Bank dan Fintech, Seteru yang Kini Saling Berkolaborasi

Ilustrasi

Koran Sulindo – Perusahan financial technology (fintech) kian berkembang pesat di Indonesia. Jenisnya pun bervariasi mulai dari peer to peer lending (P2P), payment, aggregator, project financing, financial planner, credit scoring dan sebagainya.

P2P dan payment merupakan dua jenis fintech yang sudah sangat populer di Indonesia. Berkembang pesat sejak 2016, keberadaan kedua jenis fintech ini sempat dianggap sebagai ancaman bagi bisnis perbankan. Tetapi dalam perkembanganya saat ini justru iklim kolaborasi yang tercipta bukan lagi kompetisi untuk saling meniadakan.

Salah satu contoh kolaborasi ini misalya dilakukan oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan PT Visionet Internasional (OVO). Pada “Pekan Fintech Nasional” (PFN) dari 11-25 November 2020  – kedua perusahaan ini menandatangani nota kesepahaman (MoU) untuk menyalurkan pinjaman kepada UMKM. Sumber pendanaan berasal dari BRI melalui produk BRI Ceria dan akan disalurkan kepada pelaku UMKM yang terdapat dalam ekosistem OVO.

“Produk digital dengan bunga ringan melalui aplikasi BRI Ceria ini rencananya akan dipasarkan di penghujung tahun untuk memungkinkan para penggerak UMKM dan pengguna OVO untuk memperoleh tambahan modal hingga Rp 20 juta dengan tenor mulai dari 1 bulan hingga 12 bulan,” ujar VP Lending Natasha Ardiani saat penandatangan MoU pada19 November lalu.

EVP Card and Digital Lending Division Bank BRI Wibawa Prasetyawan mengatakan, pandemi Covid-19 mendorong terjadinya kolaborasi antara berbagai pelaku bisnis termasuk di sektor keuangan. Dengan kolaborasi ini, produk perbankan bisa diakses konsumen termasuk UMKM yang ada di ekosistem e-commerce atau platform digital.

“Kami sudah mengembangkan API integration kepada para e-commerce platform ini. Jadi kita sudah memetakan produk dan service kita di beberapa partner e-comerce platform,” ujar Wibawa Prasetyawan.

Selain dengan OVO, sebelumnya sejumlah pelaku fintech dan perusahaan e-commerce sudah menjalin kemitraan dengan bank-bank milik negara (Himbara) dalam penyaluran kredit kepada UMKM. Kerja sama ini terjalin melalui aplikasi DigiKU milik Himbara yang diluncurkan pada Juli lalu. Melalui DigiKU produk-produk milik bank Himbara bisa langsung diakses oleh pelaku UMKM dalam ekosistem e-commerce dan fintech.

Adapun platform digital yang sudah bekerja sama dengan DigiKU adalah Gojek, Traveloka, Tokopedia, Shopee, Bukalapak dan Grab. Hingga 23 Oktober lalu, jumlah debitur UMKM dalam ekosistem Gojek, Traveloka, Tokopedia, Shopee, Bukalapak dan Grab yang mengajukan pinjaman di DigiKU adalah sebanyak 35.158 dengan plafon pinjaman mencapai Rp 959,5 miliar dan realisasi pinjaman sudah sebesar Rp 360,4 miliar.

Kerja sama ini dimungkinkan terjadi karena karena teknologi Application Programing Interface (API). Hampir semua bank kini mengembangkan teknologi ini untuk mendorong terciptany open banking yaitu layanan perbankan yang bisa diakses dari ekosistem lain di luar ekosistem bank itu sendiri.

General Manager  IT Development PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Heri Atmoko mengatakan, pihaknya juga sudah mengembangkan API ini.  “Buat kami fintech ini bukan pesaing, tetapi buat kami fintech ini partner. Karena kami sudah lama melakukan kolaborasi dengan fintech-fintech,” ujar Heri pada sebuah webinar di ajang Pekan Fitech Nasional (PFN).

API
Heri menganalogikan API ini seperti bahasa Indonesia yang menjadi pemersatu berbagai bahasa dalam dunia teknologi informasi. API menyatukan bahasa yang berbeda-beda, atau menstandarkannya menjadi satu bahasa yang sama. “API ini merupakan teknologi di mana biasanya industri-industri digital ini menggunakannya untuk melakukan komunikasi. Sedangkan kalau berbicara open banking, itu lebih ke arah service atau layanan di sisi perbankan untuk melakukan bisnis secara digital,” ujar Heri.

Heri mengatakan, dengan API, open banking bisa terealisasi. Hal inilah yang memungkinkan nasabah yang berada dalam ekositem fintech atau pun e-commerce bisa mengakses produk atau jasa perbankan. Transfer uang, misalnya. Selama ini transfer bisa dilakukan melalui cabang bank, ATM, mesin EDC, mobile banking dan internet banking. Tetapi dengan open banking yang terwujud karena adanya API tadi, transfer bisa dimungkinkan melalui aplikasi pembayaran misalnya GoPay, OVO dan lainnya.

“Layanan open banking yang dimiliki oleh BNI saat ini sudah memiliki lebih dari 200 services yang open melalui teknologi open API. Dan kita sudah memiliki lebih dari 3.000 klien yang menggunakan layanan open API,” ujar Heri.

Saat ini, tambah Heri, masih ada sekitar 70 entitas yang dalam proses integrasi di antaranya ada perusahaan startup, fintech dan e-commerce.

Bank Indonesia pada Mei lalu sudah menyusun Consultative Paper (CP) mengenai Standar Open API dalam rangka open banking dan interlink bank dengan fintech bagi Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP).  Bank Indonesia menyampaikan Open API dibutuhkan untuk mendorong adopsi open banking yang mendukung tercapainya layanan pembayaran yang efisien, aman, dan handal; mendukung inovasi dan kompetisi; serta mendorong terciptanya ekosistem Open API yang berintegritas.

Standar Open API mencakup standar data, standar teknis, standar keamanan, dan standar tata kelola. Standar Open API akan diawali dengan tahap persiapan dan pengembangan Open API pada Triwulan IV/2020 serta dilanjutkan dengan tahap ujicoba dan penerapan Standar Open API mulai Triwulan I/2021.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga mendukung adanya kolaborasi antara perbankan dan fintech. Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida mengatakan OJK saat ini sedang menyusun sejumlah aturan terkait fintech. Dan salah satu visi dalam penyusunan aturan ini adalah mendorong adanya kolaborasi antara bank dan finetch. [Julian A]