Koran Sulindo – Lembaga Adat Melayu Riau berencana menganugerahkan gelar adat kepada Presiden Jokowi pada tanggal 15 Desember 2019 mendatang.
Gelar adat yang bakal disematkan kepada Jokowi adalah Datu Sri Setia Amanah Negara yang berarti pembesar atau petinggi yang memegang amanah negara.
Rencana tersebut disampaikan Penghubung Lembaga Adat Melayu, Kapitra Ampera yang didampingi Ketua Umum Lembaga Adat Melayu Riau Datuk Al Azhar dan datuk-datuk yang lain saat bertemu Jokowi di Istana Negara, Selasa (04/12).
“Tanda kita menyampaikan terima kasih yang dapat dilakukan Lembaga Adat Melayu Riau itu ya tertinggi adalah dengan memberikan gelar kepada yang Presiden,” kata Al Azhar.
“Datuk Sri Setia Amanah Negara, yang berarti bahwa beliau adalah seorang pembesar, seorang petinggi, Datuk yang berseri-seri, bercahaya, memegang amanah negara yang dibebankan kepada beliau.”
Menambahkan keterangan Al Azhar, Ketua Harian Lembaga Adat Melayu Riau Datuk Syahril Abu Bakar menyebut pemberian gelar itu didasari kenyataan bahwa setelah lebih kurang 17 tahun masyarakat Riau didatangi oleh asap, hanya Presiden Jokowi yang mengambil kebijakan jangan lagi ada asap di Provinsi Riau.
“Alhamdulillah 3 tahun terakhir ini sebagaimana yang kita ketahui, asap sudah tidak ada lagi di negeri kami. Ini hal-hal yang menjadi dasar,” kata Syahril.
Selain itu, Syahril menunjuk kembalinya Blok Rokan di Provinsi Riau di 6 Kabupaten dan Kota kepada bangsa Indonesia yang pengelolaannya diserahkan kepada Pertamina.
“Dan Alhamdulillah pemerintah daerah melalui perusahaan daerah dapat bersama-sama mengelola Blok Rokan,” kata Syahril.
Selain menyampaikan maksudnya memberi Jokowi gelar adat, dalam kesempatan itu Lembaga Adat Riau juga meminta kesediaannya untuk hadir dalam pencanangan sertifikasi masyarakat adat dan penyerahan 6.000 sertifikat TORA kepada masyarakat Riau.
Dalam acara itu juga bakal digelar parade kebudayaan menyambut kebahagiaan masyarakat Riau, yang akan dilaksanakan pada 15 Desember mendatang.
Lebih lanjut Syahril juga merujuk Perpres Nomor 86 Tahun 2018 tentang Tanah Objek Reforma Agraria (Tora), sehingga tanah milik bersama, diakui, dan sekaligus bisa disertifikatkan. Menurut Syahril ide itu merupakan perjuangan Lembaga Adat Melayu selama 20 tahun terakhir.
“Di luar dugaan kami yang selama ini kami butuh pengakuan, dan Presiden telah mengembalikan kepada masyarakat adat dan sekaligus memberikan status sertifikat kepada tanah adat ini,” kata dia.
Selain Perpres itu, Syahril juga menyebut Inpres Nomor 8 Tahun 2018 menyangkut penataan kembali tentang perkebunan kelapa sawit.
Dalam aturan itu hampir 3 juta hektar kebun kelapa sawit yang ada di Riau yang selama ini tak bisa dimanfaatkan maksimal kini bisa ditata kembali.
Kemudian lagi, sambung Syahril, 15 tahun terakhir ini CPP Blok dikelola oleh Pertamina bersama dengan perusahaan daerah.
Dan dalam beberapa bulan terakhir ini sudah ditetapkan bahwa CPP Blok itu murni masyarakat Riau, Pemda Riau yang mengelolanya. Tidak ikut Pertamina di sana lagi.
Menurut Syahril hal itulah yang menjadi dasar bagi Masyarakat Adat Melayu menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada pemerintah.
“Yang kebetulan dijabat oleh Bapak Ir Joko Widodo bersama Pak Jusuf Kalla. Kami memberikan gelar adat kepada beliau sebagai ingatan budi kepada Presiden,” kata Syarhril.[TGU]