidak memabukkan.

Bir Jawa dipercaya mempunyai manfaat kesehatan bagi tubuh seperti mengatasi rasa capek, masuk  angin, dan tentunya menghangatkan badan. Sebab, minuman tradisional ini terbuat dari campuran rempah yaitu serai, kulit kayu secang, mesoyi, kayu manis, kapulaga, jeruk nipis, cengkeh, dan jahe.

Warna kuning kemerahan pada bir Jawa didapat dari jeruk nipis dan kayu secang. Cara membuat bir Jawa ini tergolong mudah. Rempah direbus, kemudian airnya disaring. Setelah ditakar dalam gelas, diberi jeruk nipis lalu dikocok sampai mengeluarkan buih. Minuman ini dapat disajikan dingin maupun hangat.

Walaupun dulu bir Jawa dikonsumsi di kalangan keluarga keraton saja, kini semua orang dapat menikmati minuman tradisional tersebut.

Bir Jawa (foto: bogorgeulis.blokspot.com)

Ada lagi bir yang dinamai Bir Pletok yang merupakan minuman khas Betawi, dibuat dari campuran beberapa  rempah, yaitu jahe, daun pandan wangi, dan serai.  Agar warnanya lebih menarik, orang Betawi biasanya menggunakan tambahan kayu secang, yang akan memberikan warna merah bila diseduh dengan air panas.

Walaupun mengandung kata bir, bir pletok tidak mengandung alkohol seperti halnya bir Jawa. Minuman ini berkhasiat untuk memperlancar edaran darah. Masyarakat Betawi biasanya mengonsumsinya pada malam hari sebagai penghangat.

Pada zaman penjajahan Belanda di Indonesia, banyak masyarakat Betawi yang tergoda untuk mencoba minum bir seperti yang banyak dilakukan oleh bangsa Belanda. Namun, setelah melihat efeknya yang kurang baik karena membuat orang menjadi mabuk dan selain itu juga melanggar ajaran agama. Karena orang-orang Betawi dikenal sebagai Muslim yang ta’at. Maka berapa orang Betawi mencoba meracik bir yang dapat menghangatkan badan, tetapi tidak menyebabkan efek samping mabuk. Akhirnya terciptalah bir pletok yang rasanya nikmat, berkhasiat menghangatkan badan dan memiliki khasiat-khasiat lainnya yang juga menyehatkan tubuh.

Seperti wine, bir pletok juga menjadi simbol kemewahan dan kesuksesan perayaan orang Betawi. Jika wine selalu ada pada perayaan kemenangan orang Eropa, minuman ini pun wajib hadir dalam perayaan pernikahan orang Betawi asli. Selain itu juga ada dalam acara sunatan dan kematian. Selain itu bir pletok adalah penanda kesuksesan perkawinan Betawi.

Bir Jawa dari Yogyakarta dan Bir Pletok dari Betawi merupakan minuman khas tradisional yang jelas-jelas mendapat pengaruh dari bangsa Belanda. Karena asal mulanya minuman ini ada karena unsur kehadiran bangsa asing dengan kebiasaannya minum-minum beralkohol. Namun dengan cerdasnya bangsa Indonesia membuat minuman yang penampilannya mirip namun tidak mengandung alkohol dan diramu dari rempah-rempah lokal. [NoE]

Baca juga