Representasi artistik dari eksoplanet K2-18b. Salah satu penafsiran spectra K2-18b menunjukkan planet tersebut bisa jadi merupakan dunia lava tak bernyawa. (Sumber: Heritage Daily)

Planet paling trendi di Alam Semesta saat ini adalah K2-18b, sebuah planet yang berpotensi layak huni yang mengorbit sebuah bintang merah kecil di rasi bintang Leo.

Terletak 124 tahun cahaya dari Bumi, planet misterius ini tidak akan pernah dikunjungi manusia—tetapi penampakan terbaru dari Teleskop Luar Angkasa James Webb (JWST) mengisyaratkan bahwa kehidupan alien mungkin sudah berkembang pesat di sana, di lautan luas yang hangat.

Dalam sebuah studi yang dipimpin Universitas Cambridge yang diterbitkan pada 17 April 2025, para ilmuwan yang menggunakan JWST melaporkan deteksi kemungkinan tanda-tanda kehidupan di atmosfer planet asing tersebut, menawarkan apa yang disebut oleh pernyataan Cambridge sebagai bukti “paling menjanjikan” tentang kehidupan di luar Bumi.

Akan tetapi, dalam seminggu sejak publikasi studi tersebut, semakin banyak ilmuwan yang membantah klaim besar ini.

“Signifikansi statistik dari deteksi ini masih marjinal,” ujar Eddie Schwieterman, asisten profesor astrobiologi di University of California, Riverside, yang tidak terlibat dalam penelitian ini, kepada Live Science.

“Ada beberapa alasan untuk bersikap skeptis.”

“Itu hampir pasti bukan kehidupan,” kata Tessa Fisher, seorang ahli astrobiologi di Universitas Arizona yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut, kepada Nature.com.

Jadi, apa yang sebenarnya ditemukan JWST di K2-18b, dan seberapa dekatkah kita dengan memecahkan misteri utama antariksa?

Apa yang Ditemukan JWST di K2-18b?

Tidak seperti teleskop optik seperti Hubble, JWST tidak dapat mencitrakan permukaan planet-planet yang jauh secara langsung.

Sebagai gantinya, instrumen inframerahnya mencari tanda-tanda kimiawi kehidupan—atau biosignature—di atmosfer planet dengan memetakan bagaimana cahaya bintang diserap atau dipancarkan kembali oleh molekul-molekul di atmosfer tersebut.

Grafik cahaya yang dihasilkan, yang disebut spectra, dapat mengungkapkan komposisi atmosfer planet tersebut, memberikan petunjuk tentang kondisi permukaannya.

Dalam studi baru yang dipimpin Cambridge, para ilmuwan yang menggunakan Instrumen Inframerah Menengah (MIRI) milik JWST mengamati atmosfer K2-18b untuk mendeteksi jejak dua molekul berbasis sulfur yang disebut dimetil sulfida (DMS) dan dimetil disulfida (DMDS)—senyawa yang diketahui hanya diproduksi oleh makhluk hidup mikroskopis seperti fitoplankton di Bumi.

Jika DMS dapat diproduksi oleh suatu mekanisme alami, para ilmuwan saat ini belum mengetahuinya, dan perlu melakukan uji coba ekstensif untuk mengungkapnya.

Temuan ini menambah pengamatan sebelumnya yang dilakukan oleh tim yang sama menggunakan dua instrumen JWST berbeda pada tahun 2023, yang juga melaporkan kemungkinan jejak DMS di atmosfer planet tersebut.

Meskipun tim Cambridge mengakui dalam pernyataan mereka bahwa mereka “sangat skeptis” terhadap hasil mereka sendiri, rilis yang sama juga menggembar-gemborkan deteksi ini sebagai bukti “paling menjanjikan” tentang kehidupan di luar Bumi, menggambarkan sebuah planet samudra yang mungkin “penuh dengan kehidupan.”

Studi lain berpendapat bahwa samudra K2-18b mungkin sebenarnya terbuat dari magma.

Nikku Madhusudhan, penulis utama kedua studi Cambridge tersebut, menekankan bahwa belum ada kehidupan nyata yang terdeteksi di K2-18b.

“Bukan itu yang kami klaim,” ujar Madhusudhan, seorang profesor astrofisika di Cambridge, kepada Live Science. “Namun dalam skenario terbaik, itulah potensi kehidupan.”

Deteksi DMS oleh tim itu mencapai tingkat signifikansi statistik tiga sigma, yang berarti terdapat probabilitas 0,3% bahwa sinyal-sinyal tersebut terjadi secara kebetulan.

Namun, angka ini masih jauh di bawah tingkat lima sigma yang dipersyaratkan untuk sebuah penemuan ilmiah yang signifikan secara statistik.

Menanggapi kritik bahwa tim tersebut mungkin telah melebih-lebihkan signifikansi studi mereka, Madhusudhan mengatakan kepentingan publiklah untuk mengetahui perkembangan penelitian ini.

“Para pembayar pajaklah yang membayar kita, dan mereka berhak menikmati prosesnya,” tambah Madhusudhan.

“Jika kita mengirim robot ke Mars, kita tidak akan menunggu sampai robot itu pergi dan menemukan kehidupan untuk merayakan tindakan pengirimannya. Kami telah mengumumkan bahwa kami akan mengirim robot ke Mars, dan kami sangat antusias dengan kemungkinannya. Hal ini setara dengan itu.”

“Tidak Ada Bukti Kuat”

Untuk saat ini, publik hanya memiliki sedikit informasi tambahan selain studi oleh tim Cambridge.

Seluruh data MIRI yang menjadi dasar penemuan tim telah tersedia untuk umum pada 27 April, menurut NPR.

Setelah itu, para peneliti eksternal dapat mulai menelitinya dan merumuskan tanggapan yang telah melalui proses peer-review.

Sementara itu, berbagai peneliti telah mencoba merekonstruksi temuan tersebut menggunakan model data mereka sendiri, tetapi belum berhasil.

Pada bulan Januari, tim ilmuwan secara independen menganalisis atmosfer K2-18b menggunakan instrumen JWST yang sama dengan yang digunakan dalam studi tahun 2023.

Tim tersebut tidak menemukan “bukti yang signifikan atau andal secara statistik” tentang adanya DMS pada K2-18b, tulis para peneliti dalam makalah yang dipublikasikan di server pracetak arXiv.

Baru-baru ini, pada tanggal 22 April, astrofisikawan Universitas Oxford, Jake Taylor, menganalisis ulang spectra JWST yang digunakan dalam studi Cambridge yang baru, menggunakan model data sederhana yang rutin digunakan dalam studi eksoplanet.

Analisis Taylor, yang juga dipublikasikan di arXiv, juga tidak menemukan jejak DMS.

“Tidak ada bukti kuat untuk fitur spektral yang terdeteksi dalam spektrum transmisi MIRI K2-18b,” tulis Taylor.

Dengan hanya melihat studi tim Cambridge, Schwieterman juga melihat alasan untuk ragu dalam menyatakan keberadaan biosignature pada K2-18b.

“Ketika DMS berinteraksi dengan sinar ultraviolet dari bintang, ia terpecah menjadi komponen-komponen yang kemudian membentuk kembali menjadi molekul lain seperti etana (C2H6) dan etilena (C2H4),” kata Schwieterman.

“Makalah ini tidak melaporkan deteksi molekul-molekul ini, yang mana membingungkan karena Anda mungkin mengira gas-gas ini muncul bersamaan.”

Apa Selanjutnya?

Semua orang, termasuk tim Cambridge, sepakat bahwa pengamatan lebih lanjut terhadap K2-18b diperlukan untuk memperjelas teka-teki ini.

Ini berarti para peneliti harus meminta lebih banyak waktu kepada JWST untuk mengamati planet asing tersebut saat melintas di depan bintangnya. [BP]