Buku tentang Politik. (foto: Sulindo/Iqyanut Taufik)
Buku tentang Politik. (foto: Sulindo/Iqyanut Taufik)

OPINI – Politik merupakan aktivitas yang dibuat, dipelihara, dan digunakan untuk masyarakat untuk menegakkan peraturan yang ada di dalam masyarakat itu sendiri. Menurut Aritoteles, politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama. Namun dalam prakteknya, politik erat kaitannya dengan praktek kotor di dalamnya seperti transaksi jabatan, persekongkolan jahat dan lain sebagainya.

Sabam Sirait dalam Bukunya ”Politik Itu Suci” juga menyampaikan bahwa Politik itu kotor, penuh aksi manipulatif dan retorika kosong. Ini bertolak belakang dengan judul dari buku itu sendiri.

”Bahwa politik itu bisa menjadi kotor, itu betul. Tapi, kalau dalam politik sudah bersih semua, ngapain harus kita layani dan bersaksi disitu? Justru karena banyak tantangan dalam politik , kita harus melayani,” isi kutipan Sabam Sirait dari buku Politik itu Suci.

Citra kotor dari politik bisa dikonfirmasi dari obrolan di warung kopi sampai cafe tempat nongkrong, obrolan ibu-ibu rumah tangga, sampai aksi demonstrasi, baik dari kalangan buruh maupun mahasiswa. Bila aksi tersebut berkaitan dengan urusan politik maka yag terdengar adalah sinisme yang bernada sarkasme, hampir tidak terdengar orang membicarakan politik dengan kalimat positif.

Polarisasi dalam dunia politik menjadi hal wajar karena mereka saling mendukung golongannya masing–masing dan cenderung memandang dari sudut pandang negatif terhadap lawan dukungannya. Bahkan ketika ada seseorang yang dianggap akan menjadikan kebaikan, disisilain justru akan semakin dimusuhi dan disingkirkan bahkan dijegal pencalonannya.

Sejatinya menjadi politisi merupakan profesi yang baik karena tugas dari politisi itu, ketika mereka menjadi wakil rakyat mempunyai tanggung jawab besar untuk kesejahteraan masyarakatnya. Namun hal ini seringkali tidak terlihat karena kelakuan para pelaku yang sudah menjadi wakil rakyat, tidak lagi mewakili rakyatnya dan cenderung mewakili dirinya dan kelompoknya sendiri. Meskipun tidak semua orang yang menjabat mengabaikan tugasnya untuk mewakili rakyatnya, namun jika melihat di media sekarang ini justru lebih tersorot hal-hal negatif yang menjadi perbincangan utama.

Jika merujuk pada pengertian politik menurut Aristoteles, apa perbedaan atau perubahan yang terjadi di era saat ini? Kenapa Aristoteles menyatakan bahwa politik untuk mewujudkan kebaikan bersama? Apakah dahulu berpolitik itu hal yang sangat agung, sehingga mampu mewujudkan sebuah kebaikan?

Padahal jika dilihat dimasa sekarang, para politisi seringkali hanya membawa kebaikan untuk kelompoknya dan cenderung mangabaikan kelompok dari bendera yang berbeda. Kalaupun ada yang saling mendukung meskipun berbeda bendera mereka sudah mempunyai permufakatan yang nantinya akan mengutungkan mereka sendiri. [IQT]