Ilustrasi/panoramio.com

Koran Sulindo – Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan Menhan Australia Marise Payne meminta maaf kepada Indonesia soal kasus pelecehan Pancasila yang dilakukan Australian Defence Force (ADF).

“Menhan Australia sudah mengirimkan surat kepada saya pagi ini yang mengungkapkan permohonan maaf karena terjadinya insiden itu,” kata Ryamizard, di Kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta, Kamis (5/1).

Payne juga menelepon secara langsung pada Kamis siang, dan kembali mengungkapkan penyesalan atas kasus pelecehan Pancasila yang dilakukan tentara Australia tersebut.

“Menhan Australia juga menyampaikan akan mengusut kasus ini sampai tuntas dan tegas dalam menindaklanjuti kejadian ini,” katanya.

Sementara itu Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo mengatakan bahwa Kepala Staf Angkatan Udara Australia Marsekal Mark Donald Binskin juga menyampaikan permintaan maaf.

“Saya berterima kasih atas niat baik Kasau Australia Marsekal Mark Binskin yang telah menyampaikan permohonan maaf dan kemudian mengganti kurikulum Australian Defence Force serta mengadakan investigasi,” kata Panglima TNI, di Jakarta.

Binskin mengirim surat kepada Panglima TNI berisi 4 hal, yaitu permohonan maaf, perbaikan kurikulum, akan melaksanakan investigasi, dan akan mengirimkan Chief of Army Australia untuk datang meminta maaf dan klarifikasi kepada Kepala Staf Angkatan Darat dan kepada Panglima TNI.

“Saya dengan Marsekal Mark Binskin adalah sahabat, dia adalah teman baik saya, dan beliau sudah mengirim surat kepada saya terkait permohonan maaf tersebut,” kata Gatot.

Latar Belakang

Kejadian ini bermula dari cerita pengalaman pelatih dari Korps Pasukan Khusus (Kopassus) yang mengajar di sekolah pasukan khusus Australia tersebut. Saat mengajar, pelatih tersebut mengetahui adanya pelajaran-pelajaran yang isinya menjelek-jelekkan TNI di akademi tersebut.

Saat menghadap kepala sekolah di akademi tersebut untuk mengajukan keberatan, sang pelatih Kopassus tersebut malah menemukan tulisan lainnya yang isinya justru menghina lambang negara Indonesia, Pancasila.

Sementara itu, melalui media sosial yang menyebar didapatkan kronologi kejadian tersebut bermula.

1. Ada pelatih dari TNI AD/Kopassus ditugaskan untuk mengajar di sekolah special forces Australia
2. Saat itu dia mendengar pelajaran yang disampaikan tentang TNI, lebih sering menjelekkan (contoh pak Sarwo Edi dibilang pembunuh massal, lalu artikel koran Indonesia yang dikutip tentang POM TNI menembak teman sendiri saat mabuk)
3. Selanjutnya giliran instruktur dari Kopassus giliran mengajar, sering ditanya pertanyaan yang menyudutkan TNI
4. Dikarenakan merasa keberatan, pelatih tadi menghadap ke Kasek Special Forces untuk menyatakan keberatannya, saat itu tidak sengaja dia melihat sebuah kertas bertuliskan PANCAGILA yang dilaminating (plesetan dari Pancasila) di ruangan Kasek
5. Setelah kembali ke Indonesia, langsung melaporkan keadaan tersebut sesuai jalur.

Sekedar info yang didapat dari Mabes TNI tentang background masalah terkait, bermula dari program Army to Army. Pihak TNI AD mengirimkan Dosen Bahasa Indonesia SOCOM (Special Operation Command) atas nama Lettu Irwan. Dalam perjalanan tugasnya disana, sang dosen menerima beberapa perlakuan sikap yang kurang baik dari muridnya, dan bahkan ditemukan beberapa buku acuan pelajaran bahasa yang mendeskreditkan Indonesia. Dalam hal ini tentang masalah Papua dan Timor-Timur, serta pendapat jelek berkaitan dengan Jendral Sarwo Edi.

Pada akhirnya berdasarkan kejadian tersebut Lettu Irwan membuat laporan resmi kepada Mabes TNI AD. Akibat laporan tersebut, pihak Mabes AD memutuskan untuk menarik kembali Lettu Irwan kembali ke Indonesia.

Kemudian dari Mabes AD menindaklanjuti dengan melaporkan kepada Panglima TNI. Selanjutnya  Panglima meluncurkan surat keberatan kepada Panglima Angkatan Bersenjata Australia. Pihak mereka menanggapinya dengan mengeluarkan surat resmi permohonan maaf dari Panglima Australia atas kejadian terjadi dan berjanji akan melaksanakan proses investigasi internal mereka.

Sementara itu, keputusan Panglima TNI menunda semua jenis kerjasama dengan pihak angkatan bersenjata mereka yang msh blm terlaksana, sambil menunggu proses investigasi dari pihak Australia, sementara itu program sudah terlanjur berjalan berjalan tetap dilaksanakan sampai selesai kesepakatan (Khususnya Bid Pendidikan). [Antara/DAS]