Bahasa Bersiul, Pelopor Cuitan Burung Sebelum Twitter – Bagian 2

Para gembala di Desa Antia, Pulau Evia, Yunani berbincang menggunakan bahasa bersiul melewati pegunungan

Dilestarikan di Sekolah dan Kampus Turki

koransulindo.com – Memiliki kondisi alam yang sama dengan di Antia, para penduduk di wilayah Provinsi Giresun, Turki, juga memiliki bahasa bersiulnya sendiri. Dikenal dengan nama Kusdili, bahasa yang juga sering disebut dengan “bahasa burung” ini masih lazim dipakai, khususnya para warga di Desa Kuskoy, Distrik Canakci, yang berbatasan dengan Laut Hitam.

Ini disebabkan karena jarak rumah warga desa antara satu dan lainnya atau rumah dengan ladangnya sangat berjauhan, sehingga sangat cocok dipakai di desa itu, yang berada di antara lembah-lembah perbukitan dan pegunungan.

Dalam bahasa bersiul ini, tiap nada siulan dengan panjang pendeknya atau tinggi rendahnya mewakili sebuah kata, istilah, atau kalimat. Seseorang juga bisa membuat istilah atau kodenya sendiri agar hanya dapat diketahui lingkungan terbatas seperti keluarga atau komunitas sendiri.

Bahasa bersiul Kusdili di Turki mulai diteliti sejak 1956 dan terungkap bahwa bahasa ini telah dipakai selama sekitar 500 tahun, dan semenjak dulu hingga kini bahasa itu tidak berubah. Meski begitu, budaya ini kian terancam akibat kemajuan teknologi seperti ponsel, atau perubahan sosial berupa migrasinya para remaja ke kota-kota besar.

Upaya pemerintah untuk memelihara bahasa itu dilakukan antara lain dengan mengajarkan Kurdili di sekolah-sekolah dasar dan memasukkannya ke dalam kurikulum pengajaran di Fakultas Pariwisata Universitas Giresun. Ini membuat anak-anak mengenalnya sejak kecil, dan para mahasiswa dapat mempelajarinya di kampus sebagai elemen daya tarik wisata.

Anak-anak di desa Kuskoy, Giresun, Turki mempelajari bahasa bersiul di sekolah mereka (Foto ICH UNESCO)

Untuk memeriahkan suasana desa, Festival Bahasa Burung juga digelar di Kuskoy setiap tahunnya sejak 1997. Para pemenang biasanya adalah mereka yang bisa menyampaikan pesan yang sifatnya rumit dan kompleks, atau menggunakan istilah-istilah baru yang belum pernah ada.

Hasilnya, sekitar sepuluh ribu orang, sebagian besar berada di Distrik Canakci, Provinsi Giresun, saat ini mengerti dan menggunakan bahasa tersebut.

Lantara keunikan, kelestariannya dan sudah digunakan warga setempat selama berabad-abad, bahasa ini masuk ke dalam Daftar Warisan Budaya Tak Benda yang Harus Segera Dilestarikan dari Badan Pendidikan dan Kebudayaan PBB, UNESCO.

Sejak 2018, sebuah proyek tentang bahasa bersiul Turki telah dijalankan oleh para ahli. Proyek ini melibatkan sekelompok akademisi, ahli bahasa, dan para musisi yang akan menciptakan alfabet untuk bahasa ini. Caranya, rekaman siulan akan diteliti, lalu diubah menjadi nota dan kemudian akan dibentuk menjadi huruf.

Harapannya, bahasa bersiul ini akan menjadi bahasa yang lebih umum dan dapat digunakan secara luas oleh siapa saja di manapun berada. [Ahmad Gabriel]

(Selesai. Bagian pertama dapat dilihat di sini)

Baca juga: