Koran Sulindo – Indonesia adalah negara yang kaya akan kebudayaan, dan di antara segudang tradisi uniknya, ada satu kesenian dari Maluku yang memiliki nuansa mistis kuat, yakni Bambu Gila, atau yang oleh masyarakat setempat dikenal sebagai Buluh Gila atau Bara Suwen.
Kesenian ini masih dilestarikan dan bisa ditemui di beberapa desa seperti Desa Liang di Kecamatan Salahatu dan Desa Mamala di Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah. Di Provinsi Maluku Utara, atraksi ini juga dapat disaksikan di beberapa daerah di kota Ternate dan sekitarnya.
Asal-Usul Kesenian Mistis
Kesenian Bambu Gila dipercaya sudah ada jauh sebelum agama Islam dan Nasrani masuk ke wilayah Maluku. Walaupun tidak ada sumber sejarah yang jelas tentang asal mula tradisi ini, kisahnya erat kaitannya dengan hutan bambu di kaki Gunung Berapi Gamalama, Ternate.
Konon, bambu yang digunakan dalam pertunjukan diambil dari hutan tersebut dan harus melewati serangkaian ritual mistis agar dapat “digunakan” dalam pertunjukan.
Ritual Sebelum Pertunjukan
Dilansir dari laman Indonesia.go.id, bambu yang digunakan dalam pertunjukan ini memiliki panjang sekitar 2,5 meter dan lebar 8 sentimeter. Tidak sembarang bambu bisa dipakai.
Proses pemilihan bambu dilakukan dengan penuh kehati-hatian, dan pawang atau orang yang memimpin upacara harus meminta izin terlebih dahulu kepada roh-roh yang diyakini mendiami hutan bambu tersebut.
Setelah mendapat izin, bambu dipotong dengan ritual tradisional, dibersihkan dengan minyak kelapa, dan dihiasi dengan kain di setiap ujungnya.
Sebelum pertunjukan dimulai, pawang membakar kemenyan dalam tempurung kelapa dan membaca mantra dalam “bahasa tanah”, yaitu salah satu bahasa tradisional di Maluku.
Asap kemenyan diembuskan ke batang bambu, dan jika menggunakan jahe, pawang akan mengunyahnya sambil membaca mantra, lalu menyemburkan ke bambu. Kedua ritual ini bertujuan untuk memanggil roh leluhur agar memberikan kekuatan mistis kepada bambu.
Setelah semua ritual selesai, pawang mulai membacakan mantra secara berulang-ulang. Saat mantra diucapkan, pawang akan berteriak, “gila, gila, gila!” dan atraksi Bambu Gila pun dimulai.
Tujuh pria memegang erat bambu yang sudah diberi kekuatan mistis. Bambu tersebut mulai berguncang dengan kuat seolah bergerak sendiri. Guncangan semakin kuat seiring dengan irama musik tradisional Maluku yang dipercepat, seperti tifa, genderang, dan gong yang terus dimainkan.
Para pria yang memegang bambu harus menggunakan seluruh tenaga mereka untuk mencoba mengendalikan kekuatan dari bambu yang seakan-akan “menggila”.
Ketika permainan mencapai puncaknya, bambu menjadi semakin berat dan bergerak seolah-olah menari dengan kekuatan yang berasal dari dunia lain. Atraksi ini biasanya akan berakhir dengan para pemain yang pingsan karena kelelahan.
Namun, kekuatan mistis dalam bambu tidak akan hilang begitu saja setelah permainan selesai. Pawang harus memberikan “makan api” kepada bambu, biasanya dengan membakar selembar kertas di dekat bambu untuk meredakan kekuatannya.
Warisan Budaya yang Tetap Lestari
Meskipun zaman semakin modern, Bambu Gila tetap menjadi bagian penting dari kebudayaan Maluku. Kesenian ini biasanya ditampilkan dalam upacara adat seperti pernikahan, serta dalam acara besar lainnya.
Walaupun penuh dengan nuansa mistis, pertunjukan ini telah menjadi simbol dari kekayaan budaya Maluku yang terus diwariskan dari generasi ke generasi.
Di tengah arus modernisasi, atraksi Bambu Gila menunjukkan bahwa kekayaan tradisi dan kebudayaan daerah masih mampu bertahan. Dengan segala keunikan dan cerita mistis yang menyertainya, Bambu Gila menjadi salah satu bukti hidup dari kebudayaan Indonesia yang penuh warna. [UN]