BANJARMASIN dikenal sebagai Kota Seribu Sungai. Dijuluki demikian karena banyaknya anak-anak sungai dan rawa yang mengelilingi kota. Kondisi lingkungan tersebut membuat orang Banjar menciptakan rumah khas, yaitu Rumah Lanting sebagai identitas kearifan lokal mereka dan merupakan ciri masyarakat Banjar dalam kehidupan sehari-harinya yang selalu berhubungan dengan air.
Rumah Lanting muncul dikarenakan adanya kegiatan perdagangan yang dilakukan oleh orang-orang perahu yang hidup nomaden di sungai Martapura. Kebutuhan akan hunian yang dapat menunjang aktivitas mereka sehari-hari sebagai pedagang inilah kemudian mengawali terciptanya Rumah Lanting yang terletak di tepian sungai kota Banjarmasin.
Jukung sebagai alat transportasi khas perairan yang memakai dayung juga ditemui disekitar rumah-rumah adat masyarakat yang khas dan sesuai dengan keadaan geografi di sana. Rumah tradisional Banjar atau lebih dikenal sebagai Rumah Lanting memang berupa rumah terapung diatas air, baik di sungai atau rawa.
Rumah tradisional suku Banjar di Kalimantan Selatan ini memiliki pondasi berupa rakit yang mengapung. Tersusun dari tiga buah batang pohon kayu yang besar. Hal tersebut perlu dilakukan karena Rumah Lanting akan selalu dalam kondisi terombang-ambing akibat gelombang dari kapal yang hilir mudik di sungai. Dari segi aspek lingkungan, rumah lanting memberikan keuntungan sebagai penahan erosi dan mengantisipasi gelombang sungai.
Ciri-ciri Arsitektur Rumah Lanting
Bubungan Rumah Lanting umumnya memakai atap pelana. Bagian dalamnya, terdiri dari ruang tamu dan ruang tidur sedangkan kamar mandi atau toilet biasanya letaknya terpisah dari bangunan utama.
Sebagaimana rumah lainnya, Rumah Lanting juga memiliki pintu (lawang), biasanya menghadap ke sungai dan daratan. Ada juga jendela kecil (lalungkang) di sisi kiri dan kanan.Untuk memudahkan penghuninya atau tamu-tamunya, dibuat juga jembatan (titian) sempit dari kayu yang menghubungkan rumah dengan daratan atau dengan rumah lainnya.
Agar dapat mengapung, maka Rumah Lanting memiliki landasan pelampung berupa tiga balok kayu. Dan supaya tidak hanyut terbawa air, rumah lanting biasanya diikatkan pada tiang kayu yang menancap di dasar sungai.
Bentuk Rumah Lanting yang selaras dengan kondisi lingkungan yang berupa perairan, dalam hal ini sungai, serta pemilihan penggunaan material, juga konstruksi rumah, hingga perilaku penghuni dalam menjalani kehidupan sehari-hari, menunjukkan bahwa Rumah Lanting adalah arsitektur vernakular (gaya arsitektural yang dirancang berdasarkan kebutuhan lokal) daerah Kalimantan Selatan.