(Jakarta, 17 Juli 2021). Keputusan para pengelola bioskop menutup sementara seluruh
bioskop berkaitan dengan diberlakukannya PPKM Darurat sebagaimana dituangkan
dalam Imendagri No 15 tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan
Masyarakat Darurat Corona Virus Disease 2019 (“Covid-19”) di Wilayah Jawa dan Bali.

Selain itu, juga ada Imendagri No 17 tahun 2021 tentang Perpanjangan Pemberlakuan
Pembatasan Kegiatan Masyarakat Berbasis Mikro dan Mengoptimalkan Posko
Penanganan Covid-19 di Tingkat Desa dan Kelurahan untuk Pengendalian Penyebaran
Covid-19.

Juga adanya Inmendagri No 20 Tahun 2021 tentang Perubahan Instruksi
Menteri Dalam Negeri No 17 Tahun 2021 tentang Perpanjangan Pemberlakuan
Pembatasan Masyarakat Berbasis Mikro dan Mengoptimalkan Penanganan Corona Virus
Disease 2019 di Tingkat Desa dan Kelurahan untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19.
Jaringan bioskop CGV telah menghentikan sementara operasionalnya mulai 12 Juli 2021.

Disusul bioskop Cinepolis menutup seluruh bioskopnya di 63 lokasi di seluruh Indonesia.
Sementara itu jaringan bioskop terbesar di Indonesia, Cinema XXI menutup sementara
seluruh bioskopnya pada tanggal 16 Juli 2021. Demikian juga yang dilakukan bioskop-
bioskop Independen anggota GPBSI, seperti Flix Cinema, New Star Cineplex, Dakota
Cinema, Bioskop Golden, Bioskop E-Plaza, Bioskop Gajah Mada, Bioskop Surya Yudha
Cinema, Bioskop Rajawali, Bioskop BES Cinema, dan lainnya yang juga menutup
kegiatan operasionalnya. Penutupan sementara seluruh bioskop tersebut dilakukan
sampai dengan berakhirnya PPKM Darurat yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Ketua Umum DPP GPBSI H. Djonny Syafruddin, SH mengatakan, “Bioskop sejak awal
pandemi selalu taat pada setiap peraturan dan kebijakan baik yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Pemerintah Kota maupun Pemerintah
Kabupaten. Dimulai ketika bioskop tutup pada bulan Maret 2020, lalu sempat buka
kembali, kemudian harus ditutup lagi. Terbukti, sejak dibuka sampai tutup kembali di
masa pandemi ini, bioskop tidak menjadi cluster baru bagi penyebaran Covid-19,
karena bioskop menerapkan protokol kesehatan secara ketat dan telah dilakukan uji
laboratorium”.
“Penutupan bioskop dilakukan oleh semua bioskop anggota GPBSI, sebagai upaya
membantu program pemerintah untuk menekan jumlah penyebaran, serta
memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Dengan demikian, para pengelola
bioskop akan mengupayakan secara maksimal dengan merencanakan ulang jadwal film-
film yang akan tayang setelah masa PPKM Darurat berakhir”, lanjut Djonny.
H. Djonny Syafruddin, SH berharap di beberapa daerah yang tidak ada aturan penutupan
bioskop, akan dapat membuka kembali bioskopnya tanpa harus mengajukan ijin lagi
pada saat keadaan sudah memungkinkan.

“Kami juga mengharapkan adanya perhatian pemerintah, mengingat besarnya kerugian
yang dialami oleh bioskop sejak bioskop mulai tutup Maret 2020 lalu, disebabkan walaupun
bioskop tutup, pemeliharaan dan perawatan perangkat harus rutin dilakukan.

Demikian juga pembayaran listrik dan pembayaran gaji karyawan, walaupun memang
ada sebagian karyawan yang harus dirumahkan”, kata Djonny.

Lebih lanjut Djonny mengharapkan adanya perhatian dan bantuan pemerintah dalam
bentuk kebijakan yang pro kepada bioskop, karena selama ini belum ada bantuan
pemerintah terhadap usaha bioskop. Perhatian dan bantuan yang diharapkan, seperti:
(1) Bantuan/insentif pemerintah/pemerintah daerah terutama untuk keringanan
biaya listrik. Karena dua komponen biaya terbesar dalam bisnis bioskop adalah
biaya karyawan/gaji dan biaya listrik. Untuk menghindari adanya PHK karyawan,
dapat dibantu oleh Pemerintah dalam bentuk keringanan tarif listrik (rata-rata
bioskop dikenakan tarif B3).
(2) Keringanan dari sisi pajak terutama pengenaan tarif pajak hiburan yang rata di
seluruh daerah. Hal ini akan sangat membantu bioskop pada saat pemulihan usaha.
(3) Adanya insentif untuk karyawan bioskop. Selama bioskop tutup maka sebagian besar
karyawan diliburkan. Mereka diberikan upah 50% dari yang biasanya diterima, bahkan ada
yang tidak diberikan upah selama bioskop tidak beroperasi, mengingat beban operasional
yang berat bagi pengusaha bioskop. Mereka adalah karyawan bioskop dan cafe bioskop
yang jumlahnya sekitar 10.175 orang di seluruh Indonesia. Mereka rata-rata menerima
upah minimum sesuai wilayah masing-masing
(4) Perlunya kejelasan keputusan terkait penutupan bioskop atau pembukaan kembali
usaha bioskop secara serentak, baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah.
“Semoga pemerintah dan pemerintah daerah memberikan perhatian kepada usaha
bioskop, karena bioskop sebagai hilir industri perfilman telah banyak memberikan
kontribusi positif dalam mendukung tumbuh kembangnya perfilman nasional, serta
dalam hal peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui Pajak Hiburan”, begitu harapan Djonny Syafruddin. (KD/Pr)