Pasukan berkuda Jerman sedang berlatih menembak dari atas punggung kuda. (Sumber: eBay)

Selama Perang Dunia 2, maka kesan kuat adalah banyaknya pemakaian kendaraan modern bermesin, seperti truk, jip, dan sebagainya. Belum lagi senjata perang dengan mobilitas tinggi panzer dan tank.

Dengan demikian, tidak mengherankan apabila Jerman Nazi berhasil menerapkan konsep perang kilat atau blitzkrieg dengan penggunaan besar-besaran kendaraan modern.

Namun dalam kenyataannya, kesan kuat pemakaian kendaraan bermesin tidaklah sepenuhnya benar.

Sebab seperti Jerman sendiri, ternyata dalam perang ini masih terlalu menggantungkan kekuatan angkutnya pada tenaga kuda.

Menurut Perang Eropa oleh P. K. Ojong, hampir dua-pertiga daya penarik pada AD Jerman adalah kuda. Mereka menarik prajurit, meriam, peluru, logistik, dan lain-lainnya.

Dengan demikian, tatkala perang berakhir, masih terdapat lebih dari satu juta ekor kuda yang dipekerjakan oleh tentara Jerman.

Pemakaian tenaga kuda oleh AD Jerman menjadi tiga kali lipat ketika memasuki tahun 1939. Mengapa?

Karena dari mula AD Jerman memang tidak pernah mempertimbangkan untuk menggantikan sepenuhnya tenaga kuda dengan kendaraan bermotor.

Hal ini berkaitan dengan keterbatasan Jerman akan sumber daya minyak bumi dan karet, yang begitu vital artinya bagi kendaraan bermotor.

Lalu dari mana Jerman memperoleh tenaga kuda yang begitu banyak?

Sebelum perang, Jerman membeli kuda dari negara-negara lain seperti Hongaria.

Kemudian kuda diperoleh dari berbagai negeri yang dikuasainya di Eropa Tengah dan Barat, sedangkan dari front timur mereka main rampas saja dari peternakan atau petani.

Namun dari Jerman sendiri, juga banyak dibeli dari petani dan tempat-tempat pembiakan.

Tentara Jerman menggunakan kuda baik yang berdarah panas maupun dingin.

Kuda Arabia atau Amerika adalah contoh yang berdarah panas, sedangkan yang berdarah dingin misalnya Clysdesdales, dan keturunan kuda-kuda Eropa lainnya dari masa lalu.

Pembiakan silang antara kedua jenis itu tidak banyak menunjukkan hasil.

Pemimpin Nazi Adolf Hitler diketahui tidak menyukai kuda sehingga penggunaan kavaleri berkuda dalam tentara Jerman pun dibuat amat kecil.

Sekalipun demikian, keberadaan pasukan berkuda untuk kawasan tertentu yang kurang cocok buat kendaraan bermotor tetap diperlukan untuk patrol dan tugas khusus lainnya.

Keadaan ini berbeda dengan tentara Soviet atau Polandia, yang tetap menggunakan pasukan berkuda dalam jumlah besar.

Barbarossa 750.000 Ekor

Operasi Barbarossa menginvasi Soviet dilancarkan, tentara Jerman mengerahkan hingga 750.000 ekor kuda untuk menarik kereta suplai, meriam, amunisi, dan patrol pengintaian.

Sedangkan ketika merancang Operasi Singa Laut untuk menyerbu Inggris, disiapkan 57.000 ekor kuda dan 34.000 kendaraan bermotor. Jumlah kuda masih lebih besar dari kendaraan bermotor.

Karena banyaknya tenaga kuda yang dikerahkan dalam perang, maka dirata-rata setiap harinya sekitar 1.000 ekor mati karena terkena peluru, bom, keletihan, kelaparan, terpapar cuaca ekstrem, dan lain-lainnya.

Sekalipun pemakaian kuda banyak menguntungkan buat berbagai kondisi tertentu, namun memberi pakan dan minum mereka merupakan masalah logistik tersendiri.

Untuk kuda pada kekuatan satu divisi, setiap harinya diperlukan 5,3 ton pakan.

Pengalaman Jerman dalam PD I dari Tentara Grup A, setiap harinya diperlukan 1.500.000 роп pakan ternak. Karena seekor kuda sehari memerlukan hampir 20 pon.

Pada musim panas 1941, Jerman mengambil ratusan ton gandum dan rumput kering dari petani Rusia untuk memberi makan kudanya.

Tanpa itu kuda yang kelaparan akan makan akar pohon dan apa saja yang dapat dikunyah.

Selain makan-minum, kuda-kuda tentara itu juga membutuhkan pemeliharaan.

Tidak kurang dari 5.000 dokter hewan dikerahkan selama perang untuk menjaga kesehatan kuda, termasuk mendirikan rumah sakit lapangan khusus buat kuda.

Sebuah rumah sakit dibuat untuk 50 ekor kuda, namun yang dikirim berobat ratusan hingga ribuan ekor.

Banyak dari kuda yang dilaporkan hilang, namun sebetulnya mereka dibantai oleh pasukan sendiri yang kelaparan untuk dagingnya.

Seorang perwira yang juga dokter hewan Jerman menyatakan, meskipun Hitler tidak suka, tetapi nyatanya semakin lama semakin lebih banyak kuda yang dibutuhkan di front timur.

Keberadaan kuda sangat krusial bagi AD Jerman, terutama pada musim dingin ketika kendaraan banyak yang macet.

Di balik itu semua, kisah-kisah pertalian hubungan prajurit dengan kuda mereka juga banyak terdengar.

Banyak prajurit berusaha mencintai dan merawat sebaik-baiknya kuda mereka, yang dianggap telah berjasa menyelamatkan nyawa mereka.

Tak jarang muncul kisah-kisah menyentuh dari pertalian tersebut. Panglima Jerman Jenderal Erich von Manstein pun mengakui.

“Unsur-unsur personal jelas tidak menimbulkan minat pada diri Hitler. Baginya, manusia hanyalah sekadar alat untuk melayani ambisi politiknya,” ucapnya.

Untuk manusia saja begitulah ukuran Hitler, apalagi untuk hewan yang namanya kuda, yang sama-sama didera derita dan kematian di medan perang. [BP]