Ilustrasi

Koran Sulindo – Pengamat terorisme, Mustofa B Nahrawardaya, meminta polisi jangan terlalu cepat menyimpulkan bom di Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur pada Rabu (24/5) malam kemarin.

Bom Kampung Melayu masih misterius terutama soal targetnya. Kejadian itu, menurut Mustofa, bertepatan dengan adanya pawai sekelompok masyarakat yang akan melintas di Kampung Melayu dan polisi melakukan pengamanan. Sehingga diperkirakan bahwa sasarannya adalah polisi karena selama ini dinilai mengganggu kegiatan terorisme.

“Jangan buru-buru menyimpulkan bahwa teroris ini sasarannya adalah polisi. Kalau memang sasarannya polisi, banyak polisi berseragam kemarin-kemarin kenapa harus menunggu semalam,” kata Mustofa, kepada Koran Sulindo, Kamis (25/5).

Menurutnya juga tidak mungkin bila target adalah peserta pawai obor, sebab selama ini stigma yang ada di masyarakat adalah teroris tidak mungkin memusuhi orang Islam.

“Maka dia akan memusuhi musuh orang Islam, begitulah stigma yang kita terima selama ini. Menurut saya sampai hari ini belum bisa disimpulkan sasaran siapa,” katanya.

Sebelumnya, Wakil Kepala Kepolisian RI, Komjen Syafruddin menduga ledakan, merupakan aksi bom bunuh diri.

Menurut Mustofa, dalam kasus terorisme tidak bisa dengan mudah dikatakan bunuh diri atau dibunuh, meski kedua pelaku ditemukan dalam kondisi tewas dengan usus, tangan, dan kepala tercerai-berai. Peledakan yang terjadi pada pukul 20.45 WIB itu dinilainya dilakukan oleh orang lain, sedangkan pelaku merupakan orang lapangan.

“Jadi pelaku bom itu ada 2 yaitu berjaringan atau personal. Kelompok jaringan ada 3 yang terlibat yakni sutradara, pendana dan ketiga adalah operator atau eksekutor yang di lapangan. Yang ditemukan adalah eksekutor, bisa jadi yang me-remote (mengendalikan) itu adalah sutradara atau pendana dari jauh” kata Mustofa

Secara forensik tidak bisa dibedakan mana jenazah yang bunuh diri atau terbunuh karena bom. Opini masyarakat bila ada pelaku yang ditemuka di tempat kejadian perkara (TKP), merupakan peristiwa bom bunuh diri. Menurutnya, akan sulit jika dilacak bila dilakukan secara personal.

“Akan susah dirunut bila personal, jaringan siapa, motifnya apa. Tapi nanti biasanya ada yang klaim baik lewat email, Twitter atau Facebook,” katanya.

Seperti diketahui ledakan bom terjadi di terminal Kampung Melayu pada Rabu (24/5) malam. Hasil evekuasi, temukan sebanyak 16 korban akibat ledakan tersebut. Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto mengatakan anggota polri yang menjadi korban sebanyak 6 orang. Tiga di antaranya meninggal dunia dalam ledakan tersebut.

“Korban dari Polri tiga meninggal dunia dan 6 luka,” ujar Setyo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (25/5).

Mereka yang gugur dalam tugas adalah Bripda Topan Al Agung, Bripda Ridho Setiawan, Bripda Imam Gilang Adinata. Sedangkan mereka yang masih luka-luka yakni Bripda Feri, Bripda Yogi, Bripda Muhammad Puji Saputra, Bripda Muhammad Al Agum Pangestu, Bripda Syukron Rian Nugroho, dan Bripda Pandu Dwi Laksono.

“Almarhum Bripda Topan dimakamkan hari ini, Almarhum Bripda Rido dimakamkan di Lampung, sekarang di bandara, dan almarhum Adinata dimakamkan ke Klaten sekarang masih di perjalanan,” katanya.

Adapun masyarakat sipil yang mengalami luka-luka dalam aksi teror bom tersebut sebanyak 5 orang. Dua di antaranya merupakan sopir mikrolet Damai Sihaloho dan sopir Kopaja Agung, karyawan bank BUMN Tasdik, serta dua orang mahasiswi Universitas Az-Zahra yaitu Susi Afitriani dan Jihan.

Sedangkan terduga pelaku bom bunuh diri, diduga dilakukan 2 orang dengan 2 ledakan, keduanya meninggal dunia dengan tubuh yang terpisah-pisah namun masih belum diketahui siapa identitas pengantin bom tersebut.

“Bom bunuh diri diduga dilakukan oleh 2 orang, keduanya meninggal dunia, sementara masih diidentifikasi oleh Inafis, Puslabfor, DVI dan Densus 88,” kata Setyo. [YMA]