Belajar dari Zaini Misrin, Selamatkan Buruh Migran dari Hukuman Mati

Ilustrasi tentang buruh migran [Foto: Istimewa]

Koran Sulindo – Keluarga Besar Buruh Migran Indonesia (Kabar Bumi) mengecam tindakan pemerintah Arab Saudi yang mengeksekusi Muhammad Zaini Misrin Arsyad alias Slamet Kurniawan. Buruh migran asal Kebun, Bangkalan, Madura ini dihukum pancung pada Minggu 18 Maret kemarin.

Kabar Bumi karena itu turut berduka atas kematian Zaini. Terlebih tindakan Arab Saudi ini bukanlah kali pertama terjadi. Kejadian serupa pernah dan menimpa Siti Zaenab asal Madura dan Karni asal Brebes pada 2015. Eksekusi kepada kedua buruh migran itu juga tanpa pemberitahuan kepada pemerintah Indonesia.

Ketua Kabar Bumi, Karsiwen menilai, tindakan eksekusi tanpa pemberitahuan terhadap Zaini Misrin juga disebabkan lambannya pemerintah Indonesia menangani kasus yang menimpa pria asal Bangkalan itu. Pemerintah melalui KJRI baru mengetahui kasus Zaini Misrin setelah ia divonis pada 17 November 2008. Padahal, kasus yang menimpa Zaini Misrin terjadi pada 2004.

Dalam kasus itu, Zaini Misrin mengaku dipaksa untuk membunuh majikannya. Berdasarkan fakta itu, Zaini Misrin semestinya bisa diselamatkan dari hukuman pancung, jika pemerintah meresponsnya lebih cepat. Oleh karena itu, kata Karsiwen, peristiwa-peristiwa demikian sudah semestinya menjadi pelajaran bagi pemerintah Indonesia.

“Karena ketiadaan pendampingan sejak awal, penerjemah dan pengacara dari KBRI/KJRI yang berpihak pada korban yang bisa mempengaruhi putusan hukum. Sudah saatnya pemerintah memperbaiki sistem perlindungan dengan mengunjungi penjara-penjara secara rutin sehingga kasus seperti Zaini Misrin tidak terjadi lagi,” kata Karsiwen dalam keterangan resminya di Jakarta, Senin (19/3).

Menurut Karsiwen, pemerintah juga perlu mendesak pemerintah Arab Saudi dan negara penempatan lainnya untuk memberi hak komunikasi kepada korban yang mengalami permasalahan hukum. Dengan begitu, korban bisa menyampaikan persoalan yang dihadapinya kepada perwakilan pemerintah atau keluarga setelah ditangkap dan menjalani proses hukum.

Pemerintah perlu menyediakan tempat pengaduan yang mudah dijangkau terutama di daerah asal buruh migran sehingga keluarga bisa mengadu dan memberi pendampingan serta perlindungan hukum yang cepat jika ada aduan dari keluarga buruh migran yang menghadapi masalah hukum di luar negeri. Nota protes diplomatik adalah langkah yang perlu dipertimbangkan pemerintah kepada Arab Saudi, kata Karsiwen.

“Pemerintah juga waktunya intropeksi diri atas kebijakan hukum mati di Indonesia karena kita menuntut menolak hukuman mati kepada warga negara Indonesia di luar negeri,” kata Karsiwen.

Kementerian Luar Negeri mencatat warga negara Indonesia yang terancam hukuman mati mencapai 142 orang. Dari jumlah itu, terbesar berada di Malaysia dan Arab Saudi. Menanggapi fakta itu, Kabar Bumi menuntut pemerintah untuk segera membebaskan mereka dari hukuman mati. Apalagi hakikatnya mereka terpaksa bekerja ke luar negeri karena minimnya lapangan kerja di tanah air.

“Pemerintah juga harus bertindak tegas atas perlakuan berbagai negara penempatan yang tidak memberikan hak pembelaan diri kepada buruh migran dan juga terhadap hukum negara penempatan yang tidak membela buruh migran, namun masih berpihak kepada majikan,” kata Karsiwen. [KRG]