PROYEK Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) mengalami pembengkakan biaya atau cost over run hingga mencapai US$1,675 miliar atau setara dengan Rp24 triliun. Sejumlah faktor disebut menjadi pemicu dari pembengkakan biaya megaproyek tersebut.
Saat ini, progres pembangunan KCJB secara keseluruhan sudah mencapai 80,31 persen. Targetnya, operasional kereta bisa tepat waktu yakni pada Juni 2023.
Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) Dwiyana Slamet menyampaikan bahwa eskalasi harga yang menyebabkan perubahan biaya memang diakomodasi di dalam kontrak pembangunan. Misalnya, inflasi maupun perubahan upah minimum regional (UMR). Apalagi, kontrak tersebut bersifat multi years.
Rencana biaya awal pembangunan kereta cepat ini sebesar US$6,07 miliar atau sekitar Rp86,5 triliun. Eskalasi harga mulai timbul akibat sejumlah faktor yang dinilai tidak terduga atau awalnya tidak dicantumkan pada anggaran awal.
Berikut ini adalah penyebab biaya proyek kereta cepat JakartaBandung membengkak:
1. Penambahan di luar anggaran awal.
Adanya rencana integrasi moda transportasi kereta cepat dengan moda angkutan lainnya seperti LRT Jabodebek memicu adanya cost over run. Dwiyana mengatakan awalnya tidak ada rencana untuk membangun stasiun integrasi kereta cepat dengan moda lain.
2. Kondisi tidak terduga (unforeseen) seperti kondisi geologi saat pembangunan proyek terowongan.
“Sepanjang 1.050 meter terowongan dua semuanya adalah tanah lempung. Dulu pas perencanaan dihitung terkait dengan kondisi itu dan masih dimungkinkan untuk dilakukan pembangunan tunnel. Karena kita tidak mungkin lagi membelokkan atau merelokasi trasenya. Banyak pertimbangan, jadi perencanaan bagaimana harus lewat tanah clay shale dan harus ada terowongan di sini,” jelas Dwiyana.
3. Pengadaan lahan dan relokasi KCIC.
Proses pengadaan lahan memakan porsi cukup besar untuk pembengkakan biaya, sekaligus waktu pembangunan. Tanah-tanah yang dibebaskan juga mengalami kenaikan harga, sehingga ada penambahan biaya pengadaan lahan dari nilai awal.
Tidak hanya itu, KCIC juga harus merelokasi sejumlah fasilitas umum yang dekat dengan prasarana LRT seperti masjid, sekolah, parit, jalan, dan lain-lain yang berada di sekitar trase.
Dwiyana mengatakan sebelumnya biaya relokasi sejumlah fasilitas tersebut tertera pada initial budget, tetapi belum dirincikan untuk apa saja.
“Sementara dalam perencanaan itu sekitar 128 lokasi, praktiknya karena banyak permintaan dari masyarakat akibat fasilitas umumnya [terdampak] proyek berdasarkan proposal dari masyarakat, realisasinya jadi sekitar 500-an,” katanya.
Menurut Dwiyana, apabila nantinya angka pasti cost over run telah ditentukan, maka bisa jadi sumber pembiayaan lain akan diperlukan selain dari dua pemilik saham. Dia mengungkap pembiayaan bisa juga dilakukan dengan mengajukan
kredit lagi kepada China Development Bank (CDB), yang sebelumnya sudah ikut mendanai megaproyek tersebut.
Untuk diketahui, porsi pembiayaan proyek KCJB yakni 75 persen dibiayai oleh CDB dan 25 persen oleh pemilik saham. Dari 25 persen tersebut, 60 persen berasal dari konsorsium Indonesia karena menjadi pemegang saham mayoritas.
“Kalau sesuai dengan shareholders agreement, memang kalau ada biaya yang bertambah dari initial budget itu jadi tanggung jawab shareholder PSBI dan Beijing Yawan.
Setelah melihat kalkulasi besaran biaya tambahannya, itu mungkin melihat bahwa perlunya dilibatkan pihak lain untuk mendapatkan sumber pendanaan bisa dilakukan juga. Mungkin kita bisa sampaikan lagi ke CDB untuk jadi lender terkait dengan adanya penambahan biaya,” kata Dwiyana.
Di samping itu, pengkajian cost over run juga dilakukan oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan hasilnya telah diberikan kepada Kementerian BUMN untuk selanjutnya dilaporkan kepada Komite Kereta Cepat.
Tanggungan Pemerintah RI
Pihak China Development Bank (CDB) berharap agar pembengkakan biaya dalam pengerjaan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) ditanggung oleh pemerintah Indonesia.
Hal ini diungkapkan oleh Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kemenko Perekonomian Wahyu Utomo dalam konferensi pers, Selasa (26/7/2022)
“Terkait hal ini, teman-teman dari Kemenkeu baru membahas yang merupakan bagian kewajiban kita untuk kontribusi dalam pembangunan, bukan cost over run,” jelas Wahyu.
Sebagian besar konstruksi KCJB kata Wahyu sudah selesai dikerjakan. Tinggal mengerjakan depo atau tempat untuk menyimpan dan melakukan perawatan rutin serta perbaikan ringan.
“Jadi, memang kereta cepat pernah kami tinjau dan lihat, konstruksinya sebagian besar selesai. Mungkin sekarang yang sedang dikerjakan adalah deponya. Stasiun-stasiun juga sudah mulai dikerjakan,” ujarnya.
Pemerintah optimistis proyek KCJB ini bisa dioperasikan pada 2023. “Tapi kami yakin, komitmen dari pemerintah Indonesia, bahwa kereta cepat ini harus segera dioperasikan. Mudah-mudahan di tahun 2023 (bisa dioperasikan),” kata Wahyu lagi.
Revisi Janji
Semula Presiden Jokowi berjanji untuk tidak menggunakan dana APBN di proyek ini. Dari awal pembiayaan didukung oleh pihak swasta.
Untuk bisa merampungkan proyek KCJB, Presiden Joko Widodo terpaksa merevisi janjinya. Pemerintah dan DPR akhirnya sepakat untuk mengucurkan uang APBN melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) ke PT Kereta Api Indonesia (Persero).
Sebelumnya, Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia Didiek Hartantyo juga bicara mengenai proyek KCJB. Didiek mengungkapkan PMN harus segera cair supaya proyek ini bisa terselesaikan.
“Ini yang kemarin ditayangkan saat RDP di komisi VI disampaikan menteri BUMN dan kemarin dalam pembahasan menyeluruh dan ini akan diberikan support, dan apabila ini tidak cair di 2022 ini maka penyelesaian proyek ini akan terhambat juga,” ungkap Didiek.
KCIC yang sahamnya dimiliki beberapa BUMN berharap, kucuran dana APBN melalui skema PMN yang sudah disetujui DPR bisa jadi penyelamat.
Target penyelesaian pun molor dari tahun 2019 mundur ke tahun 2022. Belakangan, targetnya mundur lagi menjadi 2023.
“Mungkin cash flow dari KCIC itu hanya akan bertahan sampai bulan September sehingga kalau ini belum turun maka cost over run ini yang harapannya selesai pada Juni 2023 ini akan terancam mundur,” katanya.
Saat ini, progres pembangunan KCJB sudah mencapai 80,31 persen. [KS-07]