Koran Sulindo – Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menuding pemerintah Amerika Serikat (AS) telah melanggar Piagam PBB karena mendalangi upaya kudeta di Venezuela. Lavrov menyampaikan hal tersebut langsung kepada Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo melalui telepon.
Seperti yang dikutip teleSUR pada Senin (25/3), Lavrov kepada Pompeo mengatakan, upaya AS mengatur kudeta di Venezuela dan ancaman negara itu untuk menggunakan kekuatan militer melanggar Piagam PBB. “AS secara terang-terangan mencampuri urusan internal negara yang berdaulat,” kata Lavrov.
Apa yang dikatakan Lavrov itu bukan sekadar omongan tanpa dasar. Buktinya AS mendukung deklarasi Juan Guaido, tokoh oposisi yang menyatakan dirinya sebagai presiden sementara Venezuela pada Januari lalu. Padahal, tindakan Guaido itu jelas-jelas melanggar konstitusi Venezuela.
Upaya kudeta AS untuk menggulingkan Presiden Nicolas Maduro telah dimulai Presiden Donald Trump sejak 2017. Bermula dari penerapan sanksi ekonomi kepada sejumlah pejabat, pemerintah dan perusahaan minyak Venezuela. Karena sanksi tersebut, Venezuela terpaksa membatasi produksi minyaknya menjadi 142 ribu barel per hari.
Karena pembatasan itu, Venezuela kehilangan pendapatan sekitar US$ 2,5 miliar pada 2018. Di samping itu, ada 20 sanksi lainnya yang diberikan kepada negara-negara Amerika Latin termasuk perusahaan Rusia karena bekerja sama dengan Venezuela. Tindakan AS itu, kata Lavrov, sungguh bertentangan dengan hukum internasional.
Selama pembicaraannya dengan Lavrov, Pompeo justru menuding balik Rusia sebagai dalang yang memperkeruh suasana di Venezuela. Dan Rusia tetap mempertahankan hubungan diplomatik dan perdagangannya dengan Venezuela. Lalu, AS juga menjadi dalang dari serangan siber pemadaman listrik di Venezuela.
Serangan siber pemadaman listrik terbaru terhadap Venezuela terjadi pada 25 Maret 2019. Soal ini, Menteri Komunikasi Jorge Rodriguez mengatakan, semua tim teknis segera berupaya memulihkan dan menghidupkan aliran listrik.
Serangan tersebut, kata Rodriguez, justru membuat Venezuela semakin kuat, terutama dalam mempertahankan energi listrik. Serangan ini terjadi setelah 20 hari dari serangan pertama. “Kami akan memenangi perang yang sedang dilancarkan untuk melawan kami,” kata Rodriguez. [KRG]