Arti 10 Persen Saham Freeport untuk Papua

Ilustrasi: Tambang Freeport/wall street journal

Koran Sulindo – Puluhan tahun beroperasi di tanah Papua, akhirnya pada Jumat 12 Januari 2018 kemarin dipastikan 10 persen saham PT Freeport Indonesia menjadi hak pemerintah daerah Papua.

Melalui PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum)selaku induk holding BUMN pertambangan, 10 persen saham pemerintah  daerah merupakan bagian dari 51 persen proses divestasi untuk Indonesia.

Kepastian kepemilikan 10 persen saham Freeport untuk Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Kabupaten Mimika ditandatangani antara pemerintah pusat dan Papua di gedung Kementerian Keuangan kemarin.

Perjanjian itu disepakati 10 persen saham Freeport milik Papua bakal dikelola PT Inalum dan Badan Usaha Milik Daerah di Papua.  Dari saham sebesar 10 persen tersebut, nantinya masing-masing 7 persen dialokasikan untuk Kabupaten Mimika sedangan sisanya untuk Pemerintah Provinsi Papua.

“Kita bikin saja satu BUMD, pembagian jelas, Kabupaten Mimika 7 persen, Provinsi Papua 3 persen. Kita juga ada hak-hak lain, kita ada Perda, kita harus siapkan agar kita bisa dapat hak-hak seperti pajak dan royalti,” kata Lukas.

Gubernur Papua Lukas Enembe mengatakan setahun lalu pihaknya telah membentuk BUMD yakni PT Papua Divestasi Mandiri untuk mengelola 10 persen saham Freeport yang menjadi hak mereka. Lukas menyebut PT Papua Divestasi Mandiri nantinya akan memanfaatkan kepemilikan saham itu untuk kesejahteraan masyarakat Papua.

“Ini kan sejak Freeport ada di Papua, baru kali ini pemerintah beri kepercayaan kepada rakyat. Itu yang utama dan harus dibanggakan,” kata Lukas.

Divestasi saham adalah salah satu dari tiga kesepakatan yang dicapai, dalam perundingan antara pemerintah dan Freeport yang digelar maraton sejak Februari 2017 lalu.

Klausul-klausul lainnya adalah Freeport sepakat membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian atau smelter selama lima tahun hingga Oktober 2022. Selain itu landasan hukum PT Freeport Indonesia akan menjadi izin usaha pertambangan khusus tidak lagi berstatus kontrak karya.

Disepakati juga penerimaan negara secara agregat nanti akan lebih besar dibanding penerimaan melalui KK selama ini. Jika PT Freeport Indonesia menjalankan perjanjian tersebut, mereka akan menerima perpanjangan izin operasional hingga tahun 2041 mendatang.

Lalu kira-kira berapa uang yang harus disiapkan jika BUMN ingin mencaplok saham Freeport. Jika dihitung dengan model Fair Market Value berdasarkan nilai cadangan dengan masa kontrak sampai 2041, nilai 100 persen saham PT Freeport Indonesia yakni US$ 15,9 miliar atau kurang lebih Rp 211 triliun. Dengan nilai 51 persen sahamnya sekitar Rp 107 triliun.

Sementara itu jika semua aset holding pertambangan PT Inalum digabung valuasi baru mencakup Rp 58 triliun. Begitu juga jika semua aset tersebut dijaminkan. Holding BUMN itu tetap tak akan bisa memperoleh utang sampai Rp 107 triliun karena utang tak boleh melebihi nilai seluruh aset yang dimiliki.

BUMN yang sanggup mengakuisisi saham tersebut adalah BUMN sektor perbankan. Namun BUMN itu terikat aturan dilarang membeli saham perusahaan di luar bisnis intinya.

Divestasi paling mungkin dilakukan menggunakan metode replacement cost seperti keinginan pemerintah. Dengan model ini 100 persen saham 100 Freeport adalah senilai US$ 5,9 miliar atau sekitar Rp 78 triliun. Maka 51 persen saham adalah Rp 40 triliun. Holding BUMN pertambangan sanggup mengumpulkan uang sebanyak itu.

Freeport Indonesia adalah perusahaan pertambangan asal Amerika yang mayoritas sahamnya dimiliki Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. Mereka menjadi perusahaan pembayar pajak terbesar di Indonesia dan penghasil emas terbesar di dunia melalui tambang di Grasberg.

Di tanah Papua mereka masing-masing memiliki dua tambang yakni Erstberg yang beroperasi sejak tahun 1967 dan tambang Grasberg sejak 1988 di kawasan Tembaga Pura, Mimika Papua. [TGU]