Bangga Sebab DNA Manusia Indonesia (Selamat Ulang Tahun Indonesia!)

(foto: HarapanRakyat.com)

Koran Sulindo – Untuk mengungkap asal-usul manusia lewat DNA mitokondria, Max Ingman, doktor genetik asal Amerika Serikat dalam tulisan bertajuk “Mitochondrial DNA Clarifies Human Evolution” pernah mengungkapkan, bahwa manusia modern berevolusi dari salah satu tempat di Afrika antara kurun waktu 100 – 200 ribu tahun lalu. Dari situ moyang manusia masa kini itu lantas menyebar dan mendiami tempat-tempat di luar Afrika.

Gen manusia modern ini tidak bercampur dengan gen spesies manusia kuno. Teori penyebaran manusia ini dikenal dengan hipotesis Out of Africa dan disokong oleh bukti-bukti genetik yang telah ditemukan.

(foto: hipwee.com)

Di Indonesia mtDNA dipakai untuk melacak jejak gen manusia purba. Hal itulah yang dikerjakan oleh Wuryantari, dalam melakukan penelitian untuk menjawab pertanyaan apakah manusia dari situs Plawangan, Rembang (Jawa Tengah) yang hidup sekitar 2.400 – 3.500 tahun lalu dan Gilimanuk (Bali) sekitar 2.320 – 1.215 tahun lalu merupakan nenek moyang populasi orang Jawa dan Bali masa kini.

Variasi DNA bisa menunjukkan struktur kekerabatan populasi, pola migrasi, hingga penyakitnya. Asal-usul kita dipengaruhi migrasi para leluhur yang kemudian diwariskan ke tiap generasi. Ada Afrika, Asia daratan yang turun hingga Filipina, India, dan Arab. Untuk Arab juga bukan yang seluruhnya asli. Gelombang migrasi inilah yang memberikan keragaman DNA.

Dengan keragaman ini, tidak heran bila orang Indonesia memiliki DNA (deoxyribonucleic acid) yang kompleks. Hal ini juga jadi jawaban bahwa sebetulnya tidak ada suku tertentu yang bisa dibilang menjadi asal mula atau pribumi orang Indonesia.

Prof Dr Herawati Aru Sudoyo, Deputi Fundamental Eijkman Institute mengatakan, tes DNA dilakukan untuk mengetahui lebih jauh tentang asal usul orang Indonesia dan menilik kembali siapa nenek moyang kita. Sudah 1,5 dekade terakhir, Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman meneliti hal itu. Secara genetik, asal usul orang Indonesia itu beragam.

Hasil uji DNA ini membuktikan adanya hubungan darah antara penduduk Madagaskar dan Indonesia. Hasil pemetaan genetik di Indonesia terdahulu memperlihatkan gambaran sejajar antara penyebaran bahasa dengan penyebaran variasi genetik.

Baca Juga Zaman VOC, Saudagar Pribumi Melongo Jadi Penonton

Gelombang Migrasi

Homo Sapiens telah mengembara selama ratusan ribu tahun dari benua Afrika. Kemudian sekitar 50.000 tahun yang lalu, sampailah gelombang migrasi pertama di kepulauan Nusantara.

“Jadi dari 150.000 tahun, 100.000 tahun berjalan mengembara melewati lingkungan yang berbeda. Ada hutan yang lebat sekali, orangnya pasti akan mengecil. Karena untuk mencegah penguapan.Rambut juga mungkin lebih keriting.Jadi semua itu yang menyebabkan kita menjadi berbeda dalam perjalanannya. Beragam, bukan berbeda,” ungkap Prof. Dr. Herawati Supolo Sudoyo, Deputi Penelitian Fundamental Eijkman Institute.

Kepulauan Nusantara menjadi menarik bagi para peneliti genetika karena keberagaman genetika. Lokasi Kepulauan Nusantara yang strategis mengalami empat gelombang migrasi manusia modern. Gelombang pertama yang datang ke Nusantara, berasal dari Afrika secara langsung melewati pantai selatan.

Menurut Herawati, sebagian manusia pada gelombang pertama itu pergi lagi ke satu daratan besar bernama Sahul. Sahul pada zaman itu, atau 50.000 tahun yang lalu, merupakan Papua dan Australia yang sekarang. Gelombang kedua, datang dari mereka yang sebelumnya telah sampai ke Asia daratan.

Gelombang ketiga datang dari Taiwan atau Pulau Formosa. Orang dari Taiwan ini awalnya juga datang dari Asia daratan. Mereka menyebar ke Filipina, Sulawesi, Kalimantan, membawa Bahasa Austronesia. Diaspora Austronesia ini juga sampai ke Madagaskar hingga Pulau Paskah.

Sementara itu, gelombang keempat datang melalui jalur perdagangan dan pengenalan keagamaan sekitar tahun 700-1300. Orang-orang dari Eropa, India hingga Timur Tengah masuk melalui pelabuhan-pelabuhan di Nusantara.

Baca juga Tangkal Intoleransi, Pendidikan Pancasila Perlu Masuk Kurikulum Sekolah

Tidak Ada Peluang Untuk Intoleransi

Kenapa? Karena melalui tes DNA yang hasilnya menunjukan keberagaman gen, dapat menjadi pengetahuan yang mencerahkan terkait permasalahan “pribumi” dan “non pribumi” maupun sentimen ras, etnis, serta agama yang belakangan muncul (lagi).

Perihal itu, Hamid Basyaib menyebut bahwa, etnisitas, yang seringkali memicu intoleransi hanyalah konstruksi sosial. “Etnisitas ini kan yang dipandang paling core. Itu konstruksi sosial. Maka konsekuensinya, sikap rasisme misalnya, tidak punya dasar ilmiah sama sekali.”

Selamat Ulang Tahun Indonesia!

[Nora E]