Rusia dan China adalah penghalang utama dominasi global AS.

Koran Sulindo – Lebih dari dua dekade terakhir Amerika Serikat masih saja menyusun daftar ‘musuh-musuh’ nya, menghadapi atau menyerang dan jika tidak mungkin mereka bakal merasa cukup hanya dengan melemahkan saja.

Daftar musuh-musuh itu disesuaikan dan tergantung pada dua pertimbangan utama, prioritas dan tingkat kerentanan mendongkel rezim. Prof. James Petras seperti dikutip situs globalresearch.ca mendefinisikan cara AS untuk mengukur sekaligus menangani musuh-musuhnya.

AS mengukur musuhnya pada beberapa kriteria utama seperti militer, ekonomi dan politik serta yang terakhir adalah prioritas. Berikut daftar prioritas musuh-musuh AS;

Rusia masuk prioritas tinggi karena kekuatan militernya tampil sebagai penyeimbang nuklir bagi dominasi global AS. Angkatan bersenjata negara ini selain dilengkapi peralatan canggih dan lengkap, tentara Rusia hadir di Eropa, Asia dan Timur Tengah. Cadangan minyak dan gas melindungi Rusia dari pemerasan ekonomi AS sementara di sisi lain aliansi geopolitik mereka efektif membatasi ekspansi AS.

China menjadi musuh utama AS karena berkembangnya kekuatan ekonomi global, investasi dan teknologi. Kemampuan defensif militer China tumbuh pesat untuk melindungi kepentingannya terutama menjaga Laut China Selatan dan Laut China Timur dari dominasi AS di Asia.

Korea Utara menjadi momok AS karena memiliki rudal nuklir serta rudal balistik dan kebijakan luar negerinya yang ketat. Karena letak yang strategis, negara ini  dianggap sebagai ancaman utama pangkalan militer AS dan proxy regionalnya di Asia.

Iran menjadi musuh AS karena kekayaan minyak, sekaligus independensi aliansi geo-politik negara itu menantang dominasi AS dan Saudi di Timur Tengah.

Venezuela masuk daftar karena sumber daya minyak dan kebijakan sosio-politiknya menantang gaya neo-liberal AS yang berpusat di Amerika Latin.

Suriah dimusuhi AS karena aliansi negara itu dengan Iran, Palestina, Irak dan Rusia tampil sebagai penyeimbang aliansi klasik AS-Israel mendominasi Timur Tengah.

Selain negara yang masuk dalam musuh prioritas, beberapa negara diklasifikasikan sebagai musuh menengah AS yang meliputi; Kuba, Lebanon dan Yaman. Selain kualifikasi tinggi dan menengah, AS juga menganggap Bolivia dan Nikaragua sebagai musuh-musuh dengan tingkat kesulitan rendah.

Cara Menghadapi

AS biasanya menghadapi musuh-musuh dengan prioritas tinggi dengan menggunakan kombinasi sanksi ekonomi,  pengepungan militer, provokasi dan perang propaganda yang intens seperti dilakukan kepada Korea Utara, Rusia, Venezuela, Iran dan Suriah.

Khusus melawan China, karena hubungan pasar global yang kuat AS lebih mengandalkan mengandalkan pengepungan militer regional, provokasi separatis dan propaganda bermusuhan.

Kecuali Venezuela, ‘target prioritas’ Washington memiliki kelemahan strategis terbatas. Venezuela dianggap paling rentan karena ketergantungannya yang tinggi pada uang minyak ditambah lagi banyak kilang-kilang utama mereka justru berada di AS. Venezuela juga mempunyai hutang yang tinggi dan oposisi domestik yang bertindak sebagai klien AS.

Iran relatif lebih kuat karena kekuatan militernya menjadi faktor utama untuk mempengaruhi negara-negara tetangga. Iran juga memiliki faktor keagamaan yang bisa menggerakkan beberapa negara di Timur Tengah berdiri di belakangnya jika mereka di serang.

Di sisi lain, meski tergantung pada ekspor minyak Iran mempunyai pasar alternatif yang bebas dari pemerasan AS yakni China.

Korea Utara, meski terus menerus dilumpuhkan dengan sanksi ekonomi yang berat, kepemilikan bom nuklir menjadi penghalang utama bagi AS dan sekutu-sekutunya untuk menyerang. Selain itu, tidak seperti Venezuela baik Iran maupun Korea Utara memiliki oposisi domestik yang dimodali senjata dan uang AS.

Seperti Rusia, China hampir semua musuh-musuh prioritas AS tidak rentan terhadap serangan frontal. Mereka justru sanggup mempertahankan atau justru meningkatkan kohesi domestik dan jaringan ekonomi mereka sementar pada waktu bersamaan meningkatkan kapasitas militer. Biaya bagi model serangan langsung tidak bakal mampu dipikul AS.

Akibatnya, para pemimpin-pemimpin AS dipaksa mengandalkan serangan inkremental, periferal dan proxy yang tentu saja memilik hasil yang sangat terbatas.

Kombinasi

Berkaca dari pengalaman, sanksi keras terhadap Iran, Korea Utara dan Venezuela tak pernah memiliki prospek bagus di masa lalu. Iran dan Rusia dengan mudah mengatasi intervensi proxy seperti Saudi dan Israel sekaligus mengganggu propaganda AS.

Perang habis-habisan melawan Iran dengan mudah akan menghancurkan Riyadh dan Tel Aviv sekaligus. Jika AS, Saudi atau Israel dengan gampang bisa menjatuhkan bom mereka di Yaman atau Jalur Gaza dan tak mendapat serangan balasan, menyerangan Teheran hasil akhirnya bisa berbeda.

Politisi di Washington juga tak bisa melawan menguatnya pengaruh Rusia di Timur Tengah dan meluasnya perdagangan negeri itu dengan Asia, terutama China. Singkat kata, pada target ‘prioritas’ AS tidak bisa dihancurkan atau dikalahkan dengan mudah pada semua aspeknya.

Berbeda dengan negara-negara ‘prioritas’ tinggi, AS bisa mengintervensi dan mungkin memicu kerusakan parah negara-negara dengan prioritas menengah namun, memiliki beberapa kelemahan mendasar untuk serangan skala penuh.

Yaman, Kuba, Lebanon, Bolivia dan Suriah bukan negara yang sanggup memicu ‘pembelaan’ politik dan ekonomi global. AS hanya bisa menjinakkan negara-negara ini dengan perubahan rezim yang destruktif dan biaya politik yang besar serta ketidakstabilan berkepanjangan.

Di Yaman AS bisa mendorong kemenangan total Saudi atas orang-orang Yaman yang kelaparan. Namun siapa yang diuntungkan sementara Saudi sama sekali tak memiliki kemampuan hegemoni. Bagaimanapun, pekerjaan-pekerjaan kolonial berbiaya mahal itu hanya menghasilkan sedikit manfaat ekonomi, terutama dari negara miskin yang terisolasi secara geografis seperti Yaman.

Di Kuba dengan militer yang profesional dan sejuta milisi, negara itu dipastikan sanggup bertahan menghadapi serbuan asing. Bagi AS, invasi ke Kuba akan membutuhkan pendudukan lama dan kerugian yang sangat besar. Karena nyatanya, beberapa dekade sanksi ekonomi yang diberlakukan AS gagal membuat negara itu bangkrut. [TGU]