Koran Sulindo – Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dan kandidat calon presiden Prabowo Subianto, lawan dari calon presiden petahana Joko “Jokowi” Widodo pada pemilihan presiden tahun depan, mengatakan utang pemerintah Indonesia bertambah Rp1 triliun setiap hari. Prabowo mengatakan itu dalam acara bedah buku 1 September 2018.
Pengamat ekonomi Yenny Tjoe dari Griffith University, Australia, diminta The Conversation memeriksa kebenaran klaim Prabowo tersebut.
Analisis
Total utang suatu negara pada periode tertentu didapat dari menjumlahkan utang lama dan utang baru. Utang lama berarti utang yang diakumulasi oleh pemerintahan dulu dan diwariskan kepada pemerintahan selanjutnya.
Sementara itu, utang baru adalah utang yang dilakukan oleh pemerintahan sekarang untuk membiayai kebutuhan periode sekarang. Untuk mengukur berapa jumlah utang bertambah setiap hari, maka yang diukur adalah utang baru yang dilakukan sejak pemerintahan baru dimulai.
Namun perlu kita ingat juga bahwa pemerintah tidak melakukan pinjaman setiap hari, melainkan sesuai kebutuhan pembiayaan selama satu periode pemerintahan.
Sebagai contoh, saya akan mencoba memberikan ilustrasi tentang pertambahan utang pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jokowi berdasarkan data utang luar negeri Indonesia yang diliris di website Bank Indonesia.
Ketika Presiden Jokowi dilantik pada Oktober 2014, nominal utang Indonesia yang diwariskan pemerintahan sebelumnya (SBY) adalah $295 miliar (Rp3.569 triliun). Pada bulan Juli 2018, data sementara menunjukkan utang Indonesia berjumlah $358 miliar.
Artinya, selama 3 tahun dan 9 bulan, dari Oktober 2014 hingga Juli 2018, utang selama pemerintahan Jokowi bertambah sebesar $63 miliar, setara dengan $17 miliar per tahun.
Mantan Presiden SBY dilantik pada Oktober 2009, nominal utang Indonesia pada saat itu adalah $170,8 miliar. Pada akhir pemerintahannya, jumlah utang menjadi $295.4 miliar, artinya, selama lima tahun periode ke-2 presiden SBY, utang bertambah $124,6 miliar, atau setara dengan $25 miliar per tahun.
Diagram di bawah ini menunjukkan rata-rata pertambahan utang per hari berdasarkan tiga kelompok peminjam: pemerintah pusat, Bank Indonesia dan swasta (termasuk Badan Usaha Milik Negara), diukur dengan dolar Amerika dan rupiah.
Perbandingan utang per hari antara periode SBY (Oktober 2009-Oktober 2014) dan periode Jokowi (Oktober 2014-Juli 2018) dalam rupiah dan dolar Amerika. Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia.
Dari diagram di atas bisa dilihat bahwa untuk periode Oktober 2014 sampai Juli 2018, utang Indonesia bertambah rata-rata $46 juta per hari. Dengan nilai tukar US$1 = Rp14.320, jumlah itu setara dengan Rp0,66 triliun per hari. Jumlah itu terdiri dari:
Utang pemerintah pusat bertambah rata-rata Rp0,54 trilliun per hari;
Utang Bank Indonesia berkurang rata-rata Rp0,03 triliun per hari; dan’
Utang swasta bertambah Rp0,15 triliun per hari.
Pada masa pemerintahan Jokowi, utang pemerintah pusat memang mendominasi. Ini karena pemerintah memerlukan biaya besar untuk mendukung pembangunan infrastruktur dan program pelayanan publik, serta reformasi birokrasi dan administrasi.
Jika dibandingkan dengan periode pemerintahan SBY, utang Indonesia dari Oktober 2009 sampai Oktober 2014 bertambah rata-rata $69 juta per hari. Dengan nilai tukar US$1 = Rp12.085 ketika itu, jumlah itu setara dengan Rp0,83 triliun per hari, terdiri dari:
Utang pemerintah pusat bertambah rata-rata Rp0,24 trilliun per hari;
Utang Bank Indonesia berkurang Rp0,01 triliun per hari; dan
Utang swasta bertambah Rp0,60 triliun per hari.
Hasil Analisis
Mengacu pada data terkini, rata-rata utang Indonesia bertambah Rp0,66 triliun per hari selama pemerintahan Jokowi. Oleh karena itu pernyataan Prabowo tentang jumlah utang Indonesia meningkat Rp1 triliun per hari saat ini tidak akurat. – Yenny Tjoe
Penelaahan Sejawat Tertutup (Blind Review)
Saya kurang lebih setuju dengan pernyataan penulis bahwa pernyataan utang pemerintah bertambah Rp1 triliun per hari kurang tepat.
Ini karena pola data utang hanya bisa diobservasi paling cepat dalam rentang satu bulan.
Jadi data mengenai utang diumumkan setiap bulan oleh pemerintah, melalui Kementerian Keuangan untuk utang pemerintah, dan Bank Indonesia untuk keseluruhan posisi utang luar negeri.
Sehingga kalaupun akan diukur secara rata-rata, sebaiknya tetap berdasarkan frekuensi ketersediaan datanya.
Contoh lainnya bisa dilihat untuk data Produk Domestik Bruto (PDB). BPS (Badan Pusat Statistik) melakukan perhitungan dan mengeluarkan pengumuman publik setiap triwulan untuk PDB, maka observasi data hanya bisa dinyatakan untuk rentang paling cepat setiap triwulan tersebut.
Sebenarnya, saya tidak begitu mengetahui data utang yang dijadikan acuan (terkait pernyataan Prabowo 1 September ini). Kalau asumsinya berdasarkan data yang diumumkan ke publik, data terkini yang digunakan pada saat itu kemungkinan mengacu sampai Juni 2018.
Terkait diagram yang ditampilkan ada baiknya sumber datanya juga disebutkan. Misalnya apakah data tersebut berasal dari Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI)? Dan apabila acuannya adalah utang luar negeri yang dilakukan oleh pemerintah, maka hanya poin (i) dan poin (ii) yang diperhitungkan.
Jadi kalaupun dipaksakan dihitung per hari, pertambahan utang pemerintah (termasuk didalamnya posisi utang Bank Indonesia) adalah Rp0,51 triliun per hari, lebih kecil dari Rp0,66 triliun.
Untuk memberikan gambaran yang utuh mengenai data utang, tidak hanya disampaikan secara absolut tetapi juga secara rasio. Utang pemerintah bisa saja meningkat secara absolut nominal tetapi menurun berdasarkan rasio PDB. – Riatu Mariatul Qibthiyyah [Tulisan ini disalin dari theconversation.com].