Meski tidak jelas kesalahan apa yang menyebabkan Hadratus Syaikh ditangkap, namun yang jelas peristiwa itu membakar amarah dunia pesantren sekaligus memulai gerakan di bawah tanah menentang Jepang.

Setelah empat bulan menjalani pemenjaraan Mbah Hasyim dibebaskan setelah usaha terus-menerus ulama yang menghubungi pembesar-pembesar Jepang, terutama Saikoo Sikikan di Jakarta.

Belakangan, menyadari pengaruh dan wibawa Mbah Hasyim, Jepang menyampaikan permintaan maaf sekaligus mengangkat K.H. Hasyim Asy’ari sebagai Shumubucho, semacam kepala jawatan urusan agama pusat, dengan dua orang wakil yakni Abdulkahar Muzakir dan Wahid Hashim.

Hanya Perjuangan

Bertepatan dengan bukan Ramadhan di bulan Juli 1947, usai menjadi imam shalat Tarawih dan tengah memberikan pengajian kepada ibu-ibu muslimat, tamu utusan Jenderal Sudirman dan Bung Tomo datang menghadap.

Didamping Kyai Ghufron yang memimpin Laskar Sabilillah Surabaya, Mbah Hasyim beranjak menemui tamunya.

Utusan Jenderal Sudirman itu menyampaikan permintaan agar Mbah Hasyim bersedia mengungsi ke Sarangan karena Belanda mengelar serangan besar-besaran untuk merebut Malang, Besuki, Surabaya dan kota-kota lain di Jawa Timur.

Sang utusan juga menyebut Jenderal Sudirman sudah memerintahkan jajaran TNI untuk membantu pengungsian itu.

Tak  langsung menjawab, Mbah Hasyim meminta waktu satu malam untuk berfikir dan jawabannya akan diberikan keesokan harinya.

Pada keesokan harinya, jawaban Mbah Hasyim adalah ia tak berkenan menerima tawaran itu.

Empat hari berselang, datang lagi utusan Jenderal Sudirman dan Bung Tomo dengan waktu yang kurang lebih sama dengan utusan sebelumnya. Mereka membawa surat dari Bung Tomo yang memohon agar Mbah Hasyim kembali mengeluarkan komando jihad fi sabilillah bagi umat Islam Indonesia.

Belanda telah menguasai wilayah Karesidenan Malang dan banyak anggota laskar Hizbullah dan Sabilillah jatuh sebagai korban. Mbah Hasyim kembali meminta waktu semalam untuk memberi jawaban.

Belum lama berselang, laporan dari Kyai Guforn menyebut bahwa Malang sebagai basis pertahanan Hizbullah dan Sabilillah jatuh ke tangan Belanda. Pejuang makin terpojok sementara banyak rakyat sipil jatuh sebagai korban.

Mendengar laporan itu, sembari sambil memegang kepalanya Mbah Hasyim hanya berujar, “Masya Allah, Masya Allah…” dan pingsan tak sadarkan diri.

Menjelang pukul 03.00 dini hari, bertepatan tanggal 25 Juli 1947 ulama besar NU dan penjuru keimanan umat di Jawa Hadratuys Syeikh KH M Hasyim Asy‘ri dipanggil sang pencipta. Inna liLlahi wa Inna Ilayhi Raji’un [TGU]