Koran Sulindo – Meski mengklaim stok beras di Bulog cukup hingga musim panen akhir Januari atau awal Februari mendatang, harga beras justru mencatat rekor tertinggi awal tahun ini.

Harga beras jenis medium di Pasar Induk Cipinang akhir pekan lalu mulai merambat di kisaran Rp 10.500-11.500. Angka itu lebih tinggi dibanding periode yang sama awal tahun lalu sebesar Rp 9.500.

Menurut beberapa pedagang, meski perlahan-lahan beras terus mulai mengalami kenaikan sejak bulan November silam. Pedagang menyebut setiap minggu beras naik secara konstan antara Rp 300-500 hingga mencapai harga sekarang. Mereka menyebut tingkat itu merupakan harga beras tertinggi sepanjang sejarah di Pasar Induk Cipinang.

Selain itu, fluktuasi harga beras juga menyulitkan pedagan menentukan harga jual. Mereka menyebut kenaikan harga terjadi karena menurunnya jumlah pasokan dari lumbung-lumbung beras di Pulau Jawa seperti Karawang, Subang dan Indramayu.

Pasokan beras dari sentra-sentra tersebut menurun akibat anjloknya produksi tahun lalu akibat berbagai gangguan hama antara lain wereng batang coklat.

Diperkirakan gejolak harga beras bakal terus berlangsung setidaknya hingga awal Maret mendatang. Itupun dengan asumsi jika panen akhir Januari atau awal Februari dan membutuhkan waktu pemrosesan di tingkat petani.

Gejolak harga beras harus segera diantisipasi oleh pemerintah. Butuh langkah intensif agar tak terjadi panic buying yang memicu melambungnya harga beras. Selain mengandalkan panen raya, sumber pengadaan lain yang bisa menjadi alternatif meski tak disarankan adalah impor.

Selain soal pasokan yang berkurang, naiknya harga beras juga dianggap hanya merupakan penyesuaian dari harga gabah kering di sejumlah daerah. Saat ini harga gabah panen yang dipantau di 84 kota/kabupaten sudah mencapai Rp5.200-Rp6.000 per kg dan menjadi Rp 7.000 jika dikonversi sebagai gabah kering giling. Harga beli gabah kering giling tersebut naik rata-rata sebesar 25 persen.

Menurut Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution naiknya harga komoditas pangan diakibatkan tingginya curah hujan pada bulan Januari. Curah hujan yang tinggi dianggap berpotensi menggagalkan masa panen dan mengganggu produksi.

Darmin membantah tudingan bahwa pemerintah lamban mengantisipasi kenaikan tersebut. Justru, pemerintah bersama lembaga terkait saat ini terus melakukan pengawasan di sejumlah pasar. Ia menyebut jurus andalan untuk mengendalikan harga adalah dengan operasi pasar yang sudah dilakukan sejak tiga bulan terakhir.

Kekhawatiran melejitnya harga juga ditepis Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, Gatot Irianto. Ia memastikan produksi beras tidak berkurang dan stok di Bulog masih mencukupi yakni sebesar 1 juta ton. Jumlah itu dianggap cukup hingga panen raya pada Februari mendatang. Ia menyebut pemerintah bakal melakukan impor beras.

Ia juga menepis kenaikan harga beras di sejumlah daerah dan menyatakan kenaikan itu dipicu publikasi yang salah yang menyebabkan kepanikan konsumen. Ia menambahkan publikasi itu membuat over hitting terhadap harga pangan khususnya beras dan membuat orang berburu berbondong-bondong.

Meski begitu, Kementan bakal meminta bantuan satga pangan Polri untuk menyelidiki kemungkinan spekulan-spekulan yang menimbun beras.

Kepala Satgas Pangan Polri, Irjen Setyo Wasisto mengakui harga beras merangkak naik lantaran didorong masalah distribusi. Ia mengaku jajarannya saat ini tengah serius terus memantau fenomena kenaikan harga itu.

Ia menuturkan, masalah lain yang memicu naiknya harga beras adalah terungkapnya kasus beras oplosan di Kalimantan Selatan. Dalam kasus itu polisi mengamankan 18 ribu kilogram beras yang hasil oplosan. Ia menyebut pengungkapan kasus itu mempengaruhi psikologi pasar. Menurut rencana beras tersebut akan diedarkan di Surabaya, Jawa Timur. [TGU]