Koran Sulindo – Pemerintah resmi meluncurkan PT Bank Syariah Indonesia Tbk atau BSI pada 1 Februari lalu. Hasil merger tiga bank syariah anak usaha bank BUMN ini diharapkan mendongkrak perkembangan keuangan syariah di Indonesia yang masih tertinggal dibandigkan bank kovensional. Tak hanya itu, merger ini juga punya ambisisi besar yaitu masuk dalam jajaran 10 besar di kancah global.
Saat peluncuran resmi BSI di istana negara pada 1 Februari lalu, Presiden Joko Widodo mengatakan Indonesia sudah lama dikenal sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Status ini, kata Presiden, bahkan sudah menjadi identitas global dan menjadi kebanggan Indonesia. “Maka sudah sewajarnya ini menjadi salah satu negara yang terdepan dalam hal perkembagan ekonomi syariah,” ujar Presiden.
Mengutip laporan The State of the Global Islamic Economy , Presiden mengatakan sektor ekonomi syariah Indonsia telah mengalami pertumbuhan yang berarti. Tahun 2018 ekonomi syariah Indoneisa berada di peringkat 10 dunia. Kemudian pada tahun 2019 naik menjadi peringkat yang ke lima dunia dan tahun 2020 ekonomi syariah Indoneisa berada pada peringkat ke empat dunia. “Kenaikan peringkat tersebut harus kita syukuri, namun kita harus terus bekerja keras untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat gravitasi ekonomi syariah regional dan global,” ujar Presiden.
Sebagai negara dengan jumlah penduduk mulsim terbesar di dunia, mengembangkan keuangan syariah di Indonesia mestinya memang tidak sulit. Tetapi nyatanya, tidak demikian. Tahun 2020 lalu, di pasar domestik, market share produk keuangan syariah di Indonesia masih berada di bawah 10% yaitu 9,9%. Untuk perbankan syariah sendiri jauh lebih rendah yaitu 6,6%. Demikian juga industri keuangan non bank (IKNB) syariah masih di kisaran 4-5%. Sedangkan, pasar modal syariah cukup besar yaitu 17,5%.
Secara global pun, walau laporan The State of the Global Islamic Economy menunjukkan peringkat Indonesia Indonesia membaik, tetapi itu adalah peringkat untuk ekonomi syariah secara umum, dimana di dalamnya mencakup banyak hal termasuk fashion dan kuliner. Untuk perbankan sendiri, tak satu pun bank syariah asal Indonesia yang masuk dalam jajaran 10 bank syariah terbesar global. Mengutip publikasi, The Asian Banker, Bank Syariah Mandiri berada para ranking ke-34 dari sisi aset yaitu mencapai US$ 7,9 miliar. Kemudian Bank BNI Syariah berada di peringkat 52 dengan aset seniliai US$ 3,5 miliar, dan Bank BRI Syariah berada di peringkat 53 dengan aset US$ 3,4 miliar. Setelah dimerger menjadi BSI aset ketiganya menjadi US$ 14,8 miliar atau berada pada peringkat ke-22 secara global. Nilai aset ini masih jauh bila dibandingkan Al Rajhi Bank dari Arab Saudi yang memiliki nilai aset sebesar US$ 111,3 miliar atau berada pada peringkat pertama global.
Hery Gunardi, Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia Tbk mengatakan sebagai bank hasil penggabungan, pada posisi Desember 2020, Bank Syariah Indonesia memiliki total aset sebesar Rp 247 triliun, total pembiayaan sebesar Rp 157 triliun, total dana pihak ketiga sebesar Rp 210 triliun serta total modal inti sebesar Rp 22,6 triliun. Bank Syariah Indonesia juga memiliki sebanyak 1.200 kantor cabang dan sekitar 20.000 karyawan yang tersebesar di seluruh Indonesia.
Hery mengatakan setelah merger ini, Bank Syariah Indonesia menjadi bank peringkat ketujuh di Indonesia dari sisi aset. “Kami sadar bahwa tugas kami bukan hanya sekedar menggabungkan tiga bank ini, melainkan dalam waktu yang bersamaan juga melakukan transfromasi seperti perbaikan proses bisnis, penguatan risk management, penguatan dari sisi sumber daya insani, serta penguatan teknologi digital,” ujar Hery.
BSI, kata Hery, berkomitmen untuk menjadi pilihan nasabah karena produk yang kompetitif dan layanan yang prima sesuai kebutuhan nasabah. Bank Syariah Indonesia, tambahnya, memiliki fokus untuk menumbuhkan segmen UMKM dalam eksosistem yang terintegrasi, melayani segmen ritel dan consumer serta mengembangkan segmen wholesale dengan produk yang inovatif, termasuk pengembagan binsis global seperti global sukuk. “Kami siap membawa Bank Syariah Indonesia untuk masuk ke dalam 10 bank syariah terbesar di dunia berdasarkan kapitalisasi pasar dalam 5 tahun ke depan,” ujarnya.
Pintu untuk menjadi 10 bank syariah terbesar di dunia tentu sangat terubuka lebar untuk BSI. Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan demografi Indonesia yang mayoritas muslim merupakan modal yang kuat untuk bisa menggapai ambisi itu. “Karena yang memberatkan itu adalah justru kalau market-nya sempit. Timnya sebagus apa pun, bisnis modelnya sebagus apa pun enggak gampang bila marketnya kecil. Kita sudah punya market yang besar yang selama ini justru kita ketinggalan sebagai bangsa karena tidak mempunya strateagi bisnis yang tepat, dan juga kadang-kadang manajemennya juga lemah,” ujar Erick.
Untuk bisa memaksimalkan optimalisasi potensi pasar ini, memang ada sejumlah tantangan yang harus bisa diatasi oleh Bank Syariah Indonesia. Deden Firman Hendarsyah, Direktur Pengaturan dan Perizinan Perbankan Syariah OJK mengatakan potensi pengembangan keuangan syariah di Indonesia memang besar, tetapi tantangan yang dihadapi juga tak kalah menantang.
Pasar Syariah
Pertama adalah market share industri keuangan syariah masih rendah yaitu 9,9%. Kemudian, literasi dan inklusi keuangan syariah juga masiah rendah. Berdasarkan survei OJK, tingkat inkluasi keuangan syariah hanya 9,1% dan tingkat literasinya hanya 8,9%. Bandingkan dengan tingkat inkluasi dan literasi keuangan secara umum yang masing-masing berada di level 76,19% dan 38,03%.
“Artinya bisa kita bayangkan di antara 100 orang Indonesia, hanya kurang dari 10 orang yang telah memahami dan atau menggunakan produk atau jasa keuangan syariah. Angka ini tentunya masih sangat kecil bila dibandingkan populasi muslim di Indonesia yang terbesar di dunia,” ujar Deden.
Tantangan lainnya adalah dari sisi produk. Deden mengatakan agar menjadi pilihan nasabah, harus ada diferensiasi model bisnis dan produk keuangan syariah. Apalagi masyarakat Indonesia dari waktu ke waktu terus meningkatkan tuntutannya akan layanan dan produk yang bisa memenuhi kebutuhan mereka. Karena itu bila keuangan syariah ingin bersaing dengan industri keuangan lainnya yang konvensional tentunya industri keuangan syariah mau tidak mau harus mampu menjawab tantangan agar dapat memenuh kebutuhan masyarakat Indonesia.
Tantangan berikutnya adalah masih belum cukup memdainya adopsi teknolgi. Teknologi dewasa ini merupakan game changer yang sangat signifikan di industri keuangan. Sekarang semua mengarah ke digitalisasi termasuk tentunya digitalisasi di sektor keuangan syariah. “Salah satu hikmah dari pandemi ini adalah semakin cepatnya adoposi teknologi oleh masyarakat kita, yang dulu masih suka datang ke bank, pada saat ini saya yakin lebih memilih untuk tidak datang ke bank apabila itu bisa dilayani dengan mobile banking atau dengan infrastruktur layanan keuangan lainnya. Oleh karena itu ini merupakan salah satu yang harus bisa dijawab oleh industri keuangan syariah,” ujar Deden. [Julian A]