Sejak peristiwa 11 September 2001, Bush deklarasikan perang terhadap teroris [Foto: Istimewa]

Koran Sulindo – Penelitian Watson Institute for International dan Public Affairs at Rhode Island’s Brown University yang berjudul “Cost of War” (Biaya Perang) mengungkapkan biaya perang Amerika Serikat (AS) bersama sekutunya sejak peristiwa 11 September 2001 mencapai US$ 5,9 triliun. Akibat perang itu, sekitar 500 ribu orang menjadi korban perang dinyatakan tewas.

Laporan yang dipublikasikan pada bulan ini mengungkapkan sekitar 370 ribu jiwa tewas sebagai korban langsung dari deklarasi perang melawan teroris versi George W Bush pada 2001. Sedangkan, ratusan ribu – jika bukan jutaan orang – tewas sebagai korban tidak langsung karena kelaparan, hancurnya infrastruktur, kekurangan gizi dan lain sebagainya. Lalu, diperkirakan 250 ribu warga sipil tewas akibat perang itu dan sekitar 10,1 juta orang terpaksa mengungsi.

Di samping itu, seperti yang dituliskan sputniknews.com, sekitar 6.900 personel tentara AS, sekitar 7.800 kontraktor militer AS dan lebih dari 110 ribu yang dianggap “musuh” AS tewas deklarasi perang dinyatakan presiden AS akibat peristiwa 11 September 2001. Jumlah ini belum termasuk korban tewas yang diperkirakan lebih dari 500 ribu orang sebagai korban perang Suriah dimana AS bersama sekutunya berkepentingan untuk menggulingkan Presiden Bashar Al Assad pada 2011.

AS bersama sekutunya (lebih dari 70 negara) telah melakukan operasi militer (agresi) dengan alasan memerangi kelompok ISIS di Suriah dan Irak sejak September 2014. Kegiatan agresi dengan dalih memerangi teroris di Suriah sama sekali tidak mendapat izin dari pemerintah sah Suriah dan Dewan Keamanan PBB. Sedangkan biaya perang yang disebutkan itu untuk membiayai perang di Irak, Afghanistan, Pakistan dan Suriah.

Laporan itu menyebutkan, jumlah yang dipublikasikan tersebut berbeda dengan yang diperkirakaan Pentagon menyusul berbagai perang yang dilakukan AS sejak 11/9 2001. Angka itu berbeda tentu saja karena biaya perang tidak hanya ada di anggaran Departemen Pertahanan melainkan ada semua di pos anggaran pemerintah federal yang menjadi konsekuensi dari perang tersebut. Demikian laporan Universitas Brown.

Departemen Pertahanan AS pada Maret 2018 mengklaim biaya perang untuk melawan terorisme sejak peristiwa 11 September hanya menghabiskan US$ 1,5 triliun. Setelah peristiwa 11 September, perang yang dipimpin AS bersama sekutunya justru dibiayai dengan pinjaman sehingga meningkatkan utang nasional dan defisit anggaran AS.

Jika AS segera mengembalikan utang yang dipinjam untuk membiayai perang itu, maka tidak akan ada tambahan biaya bunga. Akan tetapi, pinjaman itu diperkirakan dikenakan bunga sehingga mencapai US$ 7,9 triliun pada 2053. Salah satu profesor yang ikut menuliskan laporan itu yakni Neta Crawford mengatakan, belum ada tanda-tanda bahwa perang agresi AS akan segera berakhir.

Adalah fakta ketika AS menghabiskan anggaran yang begitu besar dalam perangnya di Afghanistan justru sama sekali tidak memberi manfaat. Juga sama halnya ketika mengaresi Irak dan Suriah. Masalahnya, anggaran tersebut sangat memengaruhi generasi muda AS di masa depan. [KRG]