Koran Sulindo – Program kantong plastik kresek berbayar di minimarket bisa dibilang gagal. Kini, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan pun berencana akan mengenakan cukai pada obyek plastik mulai tahun ini. Rencananya, cukai itu awalnya akan berlaku pada kantong plastik kresek. “Komoditas plastik kan banyak. Kami mulai dari komoditas tertentu, dari kresek,” ungkap Direktur Jenderal Bea Cukai Heru Pambudi di Gedung Kementerian Keuangan, Selasa (7/1).
Yang menjadi dasarnya: produk plastik tas kresek paling merusak lingkungan. Tarif cukainya akan diterapkan berdasarkan layer tertentu, menurut tingkat kesulitan daur ulangnya. “Ini diusulkan untuk kena cukai berbeda dengan obyek plastik yang mudah didaur ulang,” kata Heru.
Jika plastik kresek sudah ramah lingkungan, tambahnya, akan ada insentif dalam bentuk lain. Insentifnya berupa insentif fiskal atau prosedural untuk mendukung produsen agar memproduksi kemasan-kemasan plastik yang ramah lingkungan. “Untuk tarif, kami bedakan antara yang ramah lingkungan dan tidak. Kemudian, kalau gunakan mesin-mesin atau unit-unit pengolahan untuk meningkatkan kemampuan mengolah [plastik] menjadi ramah lingkungan, terhadap unit pengolahan itu pun kami bisa berikan support,” ujarnya.
Akan halnya cukai untuk produk plastik yang lain, kata Heru lagi, masih akan dikaji lebih lanjut. Sekarang ini, yang sudah selesai kajian, ya, cukai plastik kresek. “Kami akan berkonsultasi dengan Komisi XI DPR, sesuai dengan ketentuan Menkeu untuk menentuan kira-kira obyek yang diterapkan ke cukai di 2017 ini dan tentunya itu hasil koordinasi dari kementerian/lembaga dan asosiasi terkait,” tutur Heru.
Memang, DPR sebelumnya memberikan usul penambahan jumlah barang yang bisa dikenakan cukai, antara lain baterai, minuman berpemanis, dan piringan cakram. Diungkapkan Heru, pihaknya nanti akan membuat skala prioritas. “Yang sudah selesai tahap kajian plastik. Karbonasi pernah, tapi akan kami kaji ulang,” katanya.
Dikatakan juga oleh Heru, kalau sudah mendapatkan persetujuan dari DPR untuk cukai plastik, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan akan membuatkan peraturan pemerintah untuk itu.
Rencana pengenaan cukai tersebut ditentang Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI). “Cukai plastik itu tidak tepat dikenakan untuk industri makanan dan minuman,” kata Adhi S Lukman, Ketua Umum GAPMMI pada acara “Breakfast Meeting: Menjaga Pertumbuhan Industri Makanan dan Minuman guna Menunjang Perekonomian Nasional” di Kementerian Perindustrian, Selasa (7/2).
Menurut mereka, wacana pengendalian konsumsi dan sampah plastik melalui pemungutan cukai plastik bisa melemahkan daya saing produk mereka. Pengenaan cukai plastik akan semakin membebani industri makanan dan minuman yang sekarang ini sedang bersaing dengan produk luar negeri.
“Sekarang kan daya saing kami makin lama sudah makin berat. Bayangkan, kami disuruh ekspor ke negara lain yang tidak dikenakan cukai plastik,” ungkap Adhi.
Konsumsi plastik, menurut Adhi, bisa dikendalikan dengan mengedukasi masyarakat. Dengan begitu, masyarakat terbiasa mendaur ulang sampah plastik. “Yang paling penting bagi pemerintah adalah bagaimana mengedukasi konsumen, mengedukasi masyarakat. Karena, di Undang-Undang Sampah dinyatakan, kewajiban pemerintah itu itu harus dlakukan terlebih dulu sebelum mengenakan cukai,” tutur Adhi. [RAF]